17
dengan Tuhan. Melalui Ekaristi pula orang mengenang karya keselamatan oleh Yesus Kristus. Sedangkan Devosi Ekaristi menjadi sarana untuk menjawab
ungkapan kasih Tuhan yang tersampaikan melalui Ekaristi.
C. Makna Ekaristi
Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah. Dengan merayakan Ekaristi, umat beriman merayakan karya Misteri
Penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus dan sekaligus melaksanakan amanat Yesus yaitu “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Aku”. Melalui misteri ini,
Ekaristi menjadi sumber dan puncak seluruh hidup umat Kristiani yang berpangkal dalam diri Yesus Martasudjita, 2016:57.
Ekaristi juga disebut sebagai wujud kesatuan umat, dengan bernyanyi bersama dan doa bersama, serta memakan Roti yang satu dan sama, orang yang
ikut dalam perayaan Ekaristi dipersatukan oleh Allah melalui sebuah ikatan cinta yang membentuk satu tubuh dalam diri Yesus. Dengan demikian, kehadiran dan
partisipasi aktif umat dalam perayaan Ekaristi menjadi bukti bahwa Ekaristi merupakan perayaan umat LG, art. 3.
Pada saat merayakan Ekaristi, orang menyambut Tubuh Kristus yang dikurbankan bagi umatnya. Kurban Kristus yang disambut dan dirayakan dalam
Ekaristi adalah sebagai Kurban Kristus yang memberikan dirinya untuk dunia. Kristus sendiri sebagai lambang Roti Ekaristi yang dipecah-pecah dan kemudian
dibagi kepada seluruh umat untuk disantap sebagai santapan rohani sebagai peringatan akan karya penebusan Kristus untuk dunia Martasudjita, 2016:137.
18
D. Ekaristi dan Tanggung Jawab Sosial
Hidup orang beriman Katolik tidak hanya berhenti sampai pada taraf doa dan pujian di dalam gereja. Hidup menggereja secara katolik yang bernafaskan
ekaristi bukan sekedar merayakan misteri penebusan dalam doa dan nyanyi- nyanyian dalam perayaan ekaristi. Perayaan Ekaristi adalah puncak dari segala
kegiatan keimanan umat Katolik namun akan menjadi tidak lengkap apabila tidak disertai dengan aksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial manusia
bersifat individu sekaligus sosial. Berbicara mengenai hidup doa dan hidup sosial, Paus Yohanes Paulus II
merespon dalam Ecclesia de Eucharistia , “...... Pastilah visi Kristiani mengarah
kepada penantian „langit dan bumi yang baru‟ Why. 21:1. Hal ini justru menambah, dan bukan mengurangi, rasa tanggung jawab kita terhadap dunia
dewasa ini. Saya ingin sungguh-sungguh menegaskan pada awal millenium baru ini, agar umat kristiani lebih merasa wajib melaksanakan tugasnya, dan tidak
melupakan sebagai warga dunia...Ecclesia de Eucharistia:20. Melalui pesan tersebut, Bapa Paus Yohanes Paulus II pada masa itu sudah mengajak umat
kristiani untuk menjadi lebih peka pada apa yang muncul dalam masyarakat dan turut ambil bagian dalam pelayanan yang nyata dalam masyarakat.
Banyak sekali pertanyaan dalam masyarakat yang mempertanyakan, mana yang lebih baik antara rajin beribadah tetapi kurang mampu bergerak aktif dalam
masyarakat atau menjadi aktifis dalam masyarakat namun tidak pernah jarang beribadah? Untuk hal tersebut
Martasudjita menjawab: “Tidak boleh dipisahkannya antara hidup doa dan hidup sosial, antara lex orandi, lex credendi,
19
dan juga lex vivendi atau tentang apa yang didoakan, diimani, dan dihayati Martasudjita, 2016:133. Hal tersebut menjadi jawaban antara mana yang lebih
baik dari kedua pernyataan yang tadi diperdebatkan, bahwa sebenarnya tidak ada yang lebih baik dari beribadah saja dan menjadi aktifis sosial saja karena
keduanya adalah hal yang lekat dan saling menyempurnakan satu sama lain. Lebih dalam Rm. Martasudjita bahkan menyatakan, “Dikotomi yang memisahkan hidup
doa dan hidup sosial dapat berbahaya, karena justru tidak sesuai dengan peristiwa pewahyuan Allah yang justru menjadi manuisa, yakni Yang Illahi yang berkenan
masuk ke dalam sejarah umat manusia, sehingga perjalanan hidup manusia selalu merupakan perjalanan hidup bersama Allah sendiri.” Martasudjita, 2016:134.
Hal ini bahkan terungkap dengan ungkapan yang lebih keras bahwa pemisahan hidup doa dan hidup sosial dapat menjadi berbahaya. Hal tersebut menjadi
peneguhan bahwa hidup sosial dan hidup doa merupakan satu tubuh dan tidak sebaiknya terpisah-pisah.
Hidup doa dan hidup sosial yang sebaiknya berjalan seimbang juga muncul dalam tata cara doa dalam perayaan Ekaristi. Pada ujung akhir perayaan
Ekaristi, Imam akan menyerukan, “Ite, missa est” atau dalam bahasa Indonesia menjadi, “Pergilah, engkau diutus”. Seruan perutusan ini bahkan menjadi akar
dari munculnya kata Misa untuk menyebut perayaan Ekaristi, oleh sebab itu hendaknya orang selalu ingat bahwa Yesus yang menjadi roti perjamuan juga
mewariskan perutusan agar setiap orang melakukan hal yang sama. Yesus pun mengungkapkan hal tersebut dengan suatu per
istiwa dalam Injil Matius: “Kamu sendiri harus memberi mereka makan” bdk. Mat 14:16. Hal ini menjadi perintah
20
sekaligus contoh bahwa sebagai umat beriman kita harus peka terhadap situasi yang terjadi dalam masyarakat dan berani memunculkan aksi sebagai respon atas
apa yang timbul dalam masyarakat. Dalam bacaan tesebut, tampak adanya kepekaan terhadap banyaknya orang yang kelaparan dan murid-murid Yesus
menanggapi dengan aksi solidaritas pembagian makanan yang sudah digandakan Yesus.
Kemudian untuk generasi saat ini, hal apa yang bisa dilakukan sebagai pemenuhan akan perutusan? Tentu sangat banyak yang hal yang bisa dilakukan.
Masih banyak keprihatinan sosial yang muncul di dalam kehidupan berasma. Masih banyak orang yang kelaparan dalam arti yang sebenarnya yang
membutuhkan bantuan. Atau setidaknya kalau orang belum bisa membantu mereka yang kelaparan, hal paling mudah untuk dilakukan adalah dengan berbela
rasa dengan tidak pernah menyia-nyiakan makanan. Dengan hal sederhana menghabiskan makanan orang tidak hanya berbela rasa terhadap mereka yang
kurang beruntung namun juga sebagai wujud penghargaan akan setiap tetes keringat para petani sekaligus wujud ungkapan terima kasih kepada para petani.
Selain itu tentu masih banyak hal lain yang membutuhkan perhatian mulai dari Hal-hal yang bersifat sederhana sampai yang kompleks. Marilah ikut andil
sesuai kapasitas dan kemampuan agar menjadi lebih mulia nama Tuhan dan tercipta suatu peradaban kasih yang nyata.
21
E. Sejarah dan Pengertian Adorasi Ekaristi
Dalam bukunya yang berjudul Adorasi Ekaristi: Tuntunan Ringkas, E. Martasudjita,2007: 11 menawarkan empat pengertian mengenai Adorasi.
Keempat pengertian tersebut adalah: 1.
Adorasi Ekaristi adalah sebuah ibadat atau doa yang dilaksanakan umat beriman di hadapan Ekaristi Mahakudus atau Sakramen Mahakudus yang
ditakhtakan. 2.
Adorasi Ekaristi juga bisa disebut pujian kepada Sakramen Mahakudus, pujian kepada Ekaristi Mahakudus, kebaktian kepada Sakramen Mahakudus, atau
sembah sujud kepada Sakramen Mahakudus. 3.
Demikian pula, sebutan Salve atau Astuti menunjuk Adorasi Ekaristi atau pujian kepada Sakramen Mahakudus ini.
4. Adorasi Ekaristi merupakan salah satu bentuk dari macam-macam bentuk
devosi Ekaristi yang hidup dalam Gereja Katolik. Demikan sebenarnya Adorasi berasal dari bahasa Latin: Adorare. Adorare
berarti menyembah atau bersembah sujud. Hal ini mengacu pada kegiatan yang terjadi sepanjang kegiatan adorasi yang adalah untuk bersembah sujud kepada
Tuhan dalam wujud Hosti yang terberkati. Hal ini juga dipaparkan dalamkamus Teologi, “Penghormatan tertinggi yang diperuntukkan hanya bagi Allah Kel
20:1-4;Yoh 4:23, pencipta, Penyelamat, dan Yang menguduskan kita....”
O‟Collins, 1996:16. Dalam hal ini, iman kita sungguh terwujud. Secara nyata orang
memandang kepada roti bulat berwarna putih, namun secara iman orang sungguh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI