Ekaristi dan Tanggung Jawab Sosial

22 meyakini bahwa Tuhan yang sungguh hadir. Roti adalah realis praesentia dimana Tuhan sungguh secara real hadir dalam Ekaristi Mahakudus. Itulah mengapa orang datang bersujud-sembah di hadapan Hosti yang terberkati. Selain daripada itu, Yesus sendiri dengan tegas menyatakan ketika dalam perjamuan yang terakhir sebelum sengsara- Nya: “ Inilah tubuh-KU...”. Mata orang mungkin hanya melihat sebentuk roti, namun hati dan iman yang sesungguhnya bertemu dengan Tuhan. Santo Sirilus dari Yerusalem, seperti terkutip dalam buku E. Martasudjita, menyebutkan dengan indah: Dalam rupa roti dan anggur, jangan hanya melihat unsur alamiah sebab Tuhan telah tegas mengatakan bahwa itu adalah tubuh dan darah-Nya; iman memastikan bagimu, kendati in dra menunjuk kepada yang lain”. Dalam bukunya, Menimba Rahmat Adorasi, Fl. Hartanta, menuliskan: Adorasi sebagai peristiwa perjumpaan dengan Allah yang selalu, terus- menerus, dan tiada henti mendekati manusia. Boleh dikatakan Adorasi adalah peristiwa nyedhaki sing ditresnani, nresnani sing nyedhaki. Artinya adalah Allah yang senantiasa, dengan berbagai cara mendekati manusia yang dicintaiNya dan mengundang manusia untuk mencintai mendekati Allah Hartanta, 2012: 5. Sejarah Adorasi Ekaristi tidak bisa terlepas dari sejarah devosi Ekaristi. Sejarah Adorasi ekaristi merupakan satu bagian dari perkembangan sejarah devosi Ekaristi. Adorasi Ekaristi muncul atas dasar rasa rindu para umat Allah untuk bertemu dengan Tuhan. Rasa rindu para umat untuk bisa berinteraksi secara langsung dengan Tuhan. Interaksi ini benar-benar bersifat pribadi antara individu dan Tuhan. Sebagaimana sepasang kekasih yang saling merindukan tentu akan sangat sakit apabila tidak segera terpuaskan rasa rindu tersebut. Walau dalam 23 wujud sebuah roti namun iman kita percaya bahwa Tuhan benar-benar hadir bersama kita dalam wujud yang memang tersamarkan. Namun seturut sejarah devosi Ekaristi yang pernah terjadi, Gereja pun pernah mengalami masa kelam. Devosi yang bertujuan mulia ini diterima dengan pemahaman yang kurang tepat. Akibatnya banyak praktek-praktek devosi yang cenderung bersifat magis dan berlebihan. Misalnya seperti yang dipaparkan Martasudjita dalam bukunya: “ Sayangnya, praktek umat beriman sering kebablasan dan jatuh ke magis. Misalnya saja, keyakinan bahwa orang akan mendapat berkat dan rahmat apabila bisa memandang Sakramen Mahakudus itu sesering mungkin, tetapi mereka lupa untuk menya mbut hosti suci dalam komuni” Martasudjita, 2007: 17. Hal-hal menyimpang tersebut yang memancing munculnya tokoh-tokoh gerakan reformasi dalam Gereja, sebut saja misalnya: Huldrich Zwingli, Martin Luther, dan Yohanes Calvin. Kaum reformator ini menolak adanya praktek devosi Ekaristi dalam Gereja Katolik ini dan membentuk Gereja-gereja yang baru. Namun walau demikian bukan berarti gereja tidak serta merta meniadakan praktek devosi Ekaristi dan adorasi Ekaristi. Gereja hanya mengoreksi bagi pelaku devosi yang menyimpang dan tetap menjaga eksistensi dari devosi Ekaristi dan adorasi Ekaristi karena dipercaya itulah jalan bagi umat beriman untuk berjumpa secara langsung dan pribadi dengan Tuhan. Kemantapan untuk menjaga eksistensi dari devosi Ekaristi dan Adorasi ini seperti terkutip dalam Konsili Trente pada abad XVI. 24 Siapa berkata bahwa dalam Sakramen Ekaristi yang kudus Kristus sang Putra Allah yang tunggal tidak boleh disembah dengan kebaktian lahiriah dari sembah sujud kepada Allah, dan oleh karenanya Dia tidak boleh dihormati melalui perayaan pesta khusus, dan orang tidak boleh mengaraknya berkeliling secara meriah dalam prosesi Sakramen Mahakudus sesuai dengan adat dan kebiasaan Gereja Kudus yang terpuji dan umum, atau orang tidak boleh menunjukkan secara umum kepada umat penyembah kepada Sakramen Mahakudus, dan karenanya penyembahannya dipandang penyembah berhala, terkucillah dia kanon 6-DS 1656NR 582. Akibat dari munculnya kaum reformator dan ajaran konsili Trente pada abad XVI membuat devosi Ekaristi dan Adorasi Ekaristi menjadi semakin marak. Banyak kapel-kapel devosi dan peralatan, seperti monstran misalnya, yang dibuat dengan lebih indah dan meriah. Bahkan muncul pula kongregasi yang menempatkan devosi kepada Sakramen Mahakudus sebagai spiritualitasnya. Menyadari bahwa adanya hubungan erat antara devosi kepada Sakramen Mahakudus yang termasuk juga di dalamnya adalah Adorasi Ekaristi maka Gereja tetap mendukung adanya devosi tersebut. Bahkan dengan diadakan pembaruan teologi dan dengan adanya konsili Vatikan II menganjurkan dan mendukung eksistensi devosi Ekaristi di dalam Gereja. Namun agar tidak kembali terjatuh dalam hal magis seperti yang pernah terjadi, perlu diingat bersama adanya kesatuan antara devosi Ekaristi dan perayaan Ekaristi itu sendiri. Melakukan kegiatan Adorasi Ekaristi, terutama untuk pentahktaan panjang, bukan berarti tanpa hambatan. Sering kali Pelaku Adorasi Ekaristi akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 berhadapan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat accidental yang membuat pelaku Adorasi Ekaristi ini tidak hadir dalam gilirannya. Terkadang pula cukup sering para pelaku Adorasi Ekaristi harus mengadu komitmen dan rasa rindu kepada Tuhan dengan rasa lelah, jenuh, dan bosan. Hambatan-hambatan tersebut tentu membawa konsekuensi pada pelaku Adorasi Ekaristi tersebut dan yang lain. Salah satu konsekuensi yang cukup adil adalah dengan membicarakan hal tersebut dengan sesama pelaku Adorasi Ekaristi sehingga memungkinkan untuk bertukar jadwal sementara. Terkadang faktor cuaca khususnya hujan juga membuat pelaku merasa lebih nyaman untuk tetap berada di rumah. Sebenarnya pada saat-saat seperti itulah cinta seseorang kepada Tuhan diuji.

F. Waktu Untuk Adorasi

Waktu untuk melakukan Adorasi Ekaristi sesungguhnya menjadi hal yang sangat fleksibel. Setiap orang memiliki hak untuk menentukan sendiri waktu yang akan diluangkan untuk bersama dengan Yesus. Terkadang orang menganggap Adorasi Ekaristi sama halnya dengan Visitatio Sanctissimi atau kunjungan kepada Sakramen Mahakudus. Namun sebenarnya ada perbedaan antara Adorasi dan kunjungan kepada Sakramen Mahakudus. Durasi waktu untuk kunjungan kepada sakramen Mahakudus relatif lebih singkat dan dilakukan disela-sela kegiatan waktu senggang tanpa ada susunan tata cara yang khusus sedangkan pada Adorasi Ekaristi orang benar-benar menyisihkan waktu untuk bersama dengan Tuhan dan memiliki tata cara tersendiri. Visitasi atau kunjungan kepada Sakramen Mahakudus berkembang