Pengembangan audit dokumentasi keperawatan di Ruang Perawatan Intensif

keperawatan ke pasien. Sedangkan PDCA lebih ke arah alur atau proses pelaksanaan dan action research lebih menjelaskan mengenai penelitian atau riset yang dilakukan. Peneliti membuat persamaan langkah-langkah teori Orlando, PDCA dan action research secara rinci pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Langkah-langkah teori Orlando, PDCA dan action research Orlando PDCA Deming Action Research Pengkajian Plan Planning Perumusan Diagnosa Keperawatan Perencanaan Implementasi Do Action dan Observation Evaluasi Check Pengkajian ulang dan seterusnya Act Reflection

5.2. Pengembangan audit dokumentasi keperawatan di Ruang Perawatan Intensif

Setelah dilakukan penelitian ada perubahan yang nyata dalam ruang perawatan intensif. Perubahan tersebut adalah terbentuknya tim audit, tersusunnya uraian tugas tim audit, tersusunnya alur audit dokumentasi keperawatan, kesepakatan pemakaian instrumen evaluasi dokumentasi keperawatan Depkes RI, hasil temuan audit, dan peningkatan pengetahuan perawat tentang audit dokumentasi keperawatan. Kepuasan perawat tentang audit dokumentasi keperawatan tidak mengalami perubahan ke tingkat yang lebih baik. Terbentuknya tim audit . Pengembangan audit dokumentasi keperawatan di Ruang Perawatan Intensif diawali dengan membentuk tim audit. Menurut Suardi 2004, penanggung jawab audit seharusnya memiliki pemahaman yang baik tentang prinsip audit, memiliki kemampuan dalam melakukan audit, dan Universita Sumatera Utara mampu menggunakan perlengkapan audit. Tim audit yang terbentuk di Ruang Perawatan Intensif tidak memiliki keahlian seperti yang diungkapkan oleh Suardi. Pemahaman tim audit yang sudah terbentuk diberikan dengan cara pemberian materi dokumentasi keperawatan dan seminar tentang audit dokumentasi keperawatan. Seminar tersebut bermanfaat meningkatkan pengetahuan perawat tentang audit dokumentasi keperawatan, di samping itu peneliti selalu mendampingi dan mengarahkan tim audit pada saat pelaksanaan program audit dokumentasi keperawatan. Tersusunnya uraian tugas tim audit. Tim audit yang telah dibentuk berhasil menyusun uraian tugas tim audit dengan mengadopsi tugas penanggung jawab audit yang disusun oleh Suardi 2004. Suardi menyatakan bahwa penanggung jawab memiliki tugas mendefinisikan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan program audit serta mengidentifikasi dan menyediakan sumber daya program audit. Tim audit Ruang Perawatan Intensif membuat beberapa perubahan uraian tugas yang disesuaikan dengan keadaan Ruang Perawatan Intensif dan dalam kalimat yang lebih operasional. Uraian tugas tersebut adalah menyusun dan mempelajari instrumen evaluasi, meneliti kelengkapan data audit, menjelaskan ketidaksesuaian yang ditemukan kepada pihak auditee, membuat konsep surat pernyataan penyerahan data audit, membuat Kertas Kerja Audit terkait dengan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor, auditor membuat laporan kemajuan, menyiapkan data dan ikut dalam pembahasan akhir, dan membuat konsep dan menandatangani berita acara hasil audit. Perubahan yang Universita Sumatera Utara dibuat oleh tim audit ruang perawatan intensif lebih operasional dan diharapkan dapat dilaksanakan oleh semua anggota tim. Tersusunnya alur audit dokumentasi keperawatan. Tim audit merumuskan alur audit dokumentasi keperawatan dan alur audit yang telah dirumuskan memakai teori PDCA Gitlow et al. 2004. Plan meliputi pemilihan masalah beserta tujuannya dalam hal ini tim audit menetapkan adanya masalah kurang optimalnya audit dokumentasi keperawatan di ruang perawatan intensif, menyusun uraian tugas tim audit, dan menyiapkan dokumen untuk diaudit. Do meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan teori keperawatan Orlando “discipline nursing process”. Peningkatan pengetahuan partisipan tentang teori “discipline nursing process”dilaksanakan dengan cara memberikan materi dokumentasi keperawatan NANDA, NOC, NIC dengan penekanan teori “discipline nursing process”. Kegiatan pada tahap check mengadopsi pelaksanaan audit yang dikemukakan oleh Suardi 2004. Menurut Suardi, secara umum pelaksanaan audit dimulai dengan rapat pembukaan dan penggunaan daftar periksa. Suardi juga mengemukakan bahwa dalam melakukan audit dilaksanakan teknik mengidentifikasi proses, mengaudit sistem manajemen mutu, mengumpulkan dan memverifikasi informasi, temuan audit, pertemuan tim audit, rapat penutupan, dan pelaporan audit. Act merupakan kegiatan dari pihak manajerial untuk memodifikasi atau memperbaiki proses pelaksanaan tindakan yang telah dilaksanakan dan membuat rencana perbaikan yang akan datang. Tim audit melakukan modifikasi dalam membuat alur audit dokumentasi keperawatan dengan mengadopsi teori PDCA dan pelaksanaan audit oleh Suardi. Tahap check Universita Sumatera Utara dimasukkan pelaksanaan audit sesuai dengan Suardi, akan tetapi untuk mempermudah langkah-langkah pelaksanaan audit, maka tim audit menyusun kegiatan check langsung pada teknik pelaksanan audit dokumentasi keperawatan. Hal tersebut dilakukan karena keadaan tim audit yang belum ahli dalam melakukan audit, sehingga membutuhkan panduan yang lebih operasional. Kesepakatan pemakaian instrumen evaluasi dokumentasi keperawatan. Pelaksanaan audit dokumentasi keperawatan disepakati menggunakan format instrumen evaluasi kelengkapan dokumentasi keperawatan Depkes RI. Tim audit mempertimbangkan pemakaian instrumen Depkes dengan memperhatikan rekomendasi dari tim KARS untuk menggunakan format instrumen evaluasi dokumentasi keperawatan Depkes RI dalam akeditasi rumah sakit. Hasil temuan audit. Kelengkapan dokumentasi keperawatan yang dilaksanakan oleh tim audit ditemukan bahwa kelengkapan dokumentasi keperawatan secara umum adalah 69 Tabel 4.2. Menurut Depkes RI kelengkapan dokumentasi keperawatan dikategorikan baik apabila mencapai lebih dari 80. Orlando dalam Schmieding 2006 menyatakan bahwa teori “Discipline Nursing Process”merupakan teori praktek reflektif yang berdasarkan adanya masalah dan untuk menyelesaikan situasi yang bermasalah. Masalah yang tidak ditemukan tidak akan dapat diselesaikan sehingga ketika menggunakan teori orlando maka sentralitas pasien selalu diutamakan. Wang et al. 2011 menyatakan bahwa kualitas format dokumentasi keperawatan sangat penting dalam memastikan bahwa data pasien disajikan dalam cara yang mudah untuk Universita Sumatera Utara memfasilitasi perawat atau profesional kesehatan lainnya dan mempermudah akses informasi penting untuk pengambilan keputusan klinis. Menurut asumsi peneliti, sesuai dengan teori “discipline nursing process” perawat diharapkan segera melakukan pengkajian kepada pasien dengan teliti dan merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat untuk pasien. Diagnosa dan rencana keperawatan yang tidak tepat akan membuat perawat melakukan tindakan keperawatan yang tidak sesuai dengan masalah pasien yang akan membuat masalah pasien tidak akan teratasi, sehingga perlu dikaji ulang lagi dan dirumuskan diagnosa dan rencana keperawatan yang baru serta melaksanakan rencana yang sudah disusun dan dievaluasi terus menerus sampai masalah pasien teratasi. Sistem pendokumentasian di Ruang Perawatan Intensif sudah memakai sistem komputerisasi. Hal ini mempermudah perawat untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan. Kelengkapan dokumentasi keperawatan yang paling baik adalah pada tahap implementasi dengan hasil kelengkapan dokumentasi adalah 84. Angka tersebut termasuk dalam kategori baik, hal ini mengindikasikan bahwa perawat sudah berusaha untuk mendokumentasikan tindakan keperawatan yang sudah dilakukan tetapi belum maksimal. Kesulitan utama perawat dalam mendokumentasikan tindakan keperawatan yang sudah dilakukan adalah kondisi pasien yang kritis sehingga menuntut perawat melakukan observasi secara ketat dibandingkan dengan menulis di status pasien. Pengetahuan perawat tentang audit dokumentasi keperawatan . Pengetahuan perawat tentang audit dokumentasi mengalami peningkatan setelah Universita Sumatera Utara dilakukan seminar dan kegiatan penelitian dengan rata-rata skor mengalami peningkatan 4 poin dari skor 14 sebelum penelitian menjadi 18 setelah dilakukan penelitian. Didukung dengan hasil uji statistik Wilcoxon didapatkan nilai p=0,014 tabel 4.4.. Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pengetahuan perawat sebelum dan setelah dilakukan penelitian. Setiawan 2010 melakukan penelitian tentang pengembangan Professional Caring Model untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di unit perawatan penyakit kritis dengan menggunakan desain penelitian action research, menemukan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan sebelum dan sesudah penelitian dengan p=0,000. Hal ini didukung oleh pernyataan Gillies 2004 menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan dan ketrampilan perawat memiliki kontribusi terhadap pencapaian mutu perawatan yang optimal. Sehingga dasar untuk meningkatkan mutu keperawatan adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan perawat. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perawat bisa diperoleh melalui pendidikan baik secara formal dan non formal. Menurut asumsi peneliti, pengetahuan perawat tentang audit dokumentasi keperawatan mengalami peningkatan setelah dilakukan seminar dan penelitian, hal ini sesuai dengan pernyataan Gillies bahwa pengetahuan seseorang bisa meningkat dengan pendidikan formal dan non formal. Kepuasan perawat tentang audit dokumentasi keperawatan. Tabel 4.5. menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata skor kepuasan perawat tentang audit dokumentasi keperawatan sebesar 1,26 dari 53,42 menjadi 54,68. Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan p=1,000 hal ini menunjukkan bahwa tidak Universita Sumatera Utara ada perbedaan yang signifikan atara kepuasan perawat sebelum dan sesudah penelitian. Hal ini berbeda dengan pendapat Setiawan 2010 yang menyatakan bahwa ada peningkatan kepuasan perawat setelah dilakukan penelitian action research. Keadaan tersebut bisa terjadi karena kepuasan perawat ruang intensif kurang puas dapat terjadi karena pengetahuan dan ketrampilan dalam bekerja masih belum menimbulkan rasa percaya diri bagi seorang perawat. Keadaan tersebut terjadi karena 73,69 perawat di Ruang Perawatan Intensif merupakan pegawai tidak tetap pegawai kontrak dan orientasi. Perawat akan berusaha menyesuaikan diri dengan tempat kerja yang baru sehingga perawat tidak tetap akan membutuhkan waktu untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selain itu, perawat berhubungan dengan situasi lingkungan kerja di ruang perawatan intensif yang cenderung memiliki pasien kritis. Kondisi pasien yang kritis membutuhkan ketrampilan seorang perawat dalam melakukan tindakan keperawatan.

5.3. Pelajaran yang didapat oleh peneliti Lesson Learned