Adaptasi Sistem Kardiovaskular dalam Olahraga

2.5.3 Adaptasi Sistem Kardiovaskular dalam Olahraga

Menurut Sharkey 2012, aktivitas fisik berpengaruh langsung pada sistem kardiovaskular di antaranya adalah: meningkatkan ukuran jantung, meningkatkan persediaan darah, menurunkan risiko penggumpalan darah, menormalkan tekanan darah, dan memperbaiki pendistribusian darah. Di samping itu aktivitas fisik juga berperan dalam pengaturan metabolisme lemak, karbohidrat, protein, dan metabolisme lainnya. Sementara itu Neil-Nedley 2009 berpendapat, olahraga secara teratur mengurangi risiko kematian dari penyakit jantung koroner. Kuntaraf dan Kuntaraf 2009. mengatakan, bahwa ada beberapa keuntungan dari berolahraga terhadap fungsi kardiovaskular di antaranya adalah: memperkuat otot jantung, menormalkan tekanan darah, meningkatkan kapasitas darah dalam mengangkut oksigen, menurunkan frekuensi denyut nadi istirahat, memperlancar peredaran darah, mengurangi risiko mendapatkan penyakit jantung, menurunkan risiko arteroklerosis, menurunkan LDL dan trigliserida serta meningkatkan HDL. Lebih lanjut Wahyuni 2009, mengatakan bahwa olahraga secara teratur bermanfaat untuk memperbaiki profil lemak darah yaitu menurunkan kolosterol yaitu LDL dan trigliserida, meningkatkan HDL, menurunkan risiko hipertensi, kegemukan, serta diabetes militus. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada jantung akibat dari aktivitas fisik adalah: isi sekuncup, curah jantung, aliran darah, dan tekanan darah Kadir, 2010: Saat aktivitas fisik, jantung dan pernapasan terasa berdetak lebih kencang. Makin meningkat aktivitas, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernapasan akan meningkat dan begitu juga sebaliknya. Setelah beristirahat beberapa saat frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernapasan akan normal seperti semula. Perubahan di atas merupakan efek akut dari latihan. Apabila pelatihan fisik dilakukan dengan dosis yang tepat dalam waktu berkesinambungan, akan terjadi perubahan pada fungsi tubuh. Efek yang disebabkan oleh pelatihan dalam waktu yang lama terhadap fungsi tubuh disebut dengan efek tertunda atau kronik Nala, 2011. 2.5.3.1 Efek akut latihan a. Perubahan terhadap frekuensi denyut nadi Denyut nadi adalah gelombang yang dirasakan pada arteri apabila darah dipompa keluar jantung Pearce, 2012. Denyut nadi dapat diraba di beberapa arteri yang melintas dekat permukaan tubuh, misalnya arteri radialis yang terletak di depan pergelangan tangan, arteri temporalis di atas tulang temporal, atau arteri dorsalis pedis di belokan mata kaki Ganong, 2012. Frekuensi denyut nadi tergantung dari berbagai faktor diantaranya: posisi tubuh, umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Posisi tubuh dijelaskan bahwa orang yang tidur berbeda denyut nadinya dengan orang yang duduk, begitu juga dengan orang yang berdiri. Peningkatan umur akan menurunkan frekuensi denyut nadi dan akan terjadi peningkatan menjelang usia tua McArdle dkk., 2010. Jenis kelamin juga mempengaruhi frekuensi denyut nadi istirahat seperti Tabel 2.5. Anak-anak memiliki frekuensi denyut nadi maximal lebih tinggi dan isi sekuncup lebih rendah daripada orang dewasa, baik dalam keadaan istirahat maupun olahraga. Tetapi anak-anak memiliki penyesuaian peredaran darah perifer yang lebih baik terhadap olahraga dari pada orang dewasa, yang menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan O 2 darah arteri dan vena yang lebih besar, yang menunjukkan terjadinya extraksi O 2 yang lebih efisen di dalam jaringan tubuh McArdle dkk., 2010. Apabila intensitas latihan ditingkatkan, maka diikuti dengan peningkatan frekuensi denyut nadi dan bila intensitas diturunkan maka frekuensi denyut nadi akan menurun secara linier sesuai dengan Azas Conconi. Apabila intensias latihan ditingkatkan lagi, maka hubungannya tidak linier lagi Janssen, 1993. Hubungan yang linier antara intensitas latihan dengan frekuensi denyut nadi hanya berlaku jika melibatkan otot-otot besar dan cukup banyak. Oleh karena itu frekuensi denyut nadi dapat dipakai sebagai tolok ukur intensitas latihan yang melibatkan otot besar, seperti berlari, berenang, dan bersepeda McArdle dkk., 2010. Tabel 2.5 Frekuensi Denyut Nadi Istirahat sesuai Umur dan Jenis Kelamin Umur tahun Rata-rata denyut nadi permenit Xmt Laki-laki Perempuan 2-7 8-14 14-21 21-28 28-35 35-42 42-49 49-56 56-63 63-70 70-77 77-84 97 84 76 73 70 68 70 67 68 70 67 71 98 94 82 80 78 78 77 76 77 78 81 82 Sumber: MCArdle dkk. 2010. Berdasarkan frekuensi denyut nadi, latihan fisik dibedakan menjadi lima tingkatan yang disebut dengan training zone yaitu: sona-1 Healthy training zone dengan intensitas 50-60, sona-2 temperate zone dengan intensitas 60-70, sona-3 aerobic zone dengan intensitas 70-80, sona-4 anaerobic sone dengan intensitas 80-90, dan sona-5 red line zone dengan intensitas 90-100 Edward, 2007. b. Perubahan isi sekuncup Isi sekuncup stroke Volume merupakan jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung setiap denyutnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi volume darah yang dipompa setiap kontraksi jantung Kadir, 2010: 1. Meningkatnya jumlah darah yang dikembalikan ke jantung. 2. Ukuran ventrikel yang bertambah karena latihan fisik secara teratur. 3. Kekuatan otot jantung untuk memompa darah yang didapat dengan latihan fisik, dan 4. Tekanan aorta atau tekanan arteri paru. Peningkatan isi sekuncup saat latihan terjadi karena saat olahraga ventrikel mengembang dan diisi darah lebih banyak, maka akan berkontraksi lebih kuat. Hasilnya adalah isi sekuncup lebih banyak, sesuai hukum Frank-Starling. Jumlah darah yang kembali dari vena venous return terbatas karena waktu pengisian ventrikel menurun sehingga volume akhir diastolik menurun. Isi sekuncup pada saat berolahraga ditingkatkan akibat penurunan tahanan perifer oleh karena terjadinya vasodilatasi pembuluh darah pada otot yang aktif Widiyanto, 2010d. Pada saat istirahat isi sekuncup sekitar 70 cc, saat berlatih dapat meningkat sampai 90 cc per denyut. Orang terlatih saat istirahat sekitar 90 - 120 cc, sedangkan pada saat berlatih dapat mencapai 150-170 cc. Frekuensi denyut jantung orang tidak terlatih ketika bangur tidur basal sekitar 60-70 denyut per menit, ketika berlatih dapat meningkat antara 160-170 denyut per menit. Bagi orang yang terlatih denyut jantung basal, dapat di bawah 50 denyut per menit. Pada saat berlatih meningkat, dapat mencapai sekitar 180 kali denyutan per menit Bompa dan Haff, 2009. c. Perubahan curah jantung Curah jantung Cardiac Output merupakan jumlah darah liter yang dipompa oleh jantung dalam satu menit yang dinyatakan dalam Lmenit Gabriel, 2012. Curah jantung meningkat ketika berlahraga, hal ini disebabkan karena curah kerja dari otot rangka yang meningkatkan konsumsi oksigen. Peningkatan konsumsi oksigen akan meningkatkan diameter pembuluh darah vasodilatasi ke otot dan meningkatkan aliran balik vena dan terjadi peningkatan curah jantung Widiyanto, 2010d. Curah jantung dari beberapa tingkat latihan ditunjukkan pada Tabel 2.6 . Tabel 2.6 Curah Jantung dari Beberapa Tingkat Latihan No Aktivitas Curah Jantung Lmenit 1 2 3 Curah jantung pada pria muda saat istirahat Curah jantung maksimum selama latihan pada pria muda tidak terlatih Curah jantung maksimum selama latihan pada pelari maraton pria 5,5 23 30 Sumber: Guyton dan Hall 2012. Dari tabel dapat diuraikan, orang tidak terlatih dapat meningkat curah jantungnya empat kali lebih tinggi pada saat latihan dibandingkan dengan pada saat istirahat dan atlet terlatih dapat meningkatkan sampai enam kali, sedangkan pelari maraton dapat meningkat 7-8 kali. Curah jantung atlet bisa mencapai 40 Lmenit. Curah jantung ini mempengaruhi daya serap oksigen maksimum VO 2 Max. Makin tinggi curah jantung, VO 2 Max semakin meningkat Kadir, 2010. Latihan fisik secara teratur menyebabkan hipertropi otot jantung. Menebalnya lapisan jantung mengakibatkan peningkatan ruang jantung, yang sejalan dengan curah jantung. Pada pelari maraton curah jantung meningkat sampai 40 yang disebabkan karena pembesaran terjadi sebanyak 40. Peningkatan ukuran dan curah jantung ini dapat terjadi pada olahraga daya tahan dan bukan pada olahraga kekuatan seperti lari cepat Guyton dan Hall, 2012. Darah yang dipompa jantung setiap menit tergantung dari kecepatan pemompaan jantung frekuensi denyut jantung dan stroke Volume. Yang dapat dihitung dengan persamaan Kadir, 2010: Cardiac output = Frekuensi jantung X stroke Volume d. Perubahan terhadap tekanan darah Tekanan adalah suatu gaya yang bekerja pada satuan luas Bresnick, 2010. Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan oleh darah pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung relaksasi. Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah. Bila tekanan darah sistolik sebesar 110 mmHg berarti bahwa daya yang dihasilkan cukup untuk mendorong darah melawan gravitasi sampai setinggi 110 mmHg Gabriel, 2013. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik Ganong, 2012. Tekanan darah sistolik normal orang dewasa berada dibawah 120 dan diastolik sebesar 80 mmHg yang dituliskan dengan 12080 mmHg, prahipertensi libih kecil dari 13989 mmHg, hiprtensi ringan tekanan sistolik anatara 140-149 mmHg dan tekanan diastolik 90-99 mmHg, untuk hipertensi sedang tekanan sistolik berada antara 160-169 mmHg dan tekanan diastolik antara 100-110 mmHg. Tekanan sistolik di atas 170 mmHg dan diastolik di atas 110 mmHg termasuk hipertensi berat Mirchandani, 2008. Tekanan sistolik relatif lebih rendah pada anak-anak, tetapi tekanan darah yang rendah ini tidak memberikan gangguan ataupun keuntungan bagi kapasitas daya-tahannya. Begitu juga pada saat olahraga, rata-rata tekanan darah sistolik anak-anak lebih rendah dari orang dewasa FPOK, 2010a. Ada beberapa hal yang mempengaruhi tekanan darah tinggi, di antaranya adalah: asupan garam yang tinggi, obesitas, plak pada arteri, kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan merokok, estrogen, dan alkohol Ludington dan Diehl, 2011. Tekanan darah dalam keadaan istirahat masing-masing orang berbeda, hal ini disebabkan oleh berbagai hal seperti Davine, 2012: riwayat keluarga, penyakit diabetes atau penyakit ginjal, jenis kelamin, usia, merokok atau tidak, obesitas, minum obat KB, konsumsi alkohol berlebih, dan gaya hidup pasif. Berikut adalah klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa Tabel 2.7. Tekanan darah akan meningkat seiring dengan peningkatan intensitas olahraga, baik tekanan sistolik, diastolik maupun tekanan rata-rata. Tekanan darah sistolik pada keadaan istirahat 120 mmHG meningkat menjadi 140-250 mmHg pada saat olahraga dengan intensitas maksimum untuk olahraga daya tahan yang melibatkan otot-otot besar pada orang terlatih. Peningkatan tekanan darah ini diakibatkan oleh peningkatan curah jantung Kusnanik dkk., 2011. Tabel 2.7 Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Orang Dewasa Kelas Tekanan Sistolik mmHg Tekanan Diastolik mmHg Optimal Normal Prahipertensi Hipertensi tahap-1 Hipertensi tahap-2 Hipertensi tahap-3 120 130 130-139 140-159 160-179 180 80 85 85-89 90-99 100-109 110 Sumber: Davine 2012. Meningkatnya hormon epinefrin saat latihan menyebabkan semakin kuatnya kontraksi otot jantung. Walaupun demikian tekanan sistolik tidak terus meningkat, karena epinefrin juga dapat menyebabkan vasodilatsi pembuluh darah. Dengan demikian kenaikan tekanan darah saat latihan akan dapat terjadi Guyton dan Hall, 2012. Dilatasi pembuluh darah saat latihan juga disebabkan oleh meningkatnya suhu tubuh. Banyaknya keringat yang keluar menyebabkan plasma darah keluar, volume darah menurun, sehingga tekanan darah naik berlebihan Gabriel, 2012. Tekanan darah sistolik maupun diastolik meningkat sangat tinggi ketika seorang atlet angkat besi mengangkat barbel. Tekanan sistolik dapat meningkat dari 120 mmHg sampai 180 mmHg dan bisa mencapai 480 mmHg. Tekanan ini menyebabkan meningkatnya tahanan perifer. Hal tersebut terjadi karena banyak otot rangka yang berkontraksi sehingga mendesak pembuluh-pembuluh darah. Tekanan yang naik cukup tinggi tersebut terjadi hanya sesaat, begitu angkatan dilepaskan akan turun kembali ke dalam keadaan normal. Agar tidak mengalami hal yang fatal maka diharapkan pada penderita tekanan darah tinggi, tidak melaksanakan olahraga dengan intensitas tinggi secara mendadak. Perlu disiapkan lebih dahulu semua otot telah panas agar pembuluh darah di seluruh tubuh vasodilatasi. Apabila pembuluh darah belum siap, sedangkan jantung memompa dengan kuat akan terjadi peningkatan tekanan darah yang cukup tinggi Kusnanik dkk., 2011. Perubahan yang dapat terjadi sesaat setelah berolahraga adalah penurunan tekanan darah hipotensi. Hipotensi adalah turunnya tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg dan diastolik sebesar 10 mmHg Setiati, 2006. Keadaan turunnya tekanan darah setelah berolahraga ini dikenal dengan istilah postexercise hypotension Pescatello dkk., 2004; Faraji dkk., 2010; Chen dan Bonhan, 2011; Delavar dan Faraji, 2011; Kenney dan Seals, 2011. Penurunan tekanan darah ini disebabkan karena vasodilatasi berkelanjutan otot dan pembuluh darah yang terjadi pada saat olahraga. Selama periode pemulihan dari aktivitas fisik, penurunan tekanan darah dimediasi oleh aktivitas saraf simpatik serta mekanisme vasodilatator lokal Lockwood dkk., 2005. Menurut Halliwill dkk. 2013, penurunan tekanan darah setelah latihan dengan intensitas sedang disebabkan karena perlawanan vaskular yang dimediasi oleh saraf otonom. Vasodilatasi pada otot dan pembulih darah disebabkan karena pemuaian otot dan darah yang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh Guyton dan Hall, 2012. Penurunan tekanan darah setelah olahraga, terjadi pengurangan aliran darah ke otak yang dipicu oleh berbagai hal, di antaranya adalah kemampuan jantung tidak kuat untuk memompa darah, kemampuan pembuluh darah untuk vasodilatasi atau vasokontriksi, dan cukup tidaknya darah dan cairan pada pembuluh darah. Peran cairan tubuh sangat penting karena banyak yang keluar untuk mengantarkan panas Guyton dan Hall, 2012. Pengurangan cairan tubuh menyebabkan suplai darah ke otak berkurang yang menyebakan berbagai gejala, seperti pening, kebingungan, mual dan pingsan. Berkurangnya aliran darah ke otak sebesar 20 atau kurang dari 60 mmHg menyebabkan kehilangan kesadaran Elfriadi, 2011. Hasil penelitian McDonald dkk. 2003, terhadap orang coba yang diberikan olahraga dengan intensitas 50 dan 75 VO 2 -maks selama 30 menit, kemudian masing-masing diukur tekanan darahnya pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 setelah aktivitas. Terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada menit ke-5 sampai ke-15 dan penurunan tertinggi pada ke dua kelompok terjadi sebesar delapan mmHg pada menit ke-5. Tekanan darah diastolik terjadi penurunan pada menit ke-5 sampai dengan menit ke-45 dan kembali setelah menit berikutnya. Setelah olahraga aerobik dengan intensitas 40 VO 2 -max selama 20-60 menit, terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 18 - 20 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 7 - 9 mmHg Kenney dan Seals, 2011. Penelitian lain yang mendukung terjadinya penurunan tekanan darah setelah latihan adalah penelitian Pescatello dkk. 2004, yang menguji efek dari olahraga dengan intensitas 40 VO 2 -max dan 60 VO 2 -max terhadap 49 orang. Didapatkan terjadi penurunan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik setelah latihan dibandingkan dengan sebelum pelatihan. Untuk menanggulangi terjadinya penurunan tekanan darah setelah latihan fisik, maka pemulihan, intensitas pemulihan dan waktu pemulihan sangat perlu diperhatikan. Oleh karena itu pendinginan merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk menghindari terjadinya penurunan tekanan darah setelah latihan fisik, sehingga tidak berakibat fatal terhadap tubuh Halliwill dkk., 2013 . e. Perubahan pendistribusian dan kandungan darah Olahraga dengan kontraksi intermiten pada betis selama enam menit terjadi peningkatan aliran sebesar 13 kali lipat dan terjadi penurunan aliran setiap kontraksi otot. Penurunan aliran hanya bersifat sementara karena otot rangka memeras darah intramuscular. Aliran darah selama keadaan istirahat sebesar 3,6 mL100g ototmenit dan aliran darah selama latihan maksimal sebesar 90 mL100g ototmenit atau terjadi peningkatan aliran darah maksimum sebanyak 25 kali lipat selama latihan maksimum dibandingkan saat istirahat. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan metabolisme otot yang menyebabkan vasodilatasi intramuscular. Penurunan hambatan pembuluh darah akan meningkatkan aliran sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan saat istirahat Guyton dan Hall, 2012. Peningkatan aliran darah juga disebabkan oleh peningkatan tekanan arteri sebesar 30 yang memaksa pembuluh darah vasodilatasi dan hasil akhirnya terjadi penurunan hambatan pembuluh darah Gabriel, 2012. Aliran darah meningkat tergantung dari aktivitas otot. Makin tinggi aktivitas otot, aliran darah semakin meningkat. Sebaliknya, makin rendah aktivitas otot aliran darah akan menurun. Distribusi darah dari otot yang aktif meningkat dari 650 cc menjadi 20.850 cc saat olahraga sedangkan pada usus terjadi penurunan distribusi darah dari 3100 cc saat istirahat menjadi 600 cc saat olahraga Kadir, 2010. Untuk menghindari berkurangnya aliran darah ke otot yang aktif, maka waktu makan sebelum berolahraga perlu diperhatikan. Makanan berat tidak dikonsumsi 2-3 jam sebelum olahraga, karena darah akan dialirkan ke pencernaan sebanyak 30 untuk proses pencernaan makanan. Hal ini akan mengurangi aktivitas otot dan penampilan akan berkurang Wilmore dkk., 2008; McArdle dkk., 2010. Pendistribusian darah ke berbagai bagian tubuh pada berbagai aktivitas fisik disajikan seperti Tabel 2.8. Darah terdiri dari 91 air, 8 protein, 0,9 mineral dan sisanya bahan organik seperti glukose, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol, dan asam amino, yang dijaga untuk mempertahankan homeostasis tubuh Pearce, 2012. Tabel 2.8 Pendistribusian Darah Pada Berbagai Intensitas Latihan Jaringan Istirahat 5800 cc Intensitas Ringan 9500 cc Intensitas Berat 17500 cc Intensitas Maks 25000 cc Otak jantung Otot Kulit Ginjal Saluran cerna Lain-lain 13 4 21 8,5 19 24 10,5 8 3,5 47 16 9,5 11,5 0,5 4 4 72 11 3,5 3,5 2 4 4 88 2,5 1 1 1 Sumber: Wilmore dkk. 2008. Kualitas darah berperan dalam menunjang kelangsungan metabolisme tubuh saat berolahraga. Kandungan oksigen dalam darah sangat penting diperhatikan mengingat oksigen sangat dibutuhkan dalam olahraga daya tahan. Oksigen yang cukup, metabolisme di dalam jaringan akan berlangsung dengan sempurna sehingga penumpukan asam laktat berlebihan tidak akan terjadi Guyton dan Hall, 2012. Dalam keadaan istirahat, kandungan oksigen dalam darah sebesar 20 mL O 2 100 mL darah pada arteri dan sebesar 14 mL di dalam vena yang dikembalikan ke jantung. Perbedaan sebesar enam mL disebut dengan a-v O 2 difference. Menurut Kusnanik dkk. 2011, pada saat beristirahat otot hanya mendapat 15-20 suplai darah, tetapi pada saat olahraga dengan intensitas tinggi otot mendapatkan 80-85 dari curah jantung. Pada saat dimulainya olahraga, otot yang aktif akan mendapatkan darah yang mengangkut oksigen lebih tinggi melalui rangsangan simpatik yang bersifat vasokontriksi. Sedangkan saat otot aktif sifat vasodilatatsi lokal lebih dominan. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan PH darah, tekanan O 2 dan adenosin monofosfat serta peningkatan suhu otot dan kadar CO 2 Barret dkk., 2012. Peningkatan intensitas olahraga, meningkatkan selisih O 2 antara darah arteri dan vena a-v O 2 difference secara progresif sampai tiga kali lipat dibandingkan pada saat istirahat, sehingga kandungan oksigen di dalam vena menurun. Penurunan ini disebabkan karena oksigen lebih banyak dimanfaatkan dalam proses metabolisme makanan. Kadar minimum O 2 vena sebesar empat mL100 mL darah. Jumlah ini karena percampuran antara darah dari jaringan yang aktif dengan darah dari jaringan yang tidak aktif. Kadar O 2 dari jaringan yang tidak aktif lebih tinggi daripada yang aktif Kusnanik dkk., 2011. Dalam hal ini pendistribusian darah sangat penting. Pada latihan yang cukup lama, jika tidak diimbagi dengan minum yang cukup, plasma darah dapat berkurang karena keluar melalui keringat. Dengan demikian volume darah juga akan berkurang sehingga hematokrit kadar butir darah akan meningkat Gabriel, 2012. Aktivitas fisik membutuhkan energi, sehingga energi harus diambil dari tempat penyimpanan. Lemak akan dipecah dari sel penyimpanan sehingga asam lemak dan gliserol dalam plasma akan meningkat. Glikogen dalam hati akan dipecah, sehingga glukosa darah saat latihan meningkat. Semakin tinggi intensitas latihan, katabolisme karbohidrat semakin tinggi agar gula darah tidak terlalu rendah Almatsier, 2013. Pada latihan interval dengan intensitasnya maksimal seperti yang sering diterapkan untuk meningkatkan kecepatan seperti sprint 100 meter berulang-ulang dapat terjadi penurunan glukose darah. Penurunan glukose darah disebabkan karena sel otot banyak menggunakan glukose, tetapi pembentukan glukose atau pemecahan dari glikogen hati berjalan dengan lambat Giriwijoyo, 2007. Banyak sel darah merah pecah karena benturan dengan alat atau lintasan pada saat olahraga sehingga konsentrasinya berkurang. Nilai normal pada laki-laki sebesar 16 gr dan pada wanita 14 gr dengan daya ikat terhadap O 2 sebesar 1,34 mL O 2 Pearce, 2012. Jika latihan dilaksanakan terus-menerus dan tidak ada hari untuk pemulihan maka sel darah akan semakin berkurang Guyton dan Hall, 2012. Akibatnya adalah menurunnya kadar Hb, dan menurunnya sistem imun terhadap penyakit infeksi Abbas dan Lichtman, 2005. Oleh karena itu dalam latihan, setiap minggu perlu adanya satu hari istirahat dengan tidur yang cukup Nala, 2011. Pendistribusian darah terjadi peningkatan pada otot yang terlibat dalam gerak untuk mencukupi kebutuhan latihan seperti lemak, gula untuk penyediaan energi dan mengangkut sisa metabolisme seperti air dan CO 2 . Semakin tinggi intensitas latihan, darah yang ke otot akan semakin meningkat McArdle dkk., 2010. 2.5.3.2 Efek kronik latihan Latihan aerobik akan menyebabkan menigkatnya ruang pada atrium maupun ventrikel jantung. Dengan demikian isi sekuncup stroke volume akan meningkat. Dengan meningkatnya isi sekuncup, maka untuk memenuhi kebutuhan oksigen maupun untuk mengangkut hasil produk metabolisme seperti karbon dioksida dan asam laktat, jantung tidak perlu memompa darah dengan frekuensi yang tinggi. Oleh karena itu atlet yang terlatih daya tahan aerobik, denyut nadi istirahatnya di bawah 60 denyut per menit, bahkan lebih rendah dari 50 atau 40 kali permenit. Janssen, 1993. Latihan airobik yang pemulihannya kurang dari satu kali per minggu, menyebabkan menebalnya otot jantung yang tidak diikuti meningkatnya ruang jantung, baik atrium maupun ventrikel. Penyedian energi jantung dalam keadaan normal secara aerobik menggunakan sumber energi lemak. Tetapi bila intensitas latihan ditingkatkan, frekuensi denyut jantung meningkat dan sumber penyediaan energi menjadi karbohidrat atau glukosa darah, dan jika glukosa tidak mencukupi maka akan menggunakan glikogen yang ada pada sel otot jantung. Jika latihan sering menggunakan glikogen otot jantung, dan bertahan pada frekuensi denyut nadi maksimal maka timbunan glikogen otot jantung akan meningkat. Peningkatan glikogen otot jantung akan menyebabkan penyempitan pembuluh koroner dan penebalan otot jantung Wilmore dkk., 2008. Menurut Hakim 2011, dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap penderita hipertensi dengan bersepeda santai selama dua bulan, dapat menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan sebelum pelatihan. Tekanan darah yang menurun secara signifikan adalah tekanan diastolik, tetapi tekanan sistolik secara statistik tidak menurun walaupun ada penurunan angka rerata tekanan. Hasil penelitian Syatria 2006, olahraga secara teratur selama 12 minggu pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik. Latihan aerobik juga meningkatkan jumlah pembuluh darah pada otot jantung, sehingga dapat mengurangi terganggunya aliran darah. Dengan banyaknya pembuluh darah, apabila ada pembuluh yang tersumbat, perannya diambil alih oleh pembuluh darah yang lain Wilmore dkk., 2008.

2.6 Metabolisme Energi