Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Islam

tujuh macam, yaitu zina, qadf menuduh zina, minum khamr, mencuri, hirabah membuat kerusakan di muka bumi, murtad dan bughat. Sangsi ini disebut pidana hudud karena sangsinya telah ditentukan dalam Al-Qur`an atau Sunnah Rasul Saw.., yaitu hukuman dengan dera seratus kali dan diasingkan setahun bagi pidana zina, sangsi dera bagi pidana minum khamr, sangsi potong tangan bagi pidana mencuri, sangsi dibunuh atau dibunuh dengan disalib bagi pidana hirabah, sangsi dibunuh bagi pidana murtad, sangsi dibunuh bagi pembangkang baghi ketika keluar dari pemimpin muslim. Adapun hikmah penetapan sangsi pada tindak pidana hudud karena tindak pidana ini adalah suatu yang paling bahaya terkait dengan kehidupan manusia di setiap waktu dan tempat. Pelaksanaan sangsi pidana hudud harus sesuai dengan batasan-batasan berikut: - Legal formal sangsi ini tidak dapat ditentukan kecuali oleh nash Al-Quran dan Sunnah dan tidak boleh ditentukan oleh qiyas karena pidana adalah ketentuan syariat sebagaimana bilangan shalat. - Sangsi ini tidak dapat dilakukan dengan adanya syubhat sebagaimana hadits Rasulullah Saw.: ”Jauhkan hudud dari syubhat, jika ada jalan maka hilangkanlah jalannya, karena imam lebih baik salah dalam memaafkan daripada salah dalam menghukum” HR at- Tirmidzi - Hudud tidak dapat bebas denga maaf dan pertolongan jika sudah diangkat kepada kadi atau hakim. Tetapi jika belum diangkat kepada hakim maka boleh dimaafkan dan menutupi pelakunya sebelum diangkat ke kadi. Dalil dari pembolehan ini adalah penolakan Rasulullah Saw. pada Zaid ketika datang untuk minta tolong meringankan hukuman seorang wanita Bani Makhzum yang mencuri. Rasul bersabda:” Wahai Usamah, apakah engkau ingin menolong dalam hudud Allah. Demi jiwa Muhammad Saw. yang ada ditanganya-Nya jika Fatimah binti Muhammad mencuri maka aku akan potong tangannya.“ HR Bukhari dan Muslim - Pelaksanaan hukum pidana hudud ini hanya dapat dilaksanakan oleh penguasa muslim atau yang mewakilinya.

23. Menjawab Subuhat Sekitar Sistem Pidana Islam

Di bawah ini disebutkan syubuhat penyimpangan yang dimunculkan sekitar sistem pidana dalam Islam dan jawabannya. a. Tuduhan usang dan tradisional Disebutkan sebagian orang bahwa sistem pidana dalam Islam adalah sistem yang sudah usang yang berlaku pada masyarakat tradisional dahulu sehingga tidak layak lagi bagi masyarakat sekarang. Karena undang-undang harus terjadi perkembangan agar sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi yang terjadi. Jawaban terhadap syubhat ini analogi dan pendapat ini adalah salah dan keliru. Pendapat ini memang tepat jika dialamatkan pada undang-undang dan hukum yang dibuat oleh manusia tetapi tidak benar jika diarahkan pada syariat Islam yang bersumber dari Allah SWT Rabb manusia. Dan analogi ini tidak benar sesuai dengan akal sehat, tidak mungkin dilakukan analogi dari apa yang dibuat oleh manusia dengan apa yang dibuat oleh Allah. Allah yang menciptakan langit, bumi dan seisinya, apakah manusia patut membangkang dengan segala ciptaaan Allah? Siapakah yang mengetahui rahasia manusia dan segala sesuatu yang dapat menghentikan kejahatanya jika bukan Rabb manusia. 2. Tuduhan kejam dan terbelakang Disebutkan juga bahwa sangsi dalam Islam secara umum kejam dan terbelakang tidak sesuai dengan kehormatan manusia dan kemajuan yang dicapainya berupa peradaban dan kemajuan. Jawaban atas syubhat ini adalah bahwa sangsi ini tidak dapat dilihat kejam atau keras kecuali bagi yang melihat dari satu sisi. Mereka melihat kesakitan yang dirasakan pelaku pidana dan tidak melihat pada sisi lainnya. Sisi lainnya yaitu: - Bahaya pidana pembunuhan yang dikhususkan Islam dengan sangsi tersebut, yaitu sangsi atas pelanggaran pembunuhan jiwa dan pidana hudud. Bagaimana mungkin memberikan toleransi bagi orang yang