Penetapan vonis zina Kajian Tafsir Ayat Ahkam Oleh Ahmad Sarw
Namun Imam Abu Hanifah ra. mengatakan bahwa tidak cukup hanya dengan sekali pengakuan, harus empat
kali diucapkan di majelis yang berbeda. Sedangkan pendapat Al-Hanabilah dan Ishaq seperti pendapat Imam
Abu Hanifah ra., kecuali bahwa mereka tidak mengharuskan diucapkan di emapt tempat yang berbeda.
Bila orang yang telah berikrar bahwa dirinya berzina itu lalu mencabut kembali pengakuannya, maka hukuman
hudud bisa dibatalkan. Pendapat ini didukung oleh Al- Hanafiyah, Asy-Syafi`iyyah dan Imam Ahmad bin Hanbal
ra. Dasarnya adalah peristiwa yang terjadi saat eksekusi Maiz yang saat itu dia lari karena tidak tahan atas lemparan
batu hukuman rajam. Lalu orang-orang mengejarnya beramai-ramai dan akhirnya mati. Ketika hal itu
disampaikan kepada Rasulullah SAW, beliau menyesali perbuatan orang-orang itu dan berkata,”Mengapa tidak
kalian biarkan saja dia lari ?”. HR. Abu Daud dan An- Nasai.
Sedangkan bila seseorang tidak mau mengakui perbuatan zinanya, maka tidak bisa dihukum. Meskipun
pasangan zinanya telah mengaku. Dasarnya adalah sebuah hadits berikut :
Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata bahwa dia telah berzina dengan seorang wanita. Lalu
Rasulullah SAW mengutus seseorang untuk memanggilnya dan menanyakannya, tapi wanita itu tidak mengakuinya.
Maka Rasulullah SAW menghukum laki-laki yang mengaku dan melepaskan wanita yang tidak mengaku.
HR. Ahmad dan Abu Daud
b. Saksi yang bersaksi di depan mahkamah Ketetapan bahwa seseorang telah berzina juga bisa
dilakukan berdasrkan adanya saksi-saksi. Namun persaksian atas tuduhan zina itu sangat berat, karena
tuduhan zina sendiri akan merusak kehormatan dan martabat seseorang, bahkan kehormatan keluarga dan juga
anak keturunannya. Sehingga tidak sembarang tuduhan bisa membawa kepada ketetapan zina. Dan sebaliknya, tuduhan
zina bila tidak lengkap akan menggiring penuduhnya ke hukuman yang berat.
Syarat yang harus ada dalam persaksian tuduhan zina adalah :
-
Jumlah saksi minimal empat orang. Allah berfirman,”
Dan terhadap wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu yang
menyaksikan”.QS. An-Nisa` : 15.
Bila jumlah yang bersaksi itu kurang dari empat, maka mereka yang bersaksi itulah yang harus dihukum
hudud. Dalilnya adalah apa yang dilakukan oleh Umar bin Al-Khattab terhadap tiga orang yang bersaksi atas
tuduhan zina Al-Nughirah. Mereka adalah Abu Bakarah, Nafi` dan Syibl bin Ma`bad.
Para saksi ini sudah baligh semua. Bila salah satunya belum baligh, maka persaksian itu tidak syah.
-
Para saksi ini adalah orang-orang yang waras akalnya.
-
Para saksi ini adalah orang–orang yang beragama Islam.
-
Para saksi ini melihat langsung dengan mata mereka peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke dalam
kemaluan wanita yang berzina.
-
Para saksi ini bersaksi dengan bahasa yang jelas dan vulgar, bukan dengan bahasa kiasan.
-
Para saksi melihat peristiwa zina itu bersama-sama dalam satu majelis dna dalam satu waktu. Dan bila
melihatnya bergantian, maka tidak syah persksian mereka.
-
Para saksi ini semuanya laki-laki. Bila ada salah satunya wanita, maka persaksian mereka tidak syah.
Di luar kedua hal diatas, maka tidak bisa dijadikan dasar hukuman hudud, tetapi bisa dilakukan hukuman ta`zir
karena tidak menuntut proses yang telah ditetapkan dalam syariat secara baku.
Bahkan bila ada seorang wanita hamil dan tidak ada suaminya, tidak bisa langsung divonis telah berzina. Tetap
diperlukan pengakuan atau persaksian. Ini adalah pendapat jumhur ulama.
Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib bertanya kepada wanita yang hamil di luar nikah,”Apakah kamu
dipaksa berzina ?”. “Tidak”. “Barangkali ada laki-laki yang menidurimu saat kamu tidur ? “. . .
Hanya Imam Malik ra. yang mengatakan bahwa bila ada wanita hamil tanpa suami dan tidak ada indikasi
diperkosa, maka wanita itu harus dihukum hudud.
Tafsir ayat-ayat Hijab Wanita