Qishash dalam syariat Islam

Al-Quran telah melarang manusia untuk membunuh dalam banyak ayat “Janganlah engkau bunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak” al-Israa: 33. Disebutkan dalam hadits:” Lenyapnya dunia lebih ringan disisi Allah dari terbunuhnya seorang muslim” HR Muslim. Dalam hadits lain: ”Jauhilah tujuh dosa yang membahayakan. Dikatakan, wahai Rasulullah Saw. apa saja? “ Rasul bersabda:” Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan harta anaka yatim, memakan harta riba, lari dari medan perang dan menuduh zina wanita shalihat mukminat.” HR Bukhari dan Muslim c. Jenis-jenis Pembunuhan Pembunuhan yang diancam keras sebagaimana disebutkan dalam hadits adalah pembunuhan yang disengaja qatlul amd dan bukan pada semua bentuk pembunuhan. Jumhur ulama membagi pembunuhan menjadi tiga macam : pembunuhan disengaja qatlul amd, pembunuhan setengah disengaja al-qotlu syibhul amd dan pembunuhan salah al-qatlu al-khata.  Pembunuhan Disengaja Pembunuhan disengaja adalah tindakan pelaku pembunuhan yang sengaja membunuh seorang manusia yang bebas darahnya, seperti seorang yang dengan sengaja membunuh dengan pistol atau senjata atau sarana lainnya. Qatlul Amd dapat terjadi dengan cara langsung atau dengan sebab, seperti merusak bagian penting mobil seseorang yang berakibat pada kematian sopirnya atau yang menaikinya. Banyak lagi bentuk pidana yang sifatnya tidak aktif atau biasa disebut al-jara-im as-salbiyah Pidana Pasif yang masuk pada pembunuhan disengaja. Jika lebih dari seorang terlibat dalam pembunuhan, sedang mereka sengaja melakukannya , maka kondisi tersebut masuk dalam pembunuhan disengaja dan setiap orang terkena sangsi pembunuhan disengaja. Pendapat tersebut diikuti sebagian besar Fuqaha dan pendapat Umar ibnul Khattab r.a.. Diriwayatkan oleh Said ibnul Musayyib bahwa Umar ibnul Khattab membunuh tujuh orang penduduk Sana yang membunuh satu orang dan berkata:” Jika penduduk Sana membangkang maka akan aku bunuh semuanya” Riwayat Imam Malik Az-Ziliy Nasbur Rayah 4353  Pembunuhan Setengah Disengaja Pembunuhan setengah disengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang secara tidak sengaja dan tidak bermaksud membunuhnya tetapi hanya bermaksud melukainya, tetapi menimbulkan kematiannya. Perbedaannya dengan qatlul amd ada dua, yaitu pada niat atau maksud pelakuknya dan pada sarana yang dipakai. Dalam qatlul amd pelaku memang bermaksud membunuhnya dan sarana yang dipakai pun secara dominan dapat digunakan untuk membunuh seperti; pedang, pistol dan lain-lain. Adapun al-qatlu syibhul amd pelakunya tidak berniat membunuhnya dan alat yang digunakannya biasanya tidak membunuh. Pendapat ini diyakini oleh jumhur ulama sebagaimana dalil hadits dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda: “ Dua orang wanita dari suku Hudzail saling bunuh. Seorang diantara mereka melempar dengan batu dan membunuhnya dan janin yang ada dalam perutpun meninggal. Maka orang-orang datang pada Rasul Saw. meminta fatwa. Kemudian beliau memutuskan bahwa bagi mereka yang membunuh terkena sangsi dengan membayar diyat anaknya seorang hamba lelaki atau perempuan dan memutuskan untuk membayar diyat wanita bagi keluarga si pembunuhnya.” HR Bukhori  Pembunuhan Salah Tindakan pelaku pembunuhan yang tidak ada maksud membunuh dan tidak pula menyakitinya tetapi terjadi korban karena kesalahan. Dan pembunuhan salah disebut pidana sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur`an: ” Tidak boleh seorang mukmin membunuh mukmin lain kecuali karena salah. Barangsiapa membunuh karena salah maka harus memerdekakan budak mukmin dan membayar diyat yang diberikan kepada keluarganya ….” an-Nisaa: 92. Sangsi Qatlul Amd Sangsi atas tindakan pidana kriminal pembunuhan secara sengaja dalam Islam adalah qishash, kecuali keluarga pihak terbunuh memaafkannya. Dan jika memaafkan maka harus membayar diyat, kecuali juga membebaskannya. Dan jika keluarga terbunuh memaafkannya dari qishash dan diyat maka pemerintah harus memberikah hukuman yang setimpal. Allah SWT berfirman:” Telah diwajibkan qishash pada pembunuhan” al- Baqarah 178. “Dan dalam qishash ada kehidupan,bagi kaum yang berfikir” al-Baqarah 179. Sangsi dalam penjatuhan hukuman qishash tidak boleh mengenai pihak yang tidak berdosa. Misalnya seorang wanita hamil yang terkena qishash maka tidak boleh diqishash sampai melahirkan dan menyusui secara cukup, sesuai firman Allah:” Tidak boleh berlebih- lebihan dalam membunuh” al-Israa: 33 Dan ayat lain:” Tidak boleh seseorang menanggung kesalahan orang lain.” al- Anam 164

22. Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Islam

Pidana hudud adalah pidana yang sangsinya ditentukan syariat, tidak ada penambahan dan pengurangan dan kadi atau hakim tidak memiliki hak mengubah selain melaksanakan sesuai syarat-syaratnya. Pidana Hudud ada tujuh macam, yaitu zina, qadf menuduh zina, minum khamr, mencuri, hirabah membuat kerusakan di muka bumi, murtad dan bughat. Sangsi ini disebut pidana hudud karena sangsinya telah ditentukan dalam Al-Qur`an atau Sunnah Rasul Saw.., yaitu hukuman dengan dera seratus kali dan diasingkan setahun bagi pidana zina, sangsi dera bagi pidana minum khamr, sangsi potong tangan bagi pidana mencuri, sangsi dibunuh atau dibunuh dengan disalib bagi pidana hirabah, sangsi dibunuh bagi pidana murtad, sangsi dibunuh bagi pembangkang baghi ketika keluar dari pemimpin muslim. Adapun hikmah penetapan sangsi pada tindak pidana hudud karena tindak pidana ini adalah suatu yang paling bahaya terkait dengan kehidupan manusia di setiap waktu dan tempat. Pelaksanaan sangsi pidana hudud harus sesuai dengan batasan-batasan berikut: - Legal formal sangsi ini tidak dapat ditentukan kecuali oleh nash Al-Quran dan Sunnah dan tidak boleh ditentukan oleh qiyas karena pidana adalah ketentuan syariat sebagaimana bilangan shalat. - Sangsi ini tidak dapat dilakukan dengan adanya syubhat sebagaimana hadits Rasulullah Saw.: ”Jauhkan hudud dari syubhat, jika ada jalan maka hilangkanlah jalannya, karena imam lebih baik salah dalam memaafkan daripada salah dalam menghukum” HR at- Tirmidzi - Hudud tidak dapat bebas denga maaf dan pertolongan jika sudah diangkat kepada kadi atau hakim. Tetapi jika belum diangkat kepada hakim maka boleh dimaafkan dan menutupi pelakunya sebelum diangkat ke kadi. Dalil dari pembolehan ini adalah penolakan Rasulullah Saw. pada Zaid ketika datang untuk minta tolong meringankan hukuman seorang wanita Bani Makhzum