Pengelolaan Populasi Pembahasan 1. Jumlah Individu, Nisbah kelamin dan Struktur Umur

51 perpindahan dari tempat satu ke tempat lainnya. Labi-labi di tempat-tempat tersebut dapat dikatakan merupakan populasi tersendiri dengan jumlah individu yang kecil. Kolam-kolam masyarakat sebagian besar sudah dibuat permanen dengan dikelilingi tembok yang tidak dapat dinaiki oleh labi-labi. Bila labi-labi masuk ke kolam masyarakat maka labi-labi tidak dapat keluar kolam. Hal ini menyebabkan ancaman terhadap kelestarian labi-labi di habitat alaminya. Sungai di Desa Belawa tidak seluruhnya digenangi air hanya sebagian kecil saja sehingga ketika melakukan perpindahan akan terlihat oleh masyarakatmanusia. Menurut Plummer et al. 2008, tindakan sederhana yang perlu dilakukan untuk dapat mengurangi dampak gangguan dari bahaya dan gangguan adalah dengan mempertahankan koridor penyebaran labi-labi dari dan ke hilir sungai. Strategi lain adalah dengan menyambungkan kembali landskap yang memungkinkan labi- labi dapat berinteraksi Hamer Mark 2008. Populasi labi-labi dikolam sudah menunjukkan gejala populasi berlebih yang ditandai adanya luka-luka pada karapas yang ada di seluruh labi-labi. Satwa liar untuk mempertahankan hidupnya membutuhkan pakan dan ruang. Labi-labi di kolam Cikuya diberi makan berupa ayam mentah sebanyak 0,5 kg per hari untuk 37 individu. Jumlah ini dirasakan sangat kurang karena labi-labi yang besar saja dapat menghabiskan seluruh makanan. Berat badan ke-37 individu labi-labi dikolam Cikuya bila dikalikan dengan berat badan rata-rata labi-labi disetiap kelas umur menurut Kusrini 2007 adalah 79,75 kg. Menurut Amri Khairuman 2002, jumlah pakan yang diberikan untuk labi-labi sebanyak 3-5 dari berat tubuhnya, sehingga kebutuhan pakan labi-labi di Cikuya adalah 2,693 – 4,489 kg per hari. Kekurangan pakan ini menyebabkan labi-labi berebut makanan. Labi- labi yang berumur lebih muda akan mengalah dan tidak berani berebut makanan dengan yang lebih dewasa sehingga akan menunggu kesempatan untuk mengambil makanan. Kekurangan pakan ini juga ditunjukkan dengan perilaku labi-labi yang sering naik ke daratan untuk mengecek makanan walaupun makanan sudah habis. Kebutuhan ruang atau tempat untuk labi-labi adalah 10 m² Soewarno 1996, diacu dalam Amri Khairuman 2002. Luas kolam Cikuya adalah 192,75 m², sehingga kapasitas kolam ini idealnya hanya dapat menampung 19 individu saja 52 padahal terdapat 37 individu labi-labi. Hal ini berdampak labi-labi ketika bergerak akan selalu bertemu dengan labi-labi lain sehingga terjadi perebutan ruang. Perkelahiaan antar labi-labi disebabkan sedikitnya ruang yang ada dibandingkan dengan jumlah labi-labi yang ada di kolam Cikuya. Luas perairan kolam cikuya seluas 121,64 m², sedangkan jumlah labi-labi di kolam tersebut sebanyak 37 individu sehingga ruang rata-rata untuk 1 individu adalah 3,29 m². Setiap labi-labi bergerak akan bertemu dengan labi-labi lainnya. Akibat over populasi ini menyebabkan labi-labi sering berkelahi. Semua labi-labi banyak yang terluka karena terkena gigitan. Seluruh karapas labi-labi mengalami gigitan terutama dibagian belakang hingga mengeluarkan darah, bahkan ada satu individu labi-labi dewasa muda yang sobek karapas belakangnya. Labi-labi di kolam Cikuya melakukan adaptasi dengan keadaan ini dengan melakukan aktivitas yang menyimpang. Terdapat satu ekor labi-labi yang berperilaku menyimpang. Labi-labi tersebut berada di darat taman kolam yaitu dibawah pohon beringin dari malam hingga sore hari. Hal ini diduga guna menghindari perkelahian atau bertemu labi-labi yang lebih besar. Lokasi labi-labi di parit atau kolam yang hanya terdiri dari 1 individu dewasa sebaiknya diberi lawan jenisnya. Labi-labi di kolam Cikuya dapat dikurangi jumlahnya dan dilepasliarkan di kolam-kolam masyarakat atau parit. Beberapa tukik hasil penetasan hendaknya di lepasliarkan untuk menjamin keberadaannya di habitat alaminya. Pengelolaan telur labi-labi telah menunjukkan hasil yang cukup baik walaupun ditangani secara sederhana. Tingkat keberhasil penetasan telur labi-labi di Desa Belawa sebesar 61,50. Angka ini dapat ditingkatkan dengan mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya keberhasilan penetasan terutama meminimalisir adanya guncangan pada telur labi-labi yang akan ditetaskan dari proses pengambilan telur, pengangkutan telur dari sarang telur ke bak penetasan dan selama proses penetasan. Penanganan telur labi-labi di Desa Belawa belum dilakukan dengan standar yang sama. Pemindahan telur labi-labi ke bak penetasan tidak selalu menggunakan ember yang berisi pasir, namun terkadang dengan menggunakan 53 kresek plastik saja. Cara ini dapat meningkatkan goncangan pada telur sehingga akan mempengaruhi presentase keberhasilan penetasan telur labi-labi Kuswadi et al. 2010. Fasilitas tempat penetasan telur labi-labi berupa ember besar berjumlah 3 buah saja. Telur-telur yang dihasilkan dari beberapa indukan dicampur kedalam 3 ember tersebut dan digeser-geser ketika ada telur baru. Labi-labi sekali bertelur berjumlah 7-15 buah. Ukuran ember seharusnya disesuaikan dengan jumlah telur tersebut, sehingga satu ember berisi satu jenis telur yang berasal dari satu induk. Pendataan telur terkait tanggal bertelur, asal telur indukan, jumlah telur dan perkiraan menetas belum dilaksanakan. Pendataan ini sebenarnya sangat diperlukan, karena pengelola dapat mempersiapkan diri ketika ada informasi mengenai waktu menetasnya telur. Permasalahan yang ada yakni pada peluang hidup tukik menjadi remaja. Kolam penangkaran untuk pembesaran tukik di Desa Belawa tidak mendapatkan sinar matahari secara langsung. Sinar matahari tertutup asbes bangunan. Substrat dasar kolam berupa pasir murni tanpa campuran tanah dan air kolam di desain tidak ada sirkulasinya atau tidak adanya aliran air. Keadaan ini berbeda dengan kondisi habitat labi-labi di parit. Substrat di parit tersusun dari pasir dan tanah. Air tergenang dengan arus yang lambat namun selalu mengalir. Sinar matahari dapat langsung masuk ke air yang berfungsi untuk fotosintesis dan penghasil oksigen dalam air. Perbedaan kondisi tersebut diduga yang menyebabkan adanya jamur dan bakteri yang mengakibatkan kematian tukik. Terdapat 35 ekor tukik labi-labi yang mati yang diduga disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila dan jamur dari famili Saprolegniaceae. Menurut Yardimci Yilmas 2011, Aeromonas hydrophila merupakan salah satu jenis bakteri yang sering menimbulkan penyakit yang menyerang ikan air tawar seperi mujair. Gejala yang ditunjukkan jika terserang bakteri ini adalah lemah, kulit kemerahan dan perut buncit. Masa inkubasi bervariasi 2-4 hari yang tergantung dari kondisi dan perlawanan ikan, kondisi lingkungan dan musim. Dalam kondisi akut dapat menyebabkan kematian secara cepat. Meskipun bakteri ini dikenal sebagai pathogen namun bakteri ini juga membuat mikroflora usus agar ikan sehat. Keberadaan bakteri ini sendiri tidak menyebabkan penyakit. 54 Perubahan suhu secara tiba-tiba, pakan yang tidak memadai dan kondisi oksigen merupakan faktor predisposisi yang berkontribusi adanya infeksi A. hydrophila. Hal ini juga disampaikan oleh Saparianto 2012 bahwa bakteri A. hydrophila tidak selalu menimbulkan wabah, tetapi sifatnya laten dan akan menyerang pada saat kondisi lingkungan atau ikan memburuk. Uzbilek Yildiz 2002 mengemukakan bahwa dalam waktu 2 bulan tingkat kematian ikan mas yang terserang oleh bakteri ini mencapai 70. Menurutnya, kematian ikan didukung oleh adanya stress pada ikan dan faktor makanan. Bakteri ini jarang menyerang pada ikan yang sehat tetapi dapat menginfeksi pada saat system pertahanan tubuh ikan sedang menurun akibat stess. Ikan dapat mengalami stres apabila terkondisikan pada penanganan yang kurang baik, kepadatan yang terlalu tinggi, nutrisi yang tidak memadai dan kualitas air yang buruk. Beberapa faktor kualitas air yang dapat menyebabkan ikan rentan terserang A. hydrophila antara lain tingginya kandungan nitrit, rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam air atau tingginya kandungan karbon dioksida terlarut. Berdasarkan hasil uji laboratorium kandungan nitrit di kolam pemeliharaan tukik sebesar 1,15 ppm. Nilai ini jauh melebihi batas baku mutu untuk budidaya sebesar 0,03. Tukik yang sakit terserang jamur dan bakteri telah ditangani dengan direndam dalam larutan pembasmi kuman serta pembersihan kolam. Tukik-tukik tersebut dikembalikan lagi ke kolam dan ada yang dibawa pulang ke rumah-rumah pengelola. Tukik yang dibawa ke rumah ternyata tidak ditangani lebih intensif karena kesibukan pengelola dalam pekerjaannya. Labi-labi tidak dipisahkan dalam satu kolam karantina karena kapasitas kolam yang tidak memadai. Hal ini dapat berdampak adanya penularan jamur atau bakteri ke tukik lainnya. Menurut Sari 2011, pencegahan infeksi bakteri A. hydrophila pada ikan nila dengan cara pemberian ekstrak etil asetat rimpang temu ireng Curcuma aeruginosa. Ikan nila direndam dalam air yang telah dicampur bakteri A. hydrophila dan ekstrak etil asetat rimpang temu ireng konsentrasi 40 mlL. Selama perendaman, ikan nila akan mengalami stress, sering ke permukaan air, dan selanjutnya diam di dasar akuarium. Respon makan ikan nila menurun hingga 55 50 setelah perendaman, namun setelah 2-3 hari dari waktu perendaman, nafsu makan akan pulih kembali. Jamur dari famili Saprolegniaceae merupakan jamur yang sering menjadi kendala dalam budidaya ikan. Beberapa faktor yang sering memicu terjadinya infeksi jamur adalah penanganan yang kurang baik sehingga menimbulkan luka pada tubuh ikan, kekurangan gizi, suhu dan oksigen terlarut yang rendah. Menurut Saparianto 2012, jamur jenis ini menyerang pada bagian yang mengalami luka dan akan merambat ke jaringan yang tidak terluka. Penyakit ini menular terutama melalui spora di air. Gejala-gejalanya dapat dilihat secara klinis adanya benang-benang halus menyerupai kapas yang menempel pada luka Saparinto 2012. Tukik-tukik yang dulu terkena penyakit pada tahun 2010 dan 2011 masih dijumpai di parit-parit. Hal ini mengindikasikan bahwa labi-labi dapat bertahan di parit-parit dan habitat alami yang berupa parit dan kolam masyarakat lebih baik dibandingkan dengan kolam pembesaran. Menurut Spink et al 2002, salah satu strategi untuk meningkatkan ukuran populasi adalah dengan intoduksi satwa, namun untuk Desa Belawa kegiatan restocking atau penambahan stock labi-labi di alam lebih tepat. Masalah lain yang dapat mengurangi kerhasilan konservasi labi-labi di Desa Belawa adalah tenaga pengelola. Pengelolaan kolam-kolam dilakukan oleh POKMASWAS Kelompok Masyarakat Pengawas Kuya Asih Mandiri. Kelompok ini telah berjalan selama 4 tahun, namun semenjak kematian labi-labi pada tahun 2010 kelompok ini kurang aktif lagi. Ketua dan beberapa pengurus sudah tidak aktif lagi. Pengelolaan pelestarian labi-labi di kolam-kolam dilaksanakan oleh beberapa orang saja yang didasarkan oleh kepedulian mereka. Honor dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon sebanyak Rp 150.000,00 per orang untuk 2 orang pengurus saja dirasakan kurang. Nilai ini dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehingga mereka melakukan kegiatan pengelolaan sebagai pekerjaan sambilan saja. Pengelolaan labi-labi seharusnya menjadikan parit-parit dan kolam-kolam yang ada di desa merupakan kesatuan habitat labi-labi dan pengelolaan secara terpadu. Kebersihan parit perlu diperhatikan karena saat ini kesadaran masyarakat 56 termasuk pengelola dalam membuang sampah-sampah masih rendah Gambar 24. Gambar 24 Beberapa lokasi penumpukkan sampah masyarakat; a dan c parit dekat kolam Cikuya, b curug. Sampah-sampah plastik yang ada di paritsungai dapat menjadi ancaman bagi labi-labi. Menurut informasi dari masyarakat labi-labi yang kecil ada yang terperangkap dalam plastik sehingga labi-labi tersebut mati. Pengelolaan kura- kura di beberapa wilayah telah dilakukan terutama di daerah urban. Hal itu ditujukan untuk memperbaiki populasi kura-kura di habitat yang dekat dengan kehidupan manusia. Menurut Spink 2002 elemen kunci untuk mempertahankan populasi yang sehat E. marmorata di saluran air perkotaan tampaknya mudah dan dapat dicapai. Elemen-elemen kunci tersebut yaitu habitat kura-kura harus dipertahankan agar sesuai dengan persyaratan hidup kura-kura. Habitat bersarang dan berjemur adalah dua elemen kunci yang sering hilang, dan kedua habitat tersebut harus selalu ada dalam ekosistem yang dikelola. Penelitian yang dilakukan oleh Plummer et al. 2008 merekomendasikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonservasi labi-labi. Rekomendasi tersebut yaitu memelihara kolam dan sungai sealami mungkin, memelihara koridor yang menjadi penyebaran satwa, mempertahankan proporsi daratan dan perairan, menentukan langkah-langkah untuk melindungi populasi labi-labi terutama untuk melindungi dan mengurangi kematian labi-labi dewasa. Kolam-kolam masyarakat yang saat ini telah berubah menjadi permanen tentunya harus diberi koridor berupa jalan keluar kolam, sehingga labi-labi dapat berpindah dari kolam satu ke kolam lainnya bahkan ke parit. Lokasi-lokasi yang menjadi tempat hidup labi-labi dapat terhubungkan sehingga labi-labi dewasa dapat melakukan perkawinan. a b c 57

4.2.4. Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat Desa Belawa sangat mendukung kelestarian labi-labi. Menurut Alikodra 2002, tingkat kesadaran masyarakat berpengaruh terhadap upaya perlindungan. Pengetahuan masyarakat Desa Belawa terhadap keberadaan labi-labi merupakan faktor yang penting terhadap peningkatan kepedulian kelestarian labi-labi. Seluruh masyarakat 100 pernah melihat secara langsung baik di kolam atau di parit. Kepercayaan mereka mengenai asal usul labi-labi yang berasal dari sobekan Alquran menjadikan satwa ini dikeramatkan di Desa Belawa. Kepercayaan ini sangat baik untuk melestarikan satwa ini sehingga orang akan takut untuk mengkonsumsinya. Masyarakat Desa Belawa yang memiliki kolam 62,51 lebih memilih agar labi-labi hidup di kolamnya karena mereka percaya bahwa labi-labi tidak menjadi predator ikan-ikan peliharaannya. Selain itu, mereka percaya jika labi-labi hidup di kolam mereka akan lebih aman jika terjadi serangan penyakit seperti yang terjadi pada tahun 2010. Beberapa kepala keluarga yang memiliki kolam menghendaki dan bersedia kolamnya dijadikan tempat pemeliharaan labi-labi agar semakin berkembang. Mereka juga bersedia jika kolamnya didesain agar sesuai dengan kebutuhan hidup labi-labi. Di sisi lain, sebagian masyarakat 37,49 bersikap untuk mengeluarkan labi-labi dari kolam mereka untuk diserahkan ke pengelola agar dapat dikelola lebih baik. Sikap masyarakat ini sebenarnya merupakan suatu sikap kepercayaan terhadap pengelolapengurus POKMASWAS yang berdampak positif. Pengurus POKMASWAS juga diperbolehkan mengecek kolam-kolam masyarakat dan diijinkan untuk mengambil labi-labi yang ada di kolam mereka. Sikap ini juga memberikan peluang atau dukungan terhadap pengelolaan atau langkah-langkah pengelolaan yang akan dilakukan untuk melestarikan labi-labi. Kepedulian masyarakat terhadap labi-labi di Desa Belawa juga ditunjukkan dengan pembangunan museum labi-labi di kawasan Cikuya. Kelompok- kelompok masyarakat dan paguyuban memberikan dana sebanyak 18 juta untuk pembangunan museum sebagai tempat untuk mengenang labi-labi yang telah mati pada tahun 2010. Lokasi ini sebagai sarana untuk menyadarkan masyarakat agar lebih meningkatkan kepeduliannya terhadap pelestarian labi-labi. 58 Dari hasil kuisioner, sebanyak 5,15 masyarakat pernah mengkonsumsi daging labi-labi dan sebanyak 10,31 pernah mengkonsumsi telur labi-labi. Perilaku masyarakat ini terjadi hingga sebelum tahun 2010 yakni sebelum adanya wabah kematian yang menurunkan populasi labi-labi. Keprihatinan masyarakat terhadap kematian labi-labi telah menurunkan keinginannya untuk mengkonsumsi daging atau telur labi-labi, walaupun mereka percaya jika telur labi-labi mempunyai multi manfaat. Masyarakat di luar Desa Belawa sering melakukan aktivitas mencari ikan di sungai-sungai atau parit di Desa Belawa. Mereka mengambil dengan cara menyetrum ikan yang sekaligus juga mengenai labi-labi. Banyak labi-labi yang diambil oleh masyarakat luar Desa Belawa. Lokasi yang dicuri biasanya yang berada di batas-batas desa Belawa yang jauh dari perkampungan masyarakat. Hasil penangkapan dijual ke pengumpul yang ada di Cirebon. Menurut Spink et al 2002, kontrol terhadap populasi kura-kura E. marmorata merupakan langkah penting dalam melindungi satwa tersebut. Kontrol tersebut dapat berupa aturan pelarangan penjualan kura-kura hidup untuk bahan makanan dan perlunya penyadaran masyarakat. Masyarakat Desa Belawa tidak ada yang berkeinginan untuk menjual labi-labi dan saat ini mereka tidak lagi mengkonsumsi daging labi-labi. Seluruh masyarakat menghendaki agar keberadaan labi-labi di Desa Belawa dapat dipertahankan. Aturan desa terhadap keberadaan labi-labi belum ada. Masyarakat lebih dominan 93,81 menghendaki adanya aturan untuk melindungi labi-labi dari pemanfaatan telur dan daging labi-labi. Mereka berkeinginan agar labi-labi dapat berkembangbiak, peningkatan kepedulian dan perhatian dari masyarakat, perangkat desa dan pemerintah terhadap keberadaan labi-labi, perbaikan sarana dan prasarana pengelolaan serta adanya sangsi-sangsi terhadap orang yang mengambilmencuri labi-labi. Terdapat pula masyarakat yang menginginkan agar labi-labi di habitatnya dibiarkan saja. Keberadaan labi-labi lain seperti labi-labi Cina yang masih ditemukan di kolam masyarakat dikhawatirkan akan berakibat buruk terhadap labi-labi lokal. Keberadaan labi-labi labi-labi Cina dan labi-labi Brasil yang dulu pernah ada harus dimusnahkan, karena keberadaan jenis-jenis ini dikhawatirkan menjadi

Dokumen yang terkait

The Knowledge And The Attitudes Of Married Women In The Pap Smear In Village Of Purnama District Of West Dumaiin 2013

0 37 83

Studi Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kura-kura Belawa (Amyda cartilaginea Boddaert) di Desa Belawa, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

0 13 62

The Extension Workers' Competency In Developing Small Agribusiness Capital In The District Of Bogpr, West Java

0 11 8

Cost Analysis of Madu Odeng in Bantar Jaya Village Bogor District, West Java

0 24 146

Pertumbuhan Juvenil Labi-labi, Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) (Reptilia: Testudinata: Trionychidae) Berdasarkan Pemberian Jenis Pakan Yang Berbeda, Dalam Upaya Domestikasi Untuk Menunjang Konservasi Di Desa Belawa, Kabupaten Cirebon

1 11 88

The Response of Smallholder Private Forest Bussines Actors About The Origin Certificate of Wood (Case Studies in Jugalajaya Village, Jasinga District, Bogor Regency, West Java).

0 6 72

The Internalization Cost of Conservation Practices of Potato Farming in Serayu Watershed (Case study in Igirmranak Village, Kejajar Sub- District, Wonosobo District).

0 4 246

Characteristic of Catchment Habitat and Demographic Parameter of Harvested Population of Amyda cartilaginea (Boddaert 1770) in Central Kalimantan Province

1 27 227

Trading System, Demographic Parameters of Harvested Population and Habitat Characteristics of Asian soft-shell turtle (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) in Jambi Province

0 19 227

Pemeliharaan Labi-labi (Amyda cartilagínea Boddaert, 1770) dan Uji Coba Preferensi Pakan Anakan di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa, Kabupaten Serang

0 8 95