14 Upaya yang dilakukan untuk pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten
Cirebon yang berdataran rendah, adalah mengganti sapi perah Friesian Holstein yang dipelihara para peternak selama ini dengan sapi perah yang relatif tahan
terhadap suhu udara yang panas. Sapi perah yang relatif tahan terhadap suhu udara yang panas antara lain adalah Milking Shorthorn, Ayrshire, ataupun hasil
persilangan sapi perah tersebut dengan sapi perah Friesian Holstein. Dengan demikian, pengembangan usaha pemeliharaan sapi perah dapat juga dilakukan di
daerah dataran rendah. Saat ini, sapi perah FH dapat dipelihara di daerah panas atau berketinggian
di bawah 500 m dari permukaan laut dengan suhu di atas 22 C, misalnya di DKI
Jakarta Firman 2010. Dilaporkan, jumlah populasi sapi perah di DKI Jakarta mencapai 3.446 ekor di tahun 2007, namun jumlah produksinya rendah, hanya
rata-rata 6 kgekorhari Ditjen Peternakan 2007. Selain itu, teknologi sekarang memungkinkan juga sapi perah FH dipelihara di daerah panas, yaitu dengan
menggunakan teknologi close house system yang memanipulasi suhu dan kelembaban udara di dalam kandang, sehingga sapi perah FH merasa seperti di
daerah subtropis. Konsekuensinya adalah investasi pembangunan kandang pun akan semakin tinggi. Oleh karena itu, berdasarkan Davis 1962 dalam Muljana
1982 menyatakan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mendirikan kandang sapi perah, yaitu : 1 lokasi, 2 iklim, 3 biaya
pembangunan, dan 4 kegunaan dari bangunan.
2.2 Karakteristik Peternak dan Usaha Sapi Perah di Indonesia
Keberhasilan usaha sapi perah memiliki keterkaitan dengan karakteristik psikologis dan sosial peternak sapi perah. Peternakan sapi perah di Indonesia
didominasi oleh peternakan sapi perah rakyat. Skala kepemilikan peternakan sapi perah rakyat berkisar 3-4 ekorkepala keluarga. Untuk meningkatkan produksi
susu dan produktivitas sapi perah, idealnya peternak dapat mengusahakan ternaknya bukan sebagai usaha sambilan, melainkan harus sebagai usaha pokok.
Agar usaha sapi perah dapat menjadi usaha pokok, maka setiap peternak diharapkan dapat memiliki skala usaha 10-15 ekor atau rata-rata tujuh hingga
delapan ekor sapi laktasi Tri 2003.
15 Peternak sapi perah yang mengarah profesional antara lain dicirikan oleh
tingkat kepemilikan sapi perahnya rata-rata 10 ekor atau lebih, pengetahuannya dalam teknik beternak cukup memadai, dan memiliki pandangan ekonomi atas
usaha sapi perahnya Winaryanto 2010. Ada beberapa ciri psikologis yang menonjol dari peternak menurut Winaryanto 2010, yaitu 1 memiliki persepsi
yang positif terhadap usaha sapi perahnya, 2 adanya keinginan untuk berhasil atau sukses, 3 memiliki kepercayaan yang kuat atas kemampuan diri sendiri,
4 memiliki pemikiran atau antisipasi usaha ke depan, dan 5 memiliki ketangguhan dan keuletan. Upaya peternak untuk meningkatkan keberhasilan
usahanya yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, memperhitungkan keberhasilan usaha, dan upaya memperoleh umpan balik.
Hasil penelitian Kaliky dan Nur Hidayat 2002 di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, menyimpulkan bahwa umumnya peternak sapi
perah berada pada tingkat usia produktif, dengan tingkat pendidikan tergolong rendah 83,3. Tingkat pemilikan sapi perah induk rata-rata peternak adalah dua
ekor, dengan kisaran satu hingga empat ekor. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum skala usaha peternak sapi perah di Kecamatan Cangkringan masih
tergolong kategori berskala usaha kecil. Rendahnya pemilikan sapi induk diantaranya disebabkan oleh pengalaman berusaha ternak sapi perah yang relatif
baru yakni rata-rata lima tahun. Tingkat pendapatan keluarga responden rata-rata adalah Rp 500.000 per bulan yang berasal dari usaha ternak sapi perah.
Menurut Sjahir 2003 agar peternak sapi perah dapat berhasil di dalam usaha sapi perahnya, sehingga lebih menguntungkan, maka harus memiliki bibit
unggul rata-rata produksi 4270 liter. Selain itu juga harus menguasai permasalahan teknis peternakan mulai dari perkandangan, sistem pemeliharaan,
manajemen kesehatan, pengaturan perkawinan dan pemberian pakan yang benar. Selain teknik peternakan, peternak harus menguasai usaha peternakan, yaitu
bagaimana menurunkan biaya produksi, meningkatkan harga susu dan meningkatkan produksi susu. Di samping itu peternak harus mampu berpikir
untuk mendiversifikasi usaha, misalnya penggemukan sapi jantan, memanfaatkan limbah peternakan, dan yang sangat penting peternak harus meningkatkan
kepemilikan sapi laktasi agar usaha peternakannya menjadi usaha pokok.
16 Ternak umumnya berada di pedesaan yang berarti merupakan salah satu
sumber penghidupan bagi masyarakat di pedesaan dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan serta perekonomian masyarakat pedesaan. Bentuk
usaha peternakan di pedesaan adalah peternakan rakyat, maka tipologi usaha merupakan usaha sambilan yang masih dominan terutama pada jenis ternak besar
sapi, kerbau maupun ternak kecil kambing, domba serta unggas Firman 2010.
Anonymous 1995, membedakan usaha peternakan dalam empat tipologi usaha yaitu :
a. Usaha Sambilan subsisten, yaitu usaha peternakan rakyat yang
pendapatannya dari subsektor peternakan kurang dari 30 persen b.
Cabang Usaha mixed farming, yaitu usaha peternakan rakyat yang pendapatannya dari subsektor peternakan antara 30 – 70 persen
c. Usaha Pokok semi commercial, yaitu usaha peternakan rakyat atau usaha
peternakan yang pendapatannya dari subsektor peternakan antara 70 – 100 persen
d. Industri Peternakan specialized farming, yaitu usaha peternakan yang dalam
mengusahakan komoditi hasil ternak sudah dikelola secara mendasar dan pendapatannya 100 persen dari subsektor peternakan.
Soehadji 1991 menyatakan bahwa 90 persen dari usaha peternakan di Indonesia merupakan peternakan rakyat. Ciri usaha peternakan rakyat ini
antaralain : skala usaha kecil, motif produksi rumah tangga, dilakukan sebagai usaha sampingan, menggunakan teknologi sederhana, sehingga produktivitasnya
rendah dan mutu produk bervariasi serta bersifat padat karya dengan basis pengorganisasian kekeluargaan.
Pendapatan yang tinggi dapat diperoleh dengan skala usaha yang besar dan didukung oleh pengorganisasian usaha yang efisien. Masalah yang berhubungan
dengan minimalisasi biaya salah satunya adalah skala usaha ternak, dimana peternak harus memutuskan tentang besar dan volume usaha ternaknya. Peternak
perlu mempertimbangkan besar dan volume usaha untuk memperoleh skala usaha yang ekonomis Noegroho dkk 1991.
17 Keuntungan yang rendah dapat disebabkan karena skala usaha yang tidak
memadai atau pengoperasian usaha yang tidak efisien. Besar kecilnya skala usaha dapat dengan jumlah ternak yang diusahakan dalam Satuan Ternak, luas tanah
tang digunakan, jumlah tenaga kerja tetap dan jumlah kekayaan yang diperoleh Ronald 1981.
2.3 Pengaruh Pakan Konsentrat Terhadap Produktivitas Sapi Perah