Analisis tingkat kepuasan peternak sapi perah koperasi aneka usaha mitra (KAUM) mandiri terhadap penggunaan pakan cargil di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung

(1)

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETERNAK SAPI PERAH

KOPERASI ANEKA USAHA MITRA (KAUM) MANDIRI

TERHADAP PENGGUNAAN PAKAN CARGILL

DI KECAMATAN PASIRJAMBU

KABUPATEN BANDUNG

SKRIPSI

TRI SETIAWATI H34070098

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

TRI SETIAWATI. Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA).

Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, adalah bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Permintaan susu terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini seiring dengan peningkatan pertambahan jumlah penduduk dan tingkat kesadaran gizi masyarakat. Akan tetapi, produksi susu nasional belum dapat memenuhi permintaan susu nasional. Jumlah produksi susu nasional lebih rendah dibandingkan dengan jumlah konsumsi susu nasional. Hal ini dikarenakan produktivitas sapi perah di Indonesia masih rendah, yaitu 10 – 12 liter per hari. Salah satu penyebab utama rendahnya produktivitas sapi perah dalam memproduksi susu adalah pakan. Perbaikan pakan merupakan upaya untuk meningkatkan produksi susu nasional. Dengan demikian, penggunaan pakan berkualitas akan memberikan kepuasan peternak karena berdampak pada peningkatan produksi susu.

KAUM Mandiri adalah salah satu koperasi susu di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung yang menyalurkan susu kepada Danone Dairy Indonesia (DDI). Produksi susu peternak anggota KAUM Mandiri masih rendah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Penggunaan pakan Cargill merupakan salah satu upaya peternak untuk meningkatkan produktivitas susu. PT Cargill baru memproduksi pakan konsentrat untuk sapi perah dan diujicobakan pada pertengahan Tahun 2010. Untuk mengetahui kinerja yang dihasilkan pakan Cargill sesuai atau tidak dengan yang diharapkan peternak, maka dilakukan analisis tingkat kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik peternak KAUM Mandiri, mengidentifikasi proses keputusan pembelian peternak pada pakan Cargill, dan menganalisis kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill.

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan pada anggota Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri. Penentuan lokasi tersebut dilakukan dengan sengaja (purpossive), dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah pemasok susu sapi terbesar di Jawa Barat dan anggota KAUM Mandiri telah menggunakan pakan Cargill. Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Mei 2011. Penentuan pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive)karena responden yang dijadikan sampel adalah peternak KAUM Mandiri yang telah menggunakan pakan Cargill. Jumlah peternak yang telah menggunakan pakan Cargill berkisar 500 peternak. Jumlah tersebut diambil dari data penjualan pakan Cargill tiap kelompok. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 50 peternak. Penentuan jumlah sampel diambil dari 10% populasi yaitu 500 peternak yang telah menggunakan pakan Cargill.


(3)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan pengisian kuesioner yang diajukan kepada peternak. Data sekunder yang diperlukan diperoleh dari data monografi Kecamatan Pasirjambu, profil KAUM Mandiri, hasil studi literatur berbagai buku, jurnal, artikel, internet, dan instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Peternakan. Metode pengolahan data yang digunakan yaitu analisis deskriptif untuk mengindentifikasi karakteristik peternak dan proses keputusan pembelian pakan Cargill. Alat analisis lain yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA) dan

Customer Satisfaction Index (CSI) untuk mengukur tingkat kepuasan peternak.

Hasil penelitian ini mengidentifikasi bahwa karakteristik responden didominasi berjenis kelamin pria, umur berkisar 21 – 30 tahun dan menikah. Jumlah anggota keluarga 4 orang, pendidikan terakhir SD, pendapatan responden per 15 hari < Rp 500.000, pengalaman beternak 10 – 20 tahun, penggunaan pakan sebelumnya adalah pakan HBM, kepemilikan sapi perah milik sendiri, jumlah sapi laktasi 1 – 3 ekor, dan rata-rata total produksi susu per hari adalah 11 – 20 liter.

Berdasarkan proses keputusan pembelian, motivasi peternak menggunakan pakan adalah untuk meningkatkan volume produksi susu dan pakan Cargill dianggap sangat penting bagi peternak. Peternak mendapatkan informasi tentang pakan Cargill dan cara penggunaannya melalui pihak Dairy Danone Indonesia. Fokus perhatian peternak dalam menggunakan pakan adalah terjadi perubahan produksi susu. Peternak membeli pakan Cargill pada kelompok peternak. Peternak membeli pakan Cargill pada saat sapi masa laktasi dan peternak memutuskan membeli pakan Cargill atas keinginan sendiri. Evaluasi hasil yang dirasakan peternak setelah menggunakan pakan Cargill adalah terjadi perubahan produksi susu sebesar 1 – 3 ekor liter/ekor, tidak berdampak negatif pada kesehatan sapi, dan harga pakan Cargill relatif mahal bagi peternak karena tidak seimbang dengan harga susu.

Adapun atribut yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kepuasan peternak adalah perubahan produksi susu ( 4 liter/ekor/hari), tingkat reproduksi, palatabilitas (tingkat kesukaan), harga pakan, dan peningkatan pendapatan. Secara keseluruhan, indeks kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill berada pada kategori “sangat puas” dengan score 0,791 atau 79,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, tingkat kinerja yang dihasilkan pakan Cargill sesuai dengan yang diharapkan peternak.

Berdasarkan hasil kualitas susu yang didapat , saran yang dapat diberikan adalah koperasi dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan harga susu. Pihak Cargill dapat mengevaluasi kinerja pakan Cargill setiap tahun atau bulannya, agar dapat terus mengontrol kinerja pakan Cargill, sehingga kepuasan peternak tetap terjaga. Selain itu juga dapat mempertimbangkan untuk menurunkan harga pakan Cargill. Perlu adanya kerjasama kontrak yang jelas antara PT Cargill dengan KAUM Mandiri agar peternak tidak merasa khawatir dengan ketersediaan pakan Cargill.


(4)

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETERNAK SAPI PERAH

KOPERASI ANEKA USAHA MITRA (KAUM) MANDIRI

TERHADAP PENGGUNAAN PAKAN CARGILL

DI KECAMATAN PASIRJAMBU

KABUPATEN BANDUNG

TRI SETIAWATI H34070098

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung

Nama : Tri Setiawati

NIM : H34070098

Menyetujui, Pembimbing

Dra. Yusalina, MSi NIP. 19650115 199003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Tri Setiawati H34070098


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 September 1989. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan ayahanda Sugianto dan ibunda Kamisem.

Penulis menyelesaikan taman kanak-kanak di TK Bhayangkara pada tahun 1996, pendidikan dasar di SDN SARIMULYA 1 Cikampek Jawa Barat pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 9 Tangerang Banten. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 5 Tangerang Banten diselesaikan pada tahun 2007. Kemudian, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan memilih Supporting

Course dari Departemen Gizi Masyarakat, Ekonomi Sumberdaya Lingkungan dan

Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalani pendidikan, penulis aktif dalam berbagai organisasi, antara lain : aktif pada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Forum For Scientific

Student (FORCES) sebagai anggota dan staff Departemen Risedu, Badan

Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB sebagai staff dan sekretaris Kementerian Pendidikan, dan anggota UKM Institut Karate Indonesia (INKAI) IPB. Selain itu, penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan, antara lain : PJK MPKMB Patriot 45, humas Pujangga 2008, sekretaris Bakti Pendidikan untuk Generasi Bangsa (BUGS) 2009, sekretaris MPD Agribisnis 2009, humas ISEE 2010, dan sekretaris FORCES FAIR 2010.

Prestasi yang dicapai penulis antara lain : juara I lomba voli sportakuler 2009 BEM FEM IPB, pendanaan Gladikarya oleh LPPM-IPB, PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) Kewirausahaan pada tahun 2010 yang didanai oleh DIKTI dan mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) IPB pada tahun 2010.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung” ini dengan lancar. Ucapan shalawat serta salam juga ditujukan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat. Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik peternak KAUM Mandiri, mengidentifikasi proses keputusan pembelian peternak, serta menganalisis tingkat kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2011


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Narni Farmayanti, MS selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan dalam sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi yang telah menjadi pembimbing akademik dan memberikan arahan serta motivasi kepada penulis.

5. Doni Sahat Tua Manalu yang telah bersedia menjadi pembahas seminar dan memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

6. Seluruh pengurus dan anggota Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri, Pa Sae, Pa Rohman, Pa Enjang, Pa Aris, Ka Najmi Anniro, Ka Tomi dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas keramahan dan dukungan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan membantu dalam pengambilan data.

7.

! "

" " "

"

8. Papa dan Mama tercinta yang tak henti-hentinya memberikan doa dan dukungan hingga saat ini, dan Mba Ita atas semangat, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis.


(10)

9. Teman-teman Agribisnis angkatan 44, teman-teman TPB, teman-teman organisasi dan kepanitiaan, teman-teman Gladikarya atas doa dan semangat selama masa perkuliahan di IPB.

10. Ayu Triwidyaratih, Febriandini Harvina Suci, Annissa Milki, Ayu Ervinia, Febri Kurnia Sari, Adi Indra Permana, Okky Pandu Dewanata, Divo Pratama Hiskia, Siti Nurjanah dan Bina Pertamasari atas persahabatan, kekeluargaan, cinta dan kasih sayang, doa, semangat dan dukungan selama ini yang telah memberikan warna pada kehidupan penulis selama kuliah di IPB.

11. ! " " " #

" " "

$ "% " " "

" "

" "

" "

Bogor, Agustus 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 6

1.3.Tujuan ... 10

1.4.Manfaat ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1.Perkembangan Usaha Sapi Perah di Indonesia ... 11

2.2.Karakteristik Peternak dan Usaha Sapi Perah di Indonesia .... 14

2.3.Pengaruh Pakan Konsentrat Terhadap Produktivitas Sapi Perah ... 17

2.4.Pengaruh Pakan Konsentrat Terhadap Pendapatan Peternak .... 18

2.5.Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Kepuasan Petani Terhadap Produk Input ... 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 24

3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis ... 24

3.1.1. Definisi Konsumen ... 24

3.1.2. Perilaku Konsumen ... 24

3.1.3. Karakteristik Konsumen ... 25

3.1.4. Proses Keputusan Pembelian ... 26

3.1.5. Konsep dan Pengukuran Kepuasan Konsumen ... 28

3.2.Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

IV. METODE PENELITIAN ... 41

4.1.Lokasi dan Waktu ... 41

4.2.Metode Pengambilan Sampel ... 41

4.3.Desain ... 41

4.4.Data dan Instrumentasi ... 42

4.5.Metode Pengumpulan Data ... 45

4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 46

4.7. Definisi Operasional ... 50

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 53

5.1.Gambaran Umum Lokasi ... 53


(12)

5.3.Budidaya Sapi Perah di KAUM Mandiri ... 64

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

6.1.Karakteristik Responden ... 70

6.1.1.Jenis Kelamin Responden ... 70

6.1.2.Umur Responden ... 71

6.1.3.Status Pernikahan Responden ... 71

6.1.4.Jumlah Anggota Keluarga ... 72

6.1.5.Pendidikan Responden ... 73

6.1.6.Pendapatan Responden ... . 73

6.1.7.Pengalaman Beternak Responden ... . 76

6.1.8.Pakan Sebelumnya yang digunakan Responden ... 77

6.1.9.Status Kepemilikan Sapi Perah Responden ... . 78

6.1.10 Jumlah Sapi Laktasi Responden ... 79

6.1.11 Rata-rata Total Produksi Susu Per Hari ... 80

6.2. Proses Keputusan Pembelian Pakan Cargill ... 81

6.2.1 Tahap Pengenalan Kebutuhan ... 81

6.2.2 Tahap Pencarian Informasi ... 82

6.2.3 Tahap Evaluasi Alternatif ... 83

6.2.4 Tahap Keputusan Pembelian ... 83

6.2.5 Tahap Evaluasi Pasca Pembelian ... 85

6.3. Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Atribut pakan Cargill ... 88

6.4. Analisis Tingkat Kepuasan Peternak ... 90

6.5. Analisis Indeks Kepuasan Peternak ... 99

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104

LAMPIRAN ... 109


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Volume Ekspor dan Impor Susu Indonesia Tahun 2004 - 2008 ... 2

2. Jumlah Produksi Susu Segar dan Konsumsi Susu Nasional Tahun 2000 – 2009 ... 3

3. Produksi Susu KAUM Mandiri Tahun 2004 – 2009 ... 7

4. Sumber-sumber Informasi ... 27

5. Atribut-atribut untuk Uji Validitas ... 44

6. Atribut-atribut Penelitian ... 45

7. Bobot Jawaban Responden ... 46

8. Rentang Skala dan Interpretasi Atribut Pakan Cargill ... 47

9. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI) ... 50

10.Jumlah Populasi Ternak di Kabupaten Bandung Tahun 2006 - 2007 ... 53

11.Penggunaan Lahan di Kecamatan Pasirjambu Tahun 2010 ... 54

12.Jumlah Penduduk Kecamatan Pasirjambu Tahun 2010 ... 55

13.Keanggotaan KAUM Mandiri Tahun 2004 - 2009 ... 58

14.Penerimaan KAUM Mandiri dari Unit Peternakan Tahun 2004 - 2009 ... 58

15.Perubahan Harga Susu KAUM Mandiri Tahun 2004 - 2011 ... 59

16.Populasi Sapi Perah KAUM Mandiri Tahun 2004 – 2009 ... 60

17.Aktivitas Simpan Pinjam KAUM Mandiri Tahun 2005 - 2009 ... 60

18.Penerimaan KAUM Mandiri dari Unit Warung Serba Ada (Waserda) Tahun 2004 - 2009 ... 61

19.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Tahun 2011 ... 70

20.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Umur Responden pada Tahun 2011 ... 71

21.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Status Pernikahan Responden pada Tahun 2011 ... 72

22.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga pada Tahun 2011 ... 72


(14)

23.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Pendidikan Responden pada Tahun 2011 ... 73 24.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Pendapatan Responden

pada Tahun 2011 ... 74 25.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak

Responden pada Tahun 2011 ... 76 26.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Pakan Sebelumnya

yang Digunakan Responden pada Tahun 2011 ... 77 27.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

Sapi Perah pada Tahun 2011 ... 79 28.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Jumlah Sapi Laktasi

pada Tahun 2011 ... 79 29.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Rata-Rata Total

Produksi Susu per Hari pada Tahun 2011 ... 80 30.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Motivasi Peternak

Menggunakan Pakan Cargill pada Tahun 2011 ... 81 31.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Kepentingan

Menggunakan Pakan Cargill pada Tahun 2011 ... 82 32.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Sumber Informasi

Produk Pakan Cargill pada Tahun 2011 ... 82 33.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Fokus Perhatian Pakan

pada Tahun 2011 ... 83 34.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Tempat Pembelian

Pakan pada Tahun 2011 ... 83 35.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Cara Pembelian Pakan

pada Tahun 2011 ... 84 36.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan yang Memutuskan

Pembelian Pakan pada Tahun 2011 ... 84 37.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Periode Pembelian

Pakan pada Tahun 2011 ... 84 38.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Kebutuhan Pakan

Cargill Per Hari pada Tahun 2011 ... 85 39.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap

Kualitas Susu pada Tahun 2011 ... 85 40.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap

Kesehatan Sapi pada Tahun 2011 ... 86 41.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Hal yang Perlu


(15)

42.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Perilaku Peternak Jika

Harga Pakan Cargill Naik pada Tahun 2011 ... 86

43.Sebaran Peternak Responden Berdasarkan Perilaku Peternak Jika Pakan Cargill Tidak Tersedia pada Tahun 2011 ... 87

44.Atribut Kepentingan Pakan Cargill ... 88

45.Atribut Kinerja Pakan Cargill ... 89

46.Rata-Rata Penilaian Kinerja dan Penilaian Kepentingan ... 91


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan

Pasirjambu, Kabupaten Bandung ... 40

2. Diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA) ... 48

3. Pakan Cargill ... 62

4. Kemasan Pakan Cargill ... 62

5. Sapi Perah Peternak KAUM Mandiri ... 64

6. Kandang Sapi Peternak KAUM Mandiri ... 65

7. Sapi Sedang Memakan Hijauan ... 66

8. Sapi Sedang Memakan Pakan Konsentrat ... 66

9. Air Minum Sapi ditempatkan disamping Hijauan ... 67

10.Peternak Memerah Susu dengan Teknik Pemerahan Full Hand .... 68

11.Susu Hasil Pemerahan Peternak KAUM Mandiri ... 69

12.Tempat Pengumpulan Susu/Kelompok Peternak KAUM Mandiri 69

13.Mobil Pengangkut Susu KAUM Mandiri ... 69

14.Pakan HBM ... 77

15.Kemasan Pakan HBM ... 77

16.Ampas Tahu ... 78


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Indikator Penilaian Kinerja Atribut Pakan Cargill ... 110

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 112

3. Karakteristik Responden ... 113


(18)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang berperan penting dalam mewujudkan pembangunan ketahanan pangan nasional. Subsektor peternakan memiliki andil dalam menjaga ketersediaan pangan dan kecukupan gizi bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, subsektor peternakan juga memberikan peranan dalam perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian lebih dari 12 persen per tahunnya1

. PDB subsektor peternakan yang mencapai 12 persen tiap tahunnya ini cukup besar dalam membantu perekonomian Indonesia. Permintaan terhadap produk peternakan sebagai sumber hewani diperkirakan akan semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat.

Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, adalah bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan susu masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya konsumsi susu Indonesia yang mencapai 11,7 liter per kapita per tahun pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 7,7 liter per kapita per tahun. Akan tetapi, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia dinilai masih rendah apabila dibandingkan dengan konsumsi susu di Malaysia dan Filipina yang mencapai 22,1 liter per kapita per tahun, Thailand 33,7 liter per kapita per tahun, Vietnam 12,1 liter per kapita per tahun dan India mencapai 42,08 liter per kapita per tahun2

Permintaan terhadap komoditi susu dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tetapi produksi susu nasional belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Padahal kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di

1

Ria Laksmi.Kontribusi Peternakan dalam PDB lebih dari 12%.

www.livestockreview.com [30 Mei 2011] 2

Departemen Pertanian.2011.Pemerintah Ajak Masyarakat Untuk Konsumsi Susu Segar Setiap Hari. www.deptan.go.id [1 Juni 2011]


(19)

beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan agribisnis persusuan. Saat ini pasokan susu yang dapat dipenuhi oleh peternak sapi perah dalam negeri hanya mampu memenuhi 30 persen dari total kebutuhan susu nasional, sedangkan sisanya 70 persen diimpor dari luar negeri. Tabel 1 menunjukkan besarnya volume ekspor dan impor susu nasional pada tahun 2004 hingga 2008.

Tabel 1. Volume Ekspor dan Impor Susu Indonesia Tahun 2004-2008 Tahun Ekspor Susu dan Produk

Susu (Ton)

Impor Susu dan Produk Susu (Ton)

2004 40.935 165.411

2005 45.018 173.084

2006 35.241 188.128

20071) 21.947 181.520

2008 43.944 164.746

Keterangan : 1) Tahun 2007 terdapat perubahan kode HS dari 9 digit menjadi 10 digit Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa Indonesia dalam peta perdagangan internasional berada dalam posisi sebagai net-consumer produk-produk susu, karena lebih banyak mengimpor susu daripada mengekspornya ke luar negeri. Ekspor dan impor susu tersebut berupa susu olahan. Kerugian yang ditimbulkan dari impor susu dan produk susu adalah terkurasnya devisa nasional, hilangnya kesempatan terbaik (opportunity loss) yang berasal dari menganggurnya atau tidak dimanfaatkannya potensi sumberdaya yang ada, dan hilangnya potensi

revenue yang seharusnya diperoleh pemerintah dari pajak apabila agribisnis

persusuan dikembangkan secara baik3 .

Data yang diperoleh mengenai jumlah produksi susu segar dan konsumsi susu nasional dari tahun 2005 hingga 2009 dari Direktorat Jenderal Peternakan (2009) menunjukkan bahwa jumlah produksi susu segar nasional mengalami perkembangan yang cukup fluktuatif, sedangkan konsumsi susu nasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Tabel 2.

3

Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan APBN Peternakan 2010.2010. Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Peternakan.


(20)

Tabel 2. Jumlah Produksi Susu Segar dan Konsumsi Susu Nasional Tahun 2000-2009

Tahun Produksi Susu (Ton) Konsumsi Susu (Ton)

2005 535.960 2.126.300

2006 616.550 2.534.960

2007 567.680 2.555.270

2008 646.950 2.277.200

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2009)

Berdasarkan Tabel 2,dapat dilihat bahwa terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan susu. Tingginya permintaan susu belum dapat dipenuhi oleh pasokan susu dalam negeri, karena peningkatan konsumsi susu relatif lebih cepat dibandingkan produksinya. Pada tahun 2009, produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi 25,11 persen dari total kebutuhan nasional4

. Hal ini disebabkan karena produktivitas sapi perah Indonesia yang masih rendah. Produktivitas sapi perah di Indonesia masih rendah disebabkan usaha ini didominasi oleh peternak skala kecil dengan tingkat pemilikan sapi perah hanya dua sampai tiga ekor per peternak dan akibat rendahnya teknologi peternakan, sehingga produksi susu amat rendah (Nugroho 2011).

Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah turunan impor jenis Friesian Holstein (FH) yang telah beradaptasi dengan lingkungan setempat. Potensi genetik sapi perah impor dalam berproduksi susu sekitar 15 liter per hari, sehingga turunan-turunannya berproduksi susu tidak jauh berbeda dari kemampuan berproduksi induk-induknya. Akan tetapi, karena berbagai faktor lingkungan yang tidak begitu kondusif, turunan sapi perah impor itu hanya mampu berproduksi susu sekitar 10-12 liter per hari (Direktorat Jenderal Peternakan 1996). Menurut Sitepoe (2009), turunan FH banyak dijumpai di Pulau Jawa dengan kapasitas produksi 8 – 10 liter per hari dengan pemberian pakan sederhana, yaitu pangan konsentrat yang terdiri dari dedak halus, ampas kelapa, ampas tahu, dengan pemberian rumput.

4


(21)

Salah satu penyebab utama ketidakmampuan sapi perah yang dipelihara para peternak berproduksi susu sesuai dengan potensi genetiknya adalah pakan, baik secara kuantitas, kualitas maupun manajemen pemberiannya. Kualitas dan kuantitas pakan serta cara pemberiannya yang baik seharusnya sesuai dengan kebutuhan gizi sapi dara (Kusnadi 2006).

Pakan yang diberikan untuk sapi perah berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Konsentrat sebagai makanan penguat biasanya diberikan berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral yang berupa garam dapur, kapur, dan lain-lain. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10 persen dari berat badan per hari (Firman 2010).

Perbaikan pakan untuk meningkatkan kemampuan berproduksi susu akan menambah biaya pakan yang berdampak terhadap peningkatan biaya produksi. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan pakan harus lebih rendah dari nilai peningkatan produksi susu yang dicapai. Penelitian yang dilakukan di daerah Garut menunjukkan bahwa suplementasi pakan konsentrat yang lebih tinggi kandungan protein dan energinya sebanyak tiga kilogram per ekor per hari dapat meningkatkan kemampuan berproduksi susu sampai dengan 22,3 persen yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan rata-rata Rp 685,23/ekor/hari (Siregar, et al., 1994). Dengan demikian, penggunaan pakan konsentrat yang berkualitas dapat meningkatkan kemampuan berproduksi susu dan berdampak pada peningkatan pendapatan peternak.

Menurut Firman (2010), Pabrik Makanan Ternak (PMT) yang terbesar adalah PMT khusus untuk unggas. Namun, untuk pabrik makanan ternak yang mengkhususkan untuk ternak ruminansia sangat terbatas. Bahkan kecenderungan produksi konsentrat untuk sapi perah diproduksi oleh koperasi persusuan/KUD. Di Jawa Barat saja, tercatat terdapat 17 koperasi persusuan/KUD yang memproduksi sendiri konsentratnya dan 10 pabrik pakan/home industry yang mengkhususkan di konsentrat sapi (Dinas peternakan Jawa Barat 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa adanya kemandirian dari koperasi untuk memenuhi permintaan konsentrat dari para anggotanya untuk sapi perah yang mereka


(22)

pelihara. Walaupun ini terkait dengan pelayanan koperasi terhadap anggotanya, namun kualitas konsentrat untuk sapi perah harus diperhatikan karena akan berdampak pada tingkat produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah.

Pada usaha sapi perah, biaya pakan dapat mencapai 62,5 persen dari total biaya produksi (Yusdja 2005), sehingga keuntungan yang diterima oleh peternak juga sangat tergantung dari besaran biaya pakan yang dikeluarkan. Biaya terbesar kedua adalah biaya bangunan, perawatan dan pembelian alat-alat. Jika biaya penyusutan diabaikan, maka kontribusi biaya pakan mencapai 80 persen, sedangkan kontribusi biaya modal 3,8 sampai 7 persen. Dengan demikian, untuk meningkatkan pendapatan peternak yang perlu diperbaiki adalah biaya pakan, biaya modal dan penyusutan.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang cocok untuk mengembangkan peternakan sapi perah. Provinsi ini memiliki pegunungan dengan ketinggian 791 meter d atas permukaan laut dan dataran tinggi yang merupakan iklim yang cocok untuk peternakan sapi perah (Badan Pusat Statistik 2009).

Bandung merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Luas lahan pekarangan di Kabupaten Bandung sebesar 37.092 Ha, ladang sebesar 40.466 Ha, dan padang rumput sebesar 2.929 Ha (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2002). Dengan demikian, Kabupaten Bandung dapat menjadi wilayah untuk mengembangkan usaha ternak sapi perah karena ketersediaan pakan rumput hijau di wilayah tersebut relatif luas. Selain itu, Provinsi ini juga memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 188.63 mm5

.

Koperasi susu merupakan lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan Industri Pengolahan Susu (IPS). Koperasi sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan diterima peternak. Selain itu, koperasi juga menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung seperti pemberian kredit dan kawin suntik (IB). Sebagian besar peternak sapi perah yang ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu.

5


(23)

Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri merupakan salah satu koperasi susu yang berada di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Produksi susu dan kualitas susu yang dihasilkan masih rendah. Hal ini disebabkan penggunaan pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi sapi perah. Untuk meningkatkan kemampuan berproduksi susu, mereka mencoba menggunakan pakan Cargill. Penggunaan pakan Cargill tersebut dilakukan peternak dengan harapan dapat meningkatkan produksi dan kualitas susu.

1.2 Perumusan Masalah

Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia dan penyerap susu terbesar dari peternak. Sekitar 80-90 persen produksi susu peternak Indonesia dipasok kepada IPS. Produksi susu dalam negeri saat ini sekitar 1,3 juta liter atau hanya memberi kontribusi 30 persen kebutuhan nasional. Seiring dengan dibebaskannya perusahaan pengolahan susu untuk tidak selalu menyerap susu dari peternak dan diberikannya kebebasan impor susu, maka para peternak harus mampu bersaing dengan produk susu dari luar negeri.

Selama ini, 80 persen susu dari peternak diserap oleh IPS. Hal yang menjadi permasalahan adalah harga dasar susu yang diterima oleh IPS. Harga beli susu yang diterima peternak dari IPS belum mengalami peningkatan, padahal biaya produksi sudah semakin meningkat. tentunya standar harga susu yang ditetapkan oleh IPS dikaitkan dengan upaya kualitas susu yang diterima peternak. Sampai saat ini syarat standar susu segar yang diterima IPS haruslah memiliki nilai Total Plate Count (TPC) atau kandungan bakteri di dalam susu dibawah 1 juta/cc serta nilai Total Solid (TS) di atas 11,3 persen. Akan tetapi, tidak semua IPS mengutamakan persyaratan tersebut. Hal ini tergantung dengan kebutuhan produksi susu yang akan diolah.

Saat ini para peternak mengalami beberapa permasalahan utama untuk memenuhi syarat standar susu segar yang diterima IPS, terutama terkait dengan ketersediaan bibit dan pakan. Kedua hal tersebut berimplikasi pada rendahnya produktivitas dan kualitas susu para peternak. Peternak belum siap untuk memenuhi permintaan dan syarat standar susu yang diterima IPS karena produktivitas dan kualitas susu yang masih rendah.


(24)

Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri merupakan salah satu koperasi susu yang berada di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Koperasi ini menyalurkan susunya kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) yaitu Danone Dairy Indonesia (DDI) sejak tahun 2007. Syarat standar susu yang diterima DDI adalah tingkat protein susunya minimal 2,5 persen. Syarat yang ditetapkan berbeda dari IPS lain yang biasanya melihat pada Total Solid (TS). Menurut pihak DDI hal tersebut karena disesuaikan dengan kebutuhan produksi olahan susu.

Produksi dan kualitas susu peternak KAUM Mandiri masih belum memenuhi standar tersebut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi susu baik kuantitas maupun kualitasnya, maka anggota koperasi tersebut mencoba menggunakan pakan Cargill yaitu berupa pakan konsentrat yang diproduksi oleh PT Cargill. DDI yang memiliki hubungan kerjasama baik dengan PT Cargill, meminta PT Cargill untuk memproduksi pakan konsentrat untuk sapi perah guna meningkatkan produktivitas dan kualitas susu sapi perah. Pakan Cargill yang dibuat oleh PT Cargill hanya didistribusikan kepada koperasi-koperasi yang menyalurkan susunya kepada DDI, dan KAUM Mandiri menjadi salah satu tujuan pendistribusian pakan Cargill.

Produksi susu yang dihasilkan peternak KAUM Mandiri sejak tahun 2004 cenderung fluktuatif. Hal tersebut berdasarkan pada data yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Susu Peternak KAUM Mandiri Tahun 2004 – 2009

Tahun Produksi Susu (Liter)

2004 2.234.668

2005 2.688.153

2006 1.727.208

2007 3.397.854

2008 3.767.242

2009 2.505.474

Sumber : Profil KAUM Mandiri (2011)

Berdasarkan Tabel 3, kecenderungan produksi susu yang mengalami fluktuatif mengindikasikan adanya permasalahan, salah satunya pada tingkat produktivitas sapi perah.


(25)

Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas sapi perah adalah pakan, baik pakan hijauan maupun pakan konsentrat. Akan tetapi, pakan konsentrat memiliki pengaruh paling tinggi untuk produktivitas. Hal ini dikarenakan penambahan pakan konsentrat dalam ransum sapi perah perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas ransum yang diberikan sehingga kebutuhan sapi perah terhadap nutrien pakan dapat terpenuhi dan dapat meningkatkan produktivitasnya. Nilai gizi dari hijauan pada umumnya rendah bila dibandingkan dengan konsentrat, sehingga pemberian hijauan yang berlebih akan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan zat-zat makanan untuk produksi.

Pakan konsentrat yang umumnya digunakan oleh peternak KAUM Mandiri adalah pakan HBM. Selain itu, ampas tahu juga digunakan peternak untuk pakan konsentrat. Pakan HBM umumnya digunakan oleh peternak karena mereka menilai bahwa pakan HBM adalah pakan yang berkualitas saat itu dibandingkan dengan penggunaan ampas tahu dan juga harganya yang terjangkau yaitu Rp 1.450,00 per kg. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan waktu, peternak merasakan terjadi penurunan kualitas pada pakan HBM. Penurunan kualitas yang dinilai peternak adalah dilihat dari daya tahan pakan HBM yang singkat. Persediaan pakan HBM untuk 15 hari, tetapi hari ketiga pakan tersebut sudah menggumpal dan bahan-bahan pakan tercampur dengan bahan-bahan yang tidak seharusnya seperti pasir. Hal ini yang menyebabkan kondisi kesehatan sapi menurun dan berpengaruh pada produktivitas sapi perah, sehingga produksi susu pun fluktuatif.

DDI sebagai IPS yang menyerap susu dari peternak KAUM Mandiri menginginkan susu yang diterimanya memenuhi standar kualifikasinya, yaitu tingkat protein minimal 2,5 persen. Tingkat protein inilah yang juga menentukan harga dasar susu yang diterima oleh peternak KAUM Mandiri. Harga susu yang ditetapkan adalah Rp 1.300 dikalikan dengan minimal tingkat protein yaitu 2,5 persen. Semakin tinggi tingkat protein susu yang dihasilkan maka harga susu pun semakin meningkat. Hal inilah yang menjadi salah satu motivasi peternak untuk dapat meningkatkan produksi susu, baik kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu, penggunaan pakan Cargill merupakan upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas susu peternak KAUM Mandiri.


(26)

Pakan Cargill merupakan pakan konsentrat sapi perah yang baru diproduksi oleh PT Cargill di Indonesia dan diujicobakan pada KAUM Mandiri sebagai salah satu penyuplai susu segar kepada DDI. Harga jual yang ditetapkan oleh PT Cargill sebesar Rp 3.100,00 per kg. Peternak yang menggunakan pakan Cargill memiliki harapan bahwa setelah menggunakan pakan tersebut dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas susu.

Untuk menilai kinerja yang dihasilkan pakan Cargill, maka perlu dianalisis tingkat kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill. Penilaian dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kepentingan atau harapan peternak dari pakan Cargill dan tingkat kinerja atau aktual setelah mereka menggunakan pakan Cargill. Dengan demikian, evaluasi dalam menilai kinerja pakan Cargill dapat menunjukkan tingkat kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill. Penilaian tingkat kinerja yang melebihi tingkat kepentingan menunjukkan bahwa peternak puas dengan kinerja yang dihasilkan pakan Cargill. Sebaliknya, apabila tingkat kinerja lebih rendah dibandingkan tingkat kepentingan, maka peternak tidak puas dengan kinerja yang dihasilkan pakan Cargill.

Atribut-atribut yang digunakan untuk menilai kinerja pakan Cargill mengacu pada faktor-faktor yang mendorong kepuasan konsumen, kemudian disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Faktor pendorong utama kepuasan konsumen adalah kualitas produk yang meliputi performance (kinerja), durability (usia produk), feature (fitur), reliability (keandalan), consistency (ketepatan), dan

design; service quality; harga; emotional factor dan kemudahan untuk

mendapatkan produk atau jasa (Irawan 2004).

Penelitian mengenai kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill sangat penting dilakukan karena dapat mengidentifikasi atribut-atribut yang dinilai penting oleh peternak dalam menggunakan pakan berdasarkan karakteristik peternak. Selain itu, untuk mengukur indeks kepuasan peternak, sehingga dapat menjadi indikator untuk memantau kemajuan perkembangan pakan dari waktu ke waktu.


(27)

Berdasarkan penjelasan tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik peternak KAUM Mandiri di Kecamatan Pasirjambu? 2. Bagaimana proses keputusan pembelian peternak pada pakan Cargill di

Kecamatan Pasirjambu?

3. Bagaimana tingkat kepuasan peternak KAUM Mandiri terhadap penggunaan pakan Cargill berdasarkan atribut yang telah ditetapkan di Kecamatan Pasirjambu?

1.3 Tujuan

1. Mengidentifikasi karakteristik peternak KAUM Mandiri di Kecamatan Pasirjambu.

2. Mengidentifikasi proses keputusan pembelian peternak pada pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu.

3. Menganalisis tingkat kepuasan peternak KAUM Mandiri terhadap penggunaan pakan Cargill berdasarkan atribut yang telah ditetapkan di Kecamatan Pasirjambu.

1.4 Manfaat

1. Bagi penulis, penelitian ini menjadi pembelajaran dalam menerapkan teori-teori yang didapat selama masa perkuliahan di lapangan.

2. Bagi peternak KAUM Mandiri penelitian ini diharapkan dapat melihat tingkat kepuasan atas kinerja pakan Cargill dan juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan rekomendasi kepada peternak lain yang belum menggunakan pakan Cargill.

3. Bagi pihak terkait, yaitu PT Danone dan Cargill penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur kepuasan terhadap produknya dan sebagai masukan untuk dapat memproduksi produk pakan berkualitas.


(28)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Usaha Sapi Perah di Indonesia

Usaha sapi perah di Indonesia sebenarnya telah berkembang sejak tahun 1960. Usaha ini ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam usaha sapi perah di sekitar Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Mulai tahun 1977, Indonesia mulai mengembangkan agribisnis sapi perah rakyat ditandai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yaitu Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian. SKB ini merumuskan kebijakan dan program pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia. Perkembangan populasi sapi perah di Indonesia sebelum tahun 1979 sekitar 70.000 – 90.000 ekor dan hampir 90 persen berada di pulau Jawa. Peningkatan populasi ternak terus mengalami peningkatan sejak tahun 1979. Pemerintah melakukan impor induk sapi perah (Tahun 1979-1982) dan melakukan Inseminasi Buatan (IB) untuk meningkatkan produksi susu. Industri Pengolahan Susu (IPS) diperbolehkan impor bahan baku susu sampai 85 persen dan suplai susu lokal 15 persen.

Sapi perah yang cocok dipelihara dan diminati oleh peternak sapi perah di Indonesia adalah sapi Friesian Holstein (FH). Adapun ciri-ciri dari sapi perah FH adalah (Muljana 1982) :

1. Berwarna belang hitam dan putih, atau coklat dan putih 2. Pada kaki bagian bawah dan ekornya berwarna putih 3. Tanduk pendek dan menghadap ke muka

4. Terkadang pada dahinya terdapat belang warna putih yang berbentuk segitiga 5. Sifatnya jinak dan mudah dikuasai

6. Tidak tahan panas 7. Lambat dewasanya

8. Berat badan jantan rata-rata 850 kg atau lebih, sedangkan yang betina bisa mencapai 650 kg

9. Produksi susu rata-rata per tahun di daerah asalnya (Belanda) bisa mencapai 4.500 – 5.500 liter dalam satu masa laktasi (305 hari) dan berkadar lemak 3 – 7 persen


(29)

Walaupun sapi perah FH banyak dipelihara di Indonesia, namun sapi-sapi tersebut lebih cenderung dipelihara di daerah-daerah berhawa dingin, atau dipelihara diketinggian lebih dari 800 m dari permukaan laut. Misalnya, Batu Raden, Kabupaten Malang – Jawa Timur, Lembang, Kabupaten Bandung Barat – Jawa Barat, Kabupaten Salatiga – Jawa Tengah, dan sebagainya (Firman 2010).

Menurut Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah (2006), usaha peternakan sapi perah di Jawa Barat belum efisien. Hal yang menyebabkan adalah (1) ketergantungan terhadap pakan jadi yang harganya relatif mahal dan belum memanfaatkan bahan baku pakan lokal serta limbah pertanian dan industri, (2) hijauan pada musim penghujan melimpah, namun pada musim kemarau kekurangan hijauan pakan, sehingga ternak hanya diberi pakan berkualitas rendah dan berpengaruh pada penurunan produksi dan kualitas susu, dan (3) harga susu di tingkat petani relatif rendah. Hal ini disebabkan karena struktur harga dan sistem distribusi/pemasaran persusuan belum memadai.

Koperasi susu merupakan lembaga resmi pemerintah sebagai penyalur dana untuk kredit investasi untuk peternak dan penyalur bibit sapi perah khususnya impor. Keterkaitan antara koperasi susu dengan agribisnis sapi perah bukan hanya sebatas pada implementasi kebijakan pemerintah dalam pengembangan agribisnis, tetapi juga mengelola sarana dan prasarana pengelolaan produk. Peranan koperasi dalam pemasaran susu sapi perah rakyat sangat besar. Diwyanto et al. (2007) menyatakan bahwa sebagian besar pemasaran susu segar dari peternak (> 90%) dikoordinasi oleh KPS/GKSI. Hasil penelitian Rakhman et al. (2009) menyatakan bahwa pemasaran susu sapi perah di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali, sebagian besar dijual ke KUD setempat, yang selanjutnya di setor ke GKSI. Untuk selanjutnya dari GKSI di setor ke IPS.

Produktivitas yang diperoleh peternak dalam memelihara sapi perah pada umumnya dibawah 10 liter per hari, sekalipun menggunakan bibit sapi perah unggul. Bibit sapi perah unggul mampu berproduksi susu sekitar 15 hingga 20 liter per hari. Menurut Ditjen Peternakan (1996), jumlah induk yang dipelihara dalam usaha agribisnis sapi perah selama ini tergolong skala usaha kecil, dengan skala kepemilikan tiga hingga lima ekor, dan kemampuan berproduksi 10 – 12 liter/ekor/hari. Akan tetapi, hasil penelitian Yusdja (2005) menyatakan bahwa


(30)

umumnya semakin besar skala usaha semakin lemah manajemen dan semakin rendah penampilan teknologi. Dengan demikian, semakin tinggi skala usaha, produktivitas semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan dan konsentrat terutama karena kesulitan daya beli dan lahan bebas yang semakin sempit. Penurunan produktivitas dapat berdampak pada penurunan pendapatan peternak.

Berbeda halnya dengan Jepang, selama 20 tahun, sejak tahun 1960-1980, Jepang melakukan program peningkatan skala usaha agribisnis sapi perah dengan menetapkan jumlah minimal sapi perah induk yang harus dipelihara setiap agribinis sapi perah. Program peningkatan skala usaha yang dilakukan koperasi susu telah mampu meningkatkan skala usaha dari sekitar satu hingga dua ekor sebelum tahun 1960 menjadi rata-rata 26,8 ekor tahun 1980. Peningkatan skala usaha tersebut telah meningkatkan pendapatan para peternak sampai sekitar delapan kali lipat, sehingga para peternak di Jepang mempunyai kemampuan untuk mengembangkan agribisnis sapi perahnya. Akhirnya upaya tersebut berdampak terhadap peningkatan produksi susu nasional Jepang yang sangat signifikan (Jica 2002).

Sosroamidjojo dan Soeradji (1990) menyatakan bahwa upaya peningkatan produktivitas ternak meliputi :

1. Aspek breeding, yang menyangkut bibit ternak yang dipakai serta tindakan perkembangbiakan dan pemuliabiakan

2. Aspek feeding, menyangkut soal pakan serta kualitas maupun kuantitas yang dibutuhkan oleh tiap-tiap ternak untuk hidup, tumbuh serta produksi yang diharapkan daripadanya cara-cara pemberiannya serta usaha-usaha pengadaannya

3. Aspek management, faktor ini meliputi segi-segi tata laksana perkandangan, perawatan, pencegahan penyakit, pemasaran dan sebagainya yang menyangkut segi ekonominya.

Selama ini usaha sapi perah masih terkonsentrasi pada daerah-daerah dataran tinggi, seperti Garut, Pangalengan, dan Lembang (Jawa Barat), serta Batu, Pujon, dan Nongkojajar (Jawa Timur). Akan tetapi, Siregar dan Kusnadi (2004) melakukan penelitian di daerah dataran rendah yaitu di Kabupaten Cirebon.


(31)

Upaya yang dilakukan untuk pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Cirebon yang berdataran rendah, adalah mengganti sapi perah Friesian Holstein yang dipelihara para peternak selama ini dengan sapi perah yang relatif tahan terhadap suhu udara yang panas. Sapi perah yang relatif tahan terhadap suhu udara yang panas antara lain adalah Milking Shorthorn, Ayrshire, ataupun hasil persilangan sapi perah tersebut dengan sapi perah Friesian Holstein. Dengan demikian, pengembangan usaha pemeliharaan sapi perah dapat juga dilakukan di daerah dataran rendah.

Saat ini, sapi perah FH dapat dipelihara di daerah panas atau berketinggian di bawah 500 m dari permukaan laut dengan suhu di atas 220C, misalnya di DKI Jakarta (Firman 2010). Dilaporkan, jumlah populasi sapi perah di DKI Jakarta mencapai 3.446 ekor di tahun 2007, namun jumlah produksinya rendah, hanya rata-rata 6 kg/ekor/hari (Ditjen Peternakan 2007). Selain itu, teknologi sekarang memungkinkan juga sapi perah FH dipelihara di daerah panas, yaitu dengan menggunakan teknologi close house system yang memanipulasi suhu dan kelembaban udara di dalam kandang, sehingga sapi perah FH merasa seperti di daerah subtropis. Konsekuensinya adalah investasi pembangunan kandang pun akan semakin tinggi. Oleh karena itu, berdasarkan Davis (1962) dalam Muljana (1982) menyatakan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mendirikan kandang sapi perah, yaitu : (1) lokasi, (2) iklim, (3) biaya pembangunan, dan (4) kegunaan dari bangunan.

2.2 Karakteristik Peternak dan Usaha Sapi Perah di Indonesia

Keberhasilan usaha sapi perah memiliki keterkaitan dengan karakteristik psikologis dan sosial peternak sapi perah. Peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh peternakan sapi perah rakyat. Skala kepemilikan peternakan sapi perah rakyat berkisar 3-4 ekor/kepala keluarga. Untuk meningkatkan produksi susu dan produktivitas sapi perah, idealnya peternak dapat mengusahakan ternaknya bukan sebagai usaha sambilan, melainkan harus sebagai usaha pokok. Agar usaha sapi perah dapat menjadi usaha pokok, maka setiap peternak diharapkan dapat memiliki skala usaha 10-15 ekor atau rata-rata tujuh hingga delapan ekor sapi laktasi (Tri 2003).


(32)

Peternak sapi perah yang mengarah profesional antara lain dicirikan oleh tingkat kepemilikan sapi perahnya rata-rata 10 ekor atau lebih, pengetahuannya dalam teknik beternak cukup memadai, dan memiliki pandangan ekonomi atas usaha sapi perahnya (Winaryanto 2010). Ada beberapa ciri psikologis yang menonjol dari peternak menurut Winaryanto (2010), yaitu (1) memiliki persepsi yang positif terhadap usaha sapi perahnya, (2) adanya keinginan untuk berhasil atau sukses, (3) memiliki kepercayaan yang kuat atas kemampuan diri sendiri, (4) memiliki pemikiran atau antisipasi usaha ke depan, dan (5) memiliki ketangguhan dan keuletan. Upaya peternak untuk meningkatkan keberhasilan usahanya yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, memperhitungkan keberhasilan usaha, dan upaya memperoleh umpan balik.

Hasil penelitian Kaliky dan Nur Hidayat (2002) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, menyimpulkan bahwa umumnya peternak sapi perah berada pada tingkat usia produktif, dengan tingkat pendidikan tergolong rendah (83,3%). Tingkat pemilikan sapi perah induk rata-rata peternak adalah dua ekor, dengan kisaran satu hingga empat ekor. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum skala usaha peternak sapi perah di Kecamatan Cangkringan masih tergolong kategori berskala usaha kecil. Rendahnya pemilikan sapi induk diantaranya disebabkan oleh pengalaman berusaha ternak sapi perah yang relatif baru yakni rata-rata lima tahun. Tingkat pendapatan keluarga responden rata-rata adalah Rp 500.000 per bulan yang berasal dari usaha ternak sapi perah.

Menurut Sjahir (2003) agar peternak sapi perah dapat berhasil di dalam usaha sapi perahnya, sehingga lebih menguntungkan, maka harus memiliki bibit unggul (rata-rata produksi 4270 liter). Selain itu juga harus menguasai permasalahan teknis peternakan mulai dari perkandangan, sistem pemeliharaan, manajemen kesehatan, pengaturan perkawinan dan pemberian pakan yang benar. Selain teknik peternakan, peternak harus menguasai usaha peternakan, yaitu bagaimana menurunkan biaya produksi, meningkatkan harga susu dan meningkatkan produksi susu. Di samping itu peternak harus mampu berpikir untuk mendiversifikasi usaha, misalnya penggemukan sapi jantan, memanfaatkan limbah peternakan, dan yang sangat penting peternak harus meningkatkan kepemilikan sapi laktasi agar usaha peternakannya menjadi usaha pokok.


(33)

Ternak umumnya berada di pedesaan yang berarti merupakan salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat di pedesaan dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan serta perekonomian masyarakat pedesaan. Bentuk usaha peternakan di pedesaan adalah peternakan rakyat, maka tipologi usaha merupakan usaha sambilan yang masih dominan terutama pada jenis ternak besar (sapi, kerbau) maupun ternak kecil (kambing, domba) serta unggas (Firman 2010).

Anonymous (1995), membedakan usaha peternakan dalam empat tipologi usaha yaitu :

a. Usaha Sambilan (subsisten), yaitu usaha peternakan rakyat yang pendapatannya dari subsektor peternakan kurang dari 30 persen

b. Cabang Usaha (mixed farming), yaitu usaha peternakan rakyat yang pendapatannya dari subsektor peternakan antara 30 – 70 persen

c. Usaha Pokok (semi commercial), yaitu usaha peternakan rakyat atau usaha peternakan yang pendapatannya dari subsektor peternakan antara 70 – 100 persen

d. Industri Peternakan (specialized farming), yaitu usaha peternakan yang dalam mengusahakan komoditi hasil ternak sudah dikelola secara mendasar dan pendapatannya 100 persen dari subsektor peternakan.

Soehadji (1991) menyatakan bahwa 90 persen dari usaha peternakan di Indonesia merupakan peternakan rakyat. Ciri usaha peternakan rakyat ini antaralain : skala usaha kecil, motif produksi rumah tangga, dilakukan sebagai usaha sampingan, menggunakan teknologi sederhana, sehingga produktivitasnya rendah dan mutu produk bervariasi serta bersifat padat karya dengan basis pengorganisasian kekeluargaan.

Pendapatan yang tinggi dapat diperoleh dengan skala usaha yang besar dan didukung oleh pengorganisasian usaha yang efisien. Masalah yang berhubungan dengan minimalisasi biaya salah satunya adalah skala usaha ternak, dimana peternak harus memutuskan tentang besar dan volume usaha ternaknya. Peternak perlu mempertimbangkan besar dan volume usaha untuk memperoleh skala usaha yang ekonomis (Noegroho dkk 1991).


(34)

Keuntungan yang rendah dapat disebabkan karena skala usaha yang tidak memadai atau pengoperasian usaha yang tidak efisien. Besar kecilnya skala usaha dapat dengan jumlah ternak yang diusahakan (dalam Satuan Ternak), luas tanah tang digunakan, jumlah tenaga kerja tetap dan jumlah kekayaan yang diperoleh (Ronald 1981).

2.3 Pengaruh Pakan Konsentrat Terhadap Produktivitas Sapi Perah Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan sapi perah. Pakan sapi yang diberikan hendaknya memenuhi persyaratan, yaitu mengandung nilai gizi yang lengkap, disukai ternak, dan mudah dicerna oleh sapi. Kriteria utama kualitas pakan ternak sangat ditentukan oleh tingkat kecernaannya. Kualitas pakan akan sangat ditentukan oleh bahan baku dan proses produksinya. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3148.1:2009 tentang pakan konsentrat bagian sapi perah, pakan konsentrat adalah pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber energi serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan. Mutu konsentrat didasarkan atas kandungan zat gizi dan ada tidaknya zat atau bahan lain yang tidak diinginkan serta digolongkan dalam satu tingkatan mutu. Persyaratan mutu meliputi kandungan zat gizi, batas toleransi kandungan aflatoksin, logam berat, kandungan bahan imbuhan dan bahan berbahaya lainnya.

Penelitian oleh Alpian (2010) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Cara pemberian pakan yang salah dapat menyebabkan produktivitas menurun. Responden umumnya menyadari bahwa pakan yang diberikan mempengaruhi produktivitas susu, sehingga responden berusaha mencukupi kebutuhan bagi sapi. Selanjutnya, Alpian (2010) menyatakan dalam hasil penelitiannya, pemberian pakan hijauan yang dilakukan responden adalah tanpa takaran atau mengira-ngira jumlah pakan yang diberikan. Pakan hijauan diberikan tiga kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari setelah pemerahan, siang hari dan sore hari setelah pemerahan. Pakan hijauan diberikan setelah pemberian pakan konsentrat.


(35)

Hasil penelitian yang diperoleh Haryati (2003) di Kelurahan Kebon Pedes mengalami perbedaan dengan Alpian (2010). Haryati (2003) menyatakan bahwa pemberian pakan yang biasa dilakukan oleh peternak untuk hijauan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Pakan hijauan umumnya diberikan sebelum pemerahan. Pakan konsentrat diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan konsentrat dilakukan setelah pemerahan pada pagi hari dan beberapa saat sebelum pemerahan di sore hari. Hasil penelitian serupa diperoleh Kusminah (2003) di Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor dimana peternak memberi pakan dua kali sehari. Untuk pemberian minum pada sapi perah dilakukan oleh peternak sepanjang hari, mengingat kondisi kandang rata-rata peternak menyediakan tempat minum ternak, baik yang permanen maupun yang hanya berupa ember-ember plastik.

Menurut Sudono (1999), untuk memperoleh ransum yang murah dan koefisien cernanya tinggi digunakan pakan hijauan dengan perbandingan lebih besar dari konsentrat yaitu 60 persen hijauan dan 40 persen konsentrat. Pada penelitian Kusminah (2003), manajemen pemberian makanan pada ternak sapi perah di Desa Cilebut Barat sudah baik, yaitu dengan perbandingan antara hijauan dan konsentrat sebesar 59 persen dan 41 persen dengan rataan makanan hijauan yang diberikan adalah 7,21 kg/ST/hari bahan kering, sedangkan makanan konsentrat adalah 5,04 kg/ST/hari. Makanan konsentrat ini terdiri dari ampas tahu sebanyak 2,89 kg/ST/hari bahan kering dan konsentrat sebanyak 2,15 kg/ST/hari.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2003) yang menunjukkan bahwa perbandingan jumlah hijauan dengan konsentrat yang diberikan di Kelurahan Kebon Pedes rata-rata 42,80 persen dan 57,20 persen. Dengan demikian, jumlah pemberian pakan di Kelurahan Kebon Pedes belum memenuhi standar pemberian pakan seperti yang dianjurkan Sudono (1999). Dengan demikian, prosedur dalam pemberian pakan sangat penting untuk usaha sapi perah, karena dapat mempengaruhi produktivitas sapi perah dalam menghasilkan susu.


(36)

2.4 Pengaruh Pakan Konsentrat Terhadap Pendapatan Peternak

Sugandi et al. (2005) menyatakan bahwa pada kondisi peternakan rakyat, sapi perah laktasi yang diberi konsentrat dengan protein kasar sebesar 13 persen dapat menghasilkan produksi susu dengan memberikan nilai income over feed cost yang optimal. Lebih lanjut dinyatakan bahwa peningkatan mutu pakan konsentrat mampu meningkatkan kualitas susu secara signifikan yang meliputi kandungan lemak, bahan kering tanpa lemak, berat jenis dan jumlah bakteri dalam susu. Harga susu yang diterima oleh koperasi sangat ditentukan oleh komponen-komponen tersebut. Hal ini dipandang positif dalam memotivasi peternak untuk menghasilkan susu berkualitas, namun disisi lain upaya ini juga perlu diimbangi pengetahuan dan keterampilan peternak.

Penelitian yang dilakukan Winugroho et al. (2005) pada KPS-KPS di daerah Jawa Barat mendapatkan bahwa konsentrat yang diproduksi berkualitas rendah dengan kandungan protein kasar hanya sekitar 10,6 persen dan energi TDN (Total Digestic Nutrien) di bawah 65 persen. Untuk sapi-sapi perah yang berkemampuan tinggi dalam berproduksi susu memerlukan konsentrat yang mengandung protein kasar minimal 18 persen dan energi TDN 75 persen dari bahan kering. Pemberian konsentrat yang berkualitas rendah bukan saja berakibat kepada kemampuan berproduksi susu yang rendah, tetapi juga umur ekonomis sapi perah akan menurun. Pada umumnya dengan pemberian konsentrat yang berkualitas baik, sapi perah induk masih ekonomis untuk dipelihara sampai 10-11 periode laktasi. Akan tetapi, dengan pemberian konsentrat yang berkualitas rendah sapi perah induk tidak ekonomis lagi dipelihara pada laktasi ke tujuh.

Hasil penelitian yang diperoleh Daryono et al. (1989) yang melakukan penelitian pada agribisnis sapi perah di daerah Pangalengan bahwa biaya pakan konsentrat mencapai 54,56 persen dari keseluruhan biaya produksi susu. Dengan demikian, biaya pakan konsentrat merupakan biaya pengeluaran terbesar dalam usaha sapi perah. S. Rusdiana dan Wahyuning K. Sejati (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa peternak baru bisa memperoleh keuntungan dalam usaha agribisnisnya, apabila harga jual susu per liter paling sedikit 2,1 kali harga per kg pakan konsentrat. Sampai pada tahun 2006, harga jual susu peternak masih berada di bawah 2,1 kali harga per kg pakan konsentrat, sehingga harga jual


(37)

susu peternak selama ini belum memadai. Kasus di Jawa Barat menunjukkan bahwa pada tahun 2004-2005 harga jual susu hanya sekitar 1,9 kali harga per kg pakan konsentrat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Priyanti dan Mariyono (2008), harga pakan konsentrat juga berpengaruh sangat nyata terhadap harga susu segar, dimana perhitungan elastisitas sebesar 1,32 menunjukkan bahwa harga susu segar ini sangat responsif terhadap perubahan harga konsentrat. Semakin tinggi harga susu, maka harga konsentrat juga semakin meningkat. Kenaikan satu unit harga konsentrat akan meningkatkan harga susu segar sebesar 0,62 unit. Hasil yang sama diperoleh Musofie (2004) yang menyatakan bahwa kenaikan nilai konsentrat dalam setahun berpengaruh nyata terhadap keuntungan dari usaha sapi perah di peternakan rakyat. Kenaikan satu unit nilai konsentrat keuntungan usaha sapi perah berkurang sebesar 0,44 unit. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrat merupakan komponen dalam ransum sapi perah yang cukup penting dan akhirnya berdampak pada pendapatan peternak. Peningkatan mutu pakan konsentrat juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan, sehingga harga susu segar juga meningkat.

Awalnya, harga Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) tidak ditentukan berdasarkan harga pasar melainkan berdasarkan kesepakatan harga yang dibuat antara IPS dan GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Harga yang terbentuk merupakan harga dasar (basic price) yang didasarkan pada standar kualitas susu, yaitu Total Solid (TS) dan Total Plate Count (TPC). Di samping TS dan TPC sebagai dasar penentuan harga, fluktuasi harga susu dunia pun dijadikan patokan dalam penentuan harga. Harga kesepakatan ini dijadikan acuan oleh perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam IPS untuk menerima susu berdasarkan harga kesepakatan tersebut. Namun, sekarang ini penentuan harga susu bisa dilakukan antara koperasi primer/KUD persusuan dengan perusahaan pengolahan susu, tidak lagi melalui GKSI (Firman 2010).

Pada penelitian ini, kesepakatan harga yang dibuat antara KAUM Mandiri dengan DDI berdasarkan pada tingkat protein susu minimal 2,5 persen. DDI menetapkan bahwa hanya susu yang mengandung tingkat protein minimal 2,5 persen yang dapat diserap oleh DDI. Kriteria yang digunakan oleh KAUM


(38)

Mandiri dan DDI adalah apabila tingkat protein susu sebesar 2,5 persen, maka KAUM Mandiri akan memperoleh harga sebesar Rp 1.300,00/2,5 persen tingkat protein yaitu Rp 3.250/liter. Semakin tinggi tingkat protein susu, maka semakin tinggi harga dasar susu per liter.

2.5 Hasil Penelitian terdahulu mengenai Analisis Kepuasan Petani terhadap Produk Input

Penelitian tentang Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Anggota Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung belum pernah dilakukan sebelumnya. Akan tetapi, penelitian mengenai kepuasan petani telah cukup banyak dilakukan. Penelitian ini membahas tentang kepuasan petani yang mencakup peternak terhadap produk input yang digunakan yaitu pakan sapi perah. Irawati (2009) menganalisis sikap dan kepuasan petani padi terhadap benih padi varietas unggul di kota Solok. Berdasarkan hasil analisis deskriptif tentang karakteristik responden, petani responden lebih banyak perempuan dibanding laki-laki, sebagian besar berusia antara 41 – 50 tahun dan telah berkeluarga dengan jumlah keluarga (suami, istri dan anak) umumnya sebanyak lima orang. Tingkat pendidikan terakhir petani sebagian besar adalah SD dengan bertani sebagai matapencaharian utama yang sebagian besar dilakukan dilahan sendiri. Responden telah melakukan budidaya padi sawah sendiri lebih dari 21 tahun. Berbeda dengan karakteristik petani di Desa Seseupan, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi yang seluruhnya adalah laki-laki berusia antara 46-51 tahun. Namun, tingkat pendidikan terakhir petani sama yaitu hingga tingkat SD (Subekti 2008).

Perilaku petani dalam proses pengambilan keputusan membeli dan menggunakan produk input adalah adanya motivasi untuk meningkatkan pendapatan mereka. Irawati (2009) dan Subekti (2009) membahas mengenai proses pengambilan keputusan petani dalam menggunakan benih padi varietas unggul dan benih jagung pioner varietas P12. Berdasarkan hasil yang didapat, motivasi petani untuk menggunakan produk input adalah kinerja produk input tersebut dapat sesuai dengan yang diharapkan oleh petani, sehingga dapat


(39)

meningkatkan keuntungan bagi mereka. Harapan tersebut muncul ketika adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh produk input yang lain. Dengan demikian, proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh petani terhadap produk input tergantung dari kebutuhan atas kinerja produk yang belum terpenuhi.

Motivasi utama petani dalam pembelian benih jagung hibrida varietas P12 adalah produksi jagung yang tinggi, sehingga mereka menganggap bahwa penggunaan benih jagung P12 sangat penting (Subekti 2009). Lain halnya dengan proses keputusan pembelian pada petani terhadap benih padi varietas lokal pandan wangi di Cianjur yang menunjukkan bahwa motivasi antara petani yang menggunakan benih bersertifikasi dan tidak bersertifikasi adalah harga jual gabah/malai yang tinggi (Saheda 2008).

Kepuasan yang didapat petani setelah menggunakan produk input dapat dianalisis dengan Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer

Satisfaction Analysis (CSI). Penilaian kepuasan tersebut berdasarkan evaluasi dari

atribut kepentingan dengan kinerja yang dihasilkan setelah penggunaan produk input. Berdasarkan hasil IPA, atribut-atribut yang dirasakan petani padi di Kabupaten Kediri yang memiliki kinerja rendah adalah harga GKG, umur tanaman, tahan hama penyakit dan tahan rebah. Sedangkan, atribut yang memiliki kinerja yang baik adalah produktivitas, pemasaran hasil panen, rasa nasi, ketersediaan dan harga benih (Fahmi 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Saheda (2008), atribut kinerja benih padi pandan wangi yang menjadi prioritas utama untuk diperbaiki adalah umur tanaman dan harga jual gabah. Irawati (2009) dan Fahmi (2008) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil CSI yang diperoleh petani yaitu pada rentang indeks kepuasan antara 0.66 sampai dengan 0.88 yang berarti petani merasa puas terhadap kinerja atribut-atribut benih padi varietas unggul.

Berdasarkan penelitian Kaliky dan Nur Hidayat (2002) tentang karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, karakteristik peternak yang diamati adalah umur, pendidikan dan pemilikan sapi perah induk. Selain itu, pendapatan keluarga per bulan, pengalaman beternak sapi perah dan kekosmopolitan (mobilitas peternak untuk bepergian). Hasil penelitian yang diperoleh adalah umumnya peternak di Kecamatan Cangkringan berada pada


(40)

tingkat usia produktif. Skala usaha peternak masih dalam kategori berskala usaha kecil. Rendahnya pemilikan sapi induk diantaranya disebabkan oleh pengalaman berusaha ternak sapi perah yang relatif baru yaitu rata-rata lima tahun dengan kisaran satu hingga delapan tahun. Mobilitas responden bepergian keluar sistem sosial umumnya rendah dan dikategorikan sebagai lokalit, dimana intensitas bepergian berkisar antara nol hingga satu kali dalam satu bulan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan data dianalisis secara deskriptif.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa analisis deskriptif dapat digunakan untuk menganalis karakteristik responden. Importance Performance

Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Analysis (CSI) dapat menjadi salah satu

alat analisis untuk mengukur tingkat kepentingan, tingkat kinerja, dan tingkat kepuasan responden. Oleh karena itu, alat analisis tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini. Produk input yang diteliti berbeda dengan kajian terdahulu yaitu benih padi atau benih jagung, sedangkan penelitian ini membahas mengenai pakan sapi perah. Dengan demikian, terdapat perbedaan dalam atribut-atribut yang akan digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan peternak terhadap produk input yang dalam hal ini adalah pakan Cargill. Analisis kepuasan peternak terhadap penggunaan pakan Cargill diharapkan dapat memberikan informasi mengenai atribut-atribut yang dipertimbangkan untuk dalam proses keputusan pembelian pakan sapi perah, sehingga dapat mengambil keputusan dengan tepat dan memperoleh kepuasan seperti apa yang diharapkan oleh peternak.


(41)

III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian, serta metode-metode atau teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini. Adapun kerangka pemikiran teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1.1 Definisi Konsumen

Menurut Sumarwan (2003), istilah konsumen diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa yang digunakan sendiri atau digunakan oleh anggota keluarga yang lain, misalnya susu formula untuk bayi. Sedangkan, konsumen organisasi adalah konsumen yang membeli barang atau jasa untuk seluruh kegiatan-kegiatan sosial.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik dari segi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3.1.2 Perilaku Konsumen

Menurut Sumarwan (2002), perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan evaluasi. Sedangkan menurut Prasetijo (2005), perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana pembuat keputusan (decision units), baik individu, kelompok, ataupun organisasi membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengonsumsinya.


(42)

3.1.3 Karakteristik Konsumen

Beberapa karakteristik demografi yang sangat penting untuk memahami konsumen adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial (Sumarwan 2003). Memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Tempat dimana konsumen itu tinggal akan mempengaruhi konsumsinya.

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen. Hal tersebut karena dengan pendapatan itulah konsumen dapat membiayai kegiatan konsumsinya. Besarnya jumlah pendapatan akan menggambarkan daya beli dari seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya.

Menurut Sumarwan (2003), kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokkan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda. kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi konsumen. Kelas sosial juga mempengaruhi pemilihan toko, tempat pendidikan dan tempat berlibur dari seorang konsumen. Konsumen juga sering memiliki persepsi mengenai kaitan antara satu jenis produk atau sebuah merek dengan kelas sosial konsumen. Kelas sosial adalah pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas yang berbeda atau strata yang berbeda. Perbedaan kelas atau strata akan menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan, kepemilikan harta benda, gaya hidup, dan nilai-nilai yang dianut.


(43)

3.1.4 Proses Keputusan Pembelian

Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk dan merek pada setiap periode tertentu. Menurut Engel, et al (1994) terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen yaitu tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan evaluasi hasil.

a. Pengenalan Kebutuhan

Perilaku proses keputusan selalu dimulai dengan pengenalan kebutuhan yang didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Pengenalan kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual (situasi konsumen sekarang) dan keadaan yang diinginkan (situasi yang konsumen inginkan). Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali (Engel, et al. 1995).

Contoh dari pengenalan kebutuhan adalah seorang konsumen (peternak) sekarang ini merasa hasil produksi susu sapi perahnya menurun (keadaan aktual) dan ingin meningkatkan produksinya pada pemerahan susu selanjutnya (keadaan yang diinginkan). Konsumen ini akan mengalami pengenalan kebutuhan seandainya ketidaksesuaian antara kedua keadaan cukup besar. Pengenalan kebutuhan dipengaruhi oleh tiga faktor penentu, yaitu informasi yang disimpan di dalam ingatan, perbedaaan individual, dan pengaruh lingkungan.

b. Pencarian Informasi

Tahap selanjutnya setelah mengenali kebutuhan adalah melakukan pencarian akan pemuas kebutuhan yang potensial. Pencarian didefinisikan sebagai aktivasi termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi dari lingkungannya. Definisi ini mengesankan bahwa pencarian dapat bersifat internal atau eksternal. Pencarian internal melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari ingatan. Sedangkan, pencarian eksternal terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar (Engel, et al. 1995).


(1)

113 Lampiran 3. Karakteristik Peternak Responden

No Keterangan Kategori Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 Jenis Kelamin Laki-laki 40 80

Perempuan 10 20

Total 50 100

2 Usia 16 – 20 Tahun 3 6

21 – 30 Tahun 14 28

31 – 40 Tahun 13 26

41 – 50 Tahun 13 26

51 – 60 Tahun 5 10

61 – 70 Tahun 2 4

Total 50 100

3 Status Pernikahan Menikah 45 90

Belum Menikah 5 10

Total 50 100

4 Jumlah Anggota Keluarga 4 orang 31 62

5 orang 12 24

6 orang 1 2

7 orang 5 10

8 orang 1 2

Total 50 100

5 Pendidikan SD 37 74

SMP 8 16

SMA 4 8

Sarjana 1 2

Total 50 100

6 Pendapatan selama 15 hari < Rp 500.000.- 28 56

Rp 500.000 – Rp 999.999

12 24

Rp 1.000.000 – Rp 1.999.999

6 12

Rp 2.000.000 4 8

Total 50 100

7 Pengalaman Beternak 10 Tahun 17 34

10 – 20 Tahun 21 42

21 – 40 Tahun 12 24

Total 50 100

8 Penggunakan Pakan Sebelumnya HBM 47 94

Ampas tahu 3 6

Total 50 100

9 Status Kepemilikan Sapi Pemilik 46 92

Pekerja Paroan 1 2

Pemilik dan Pekerja Paroan

3 6

Total 50 100

10 Jumlah Sapi Produktif 1 – 3 ekor 42 84

4 – 6 ekor 8 16

Total 50 100

11 Rata-rata Total Produksi Susu 10 liter/hari 3 6

11 – 20 liter/hari 25 50

21 – 40 liter/hari 8 16

41 – 60 liter/hari 10 20

61 liter/hari 4 8


(2)

Lampiran 4

PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

No Kuisioner : Responden yang terhormat,

Saya, Tri Setiawati adalah mahasiswi Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) yang sedang melakukan penelitian tentang “Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Sapi Perah Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri Terhadap Penggunaan Pakan Cargill di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung”. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi yang akan saya kerjakan. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, mohon kesediaan Anda untuk ikut berpartisipasi dalam mengisi kuisioner ini secara lengkap dan benar. Informasi yang diterima dari kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih.

I IDENTITAS RESPONDEN

Beri tanda silang (x) pada jawaban yang Anda pilih :

2. Nama :

3. Jenis kelamin :

4. Umur :

5. Alamat :

6. Jumlah anggota keluarga (suami, Istri, dan Anak) :

7. Status pernikahan : ( ) sudah menikah ( ) belum menikah 8. Pendidikan Terakhir : ( ) tidak bersekolah ( ) SD ( ) SMP

( ) SMA ( ) Lainnya, sebutkan... 9. Rata-rata pendapatan per 15 hari (Rp) : ( ) < 500.000 ( ) 500.000 - 999.999

( ) 1.000.000 - 1.999.999

( ) > 2.000.000 ( ) tidak menentu 10.Sudah berapa lama anda menjadi peternak sapi perah :... tahun 11.Sudah berapa lama menggunakan pakan Cargill : ... tahun 12.Pakan apa yang digunakan sebelumnya : ... 13.Status kepemilikan ternak sapi perah : ( ) Pemilik

( ) Pekerja paroan (bagi hasil) 14.Jumlah sapi perah yang diternakkan :


(3)

115 II PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN PAKAN

a. Pengenalan Kebutuhan

1. Apa motivasi anda ketika pertama kali anda tertarik untuk membeli pakan Cargill? (urutkan)

( ) Volume produksi susu yang tinggi ( ) Kualitas susu yang tinggi

( ) Memperbaiki kondisi tubuh sapi perah ( ) Memperbaiki reproduksi sapi perah

( ) Penggunaan pakan Cargill yang mudah dalam pemberian pakan pada sapi perah

( ) Daya tahan pakan yang lama

2. Seberapa pentingkah anda menggunakan pakan Cargill? a. Sangat penting

b. Penting c. Biasa

d. Tidak penting e. Sangat tidak penting b. Pencarian Informasi

1. Darimana anda mendapat informasi tentang produk pakan Cargill? a. Kelompok Peternak

b. Koperasi

c. Percobaan peternak lain d. Keluarga/Teman

e. Pihak Danone atau Cargill (perusahaan) f. Media massa/brosur

g. Lainnya, sebutkan....

2. Sumber informasi manakah yang paling anda percaya dalam menentukan keputusan pembelian?

a. Kelompok Peternak b. Diri sendiri

c. Koperasi

d. Keluarga/Teman

e. Pihak Danone atau Cargill (perusahaan) f. Lainnya, sebutkan....

c. Evaluasi Alternatif

1. Berdasarkan sumber informasi yang anda peroleh, apa yang menjadi fokus perhatian dari pakan Cargill?

a. Produksi susu b. Kualitas susu

c. Kesehatan sapi perah

d. Tingkat reproduksi sapi perah e. Harga pakan


(4)

f. Lainnya, sebutkan ...

2. Selain pakan Cargill, pakan konsentrat apa yang pernah anda beli? a. HBM

b. Ampas Tahu c. Protalit d. Bekatul

e. Lainnya, sebutkan... d. Keputusan Pembelian

1. Dimana anda biasa membeli pakan Cargill? a. Koperasi

b. Teman

c. Keluarga/Saudara d. Kios pertanian

e. Lainnya, sebutkan ...

2. Bagaimana cara anda memutuskan pembelian dan menggunakan pakan Cargill? a. Terencana

b. Mendadak

c. Pada waktu tertentu, jelaskan .... d. Lainnya, sebutkan ...

3. Siapa yang paling berpengaruh dalam memutuskan pembelian pakan Cargill? a. Teman

b. Keluarga/Saudara c. Koperasi

d. Keinginan sendiri e. Lainnya, sebutkan ...

4. Berapa kali anda membeli pakan Cargill dalam satu bulan? a. Satu kali

b. Dua kali c. Tiga kali

d. Lainnya, sebutkan ...

5. Berapa kebutuhan pakan Cargill per hari?

a. 8 Kg untuk sapi yang produksi susunya 18 liter/hari b. 7 Kg untuk sapi yang produksi susunya 15-17 liter/hari c. 6 Kg untuk sapi yang produksi susunya 10-14 liter/hari d. 5 Kg untuk sapi yang produksi susunya < 10 liter/hari e. Evaluasi Pasca Pembelian

1. Apakah anda merasa puas terhadap hasil yang diperoleh setelah menggunakan pakan Cargill dilihat dari kualitas susu?

a. Puas b. Tidak Puas

2. Apakah anda merasa puas terhadap hasil yang diperoleh setelah menggunakan pakan Cargill dilihat dari kesehatan sapi perah?


(5)

117 a. Puas

b. Tidak puas

3. Berdasarkan pengalaman anda menggunakan pakan Cargill, hal apa yang perlu ditingkatkan/diperbaiki?

a. Harga

b. Kualitas pakan c. Daya tahan pakan d. Lainnya, sebutkan ...

4. Jika harga pakan Cargill mengalami kenaikan harga apakah anda akan tetap membeli produk tersebut?

a. Tetap membeli b. Tidak jadi membeli c. Membeli produk lain d. Lainnya, sebutkan ...

5. Apa yang akan anda lakukan jika pakan Cargill tidak tersedia di tempat anda biasa membeli?

a. Membeli pakan ditempat lain b. Menunggu pasokan datang c. Membeli pakan yang lain d. Tidak membeli

e. Meminjam pada orang lain f. Lainnya, sebutkan ...


(6)

118

III TINGKAT KEPENTINGAN DAN TINGKAT KINERJA

a. Tingkat Kepentingan

Penilaian terhadap seberapa penting setiap atribut yang dimiliki oleh produk menjadi pertimbangan dalam pembelian.

b. Tingkat kinerja

Penilaian terhadap kinerja pakan Cargill yaitu seberapa jauh tingkat kinerja atribut memenuhi kepuasan anda.

Petunjuk : Berilah tanda (x) pada jawaban pilihan yang tersedia

No Atribut

Tingkat Kepentingan Kepuasan

Sangat Tidak Penting

Tidak

Penting Penting

Sangat Penting

Sangat Tidak

Puas

Tidak

Puas Puas

Sangat Puas 1 Peningkatan volume produksi susu

2 Peningkatan protein susu 3 Perubahan warna susu 4 Kekentalan susu 5 Kesehatan sapi 6 Tingkat reproduksi 7 Palatabilitas (kesukaan) 8 Kemudahan penggunaan pakan 9 Daya tahan pakan cargill 10 Harga pakan cargill 11 Ketersediaan pakan cargill 12 Kemudahan distribusi pakan cargill 13 Sistem pembayaran pakan cargill

14 Pemberian informasi tentang penggunaan pakan cargill 15 Merek pakan

16 Bantuk kemasan pakan cargill

17 Ukuran volume 40 kg per karung pakan cargill untuk 15 hari

18 Peningkatan pendapatan peternak dari hasil susu per 15 hari