19
2.4 Pengaruh Pakan Konsentrat Terhadap Pendapatan Peternak
Sugandi et al. 2005 menyatakan bahwa pada kondisi peternakan rakyat, sapi perah laktasi yang diberi konsentrat dengan protein kasar sebesar 13 persen
dapat menghasilkan produksi susu dengan memberikan nilai income over feed cost
yang optimal. Lebih lanjut dinyatakan bahwa peningkatan mutu pakan konsentrat mampu meningkatkan kualitas susu secara signifikan yang meliputi
kandungan lemak, bahan kering tanpa lemak, berat jenis dan jumlah bakteri dalam susu. Harga susu yang diterima oleh koperasi sangat ditentukan oleh komponen-
komponen tersebut. Hal ini dipandang positif dalam memotivasi peternak untuk menghasilkan susu berkualitas, namun disisi lain upaya ini juga perlu diimbangi
pengetahuan dan keterampilan peternak. Penelitian yang dilakukan Winugroho et al. 2005 pada KPS-KPS di
daerah Jawa Barat mendapatkan bahwa konsentrat yang diproduksi berkualitas rendah dengan kandungan protein kasar hanya sekitar 10,6 persen dan energi
TDN Total Digestic Nutrien di bawah 65 persen. Untuk sapi-sapi perah yang berkemampuan tinggi dalam berproduksi susu memerlukan konsentrat yang
mengandung protein kasar minimal 18 persen dan energi TDN 75 persen dari bahan kering. Pemberian konsentrat yang berkualitas rendah bukan saja berakibat
kepada kemampuan berproduksi susu yang rendah, tetapi juga umur ekonomis sapi perah akan menurun. Pada umumnya dengan pemberian konsentrat yang
berkualitas baik, sapi perah induk masih ekonomis untuk dipelihara sampai 10-11 periode laktasi. Akan tetapi, dengan pemberian konsentrat yang berkualitas
rendah sapi perah induk tidak ekonomis lagi dipelihara pada laktasi ke tujuh. Hasil penelitian yang diperoleh Daryono et al. 1989 yang melakukan
penelitian pada agribisnis sapi perah di daerah Pangalengan bahwa biaya pakan konsentrat mencapai 54,56 persen dari keseluruhan biaya produksi susu. Dengan
demikian, biaya pakan konsentrat merupakan biaya pengeluaran terbesar dalam usaha sapi perah. S. Rusdiana dan Wahyuning K. Sejati 2009 dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa peternak baru bisa memperoleh keuntungan dalam usaha agribisnisnya, apabila harga jual susu per liter paling sedikit 2,1 kali
harga per kg pakan konsentrat. Sampai pada tahun 2006, harga jual susu peternak masih berada di bawah 2,1 kali harga per kg pakan konsentrat, sehingga harga jual
20 susu peternak selama ini belum memadai. Kasus di Jawa Barat menunjukkan
bahwa pada tahun 2004-2005 harga jual susu hanya sekitar 1,9 kali harga per kg pakan konsentrat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Priyanti dan Mariyono 2008, harga pakan konsentrat juga berpengaruh sangat nyata terhadap harga susu
segar, dimana perhitungan elastisitas sebesar 1,32 menunjukkan bahwa harga susu segar ini sangat responsif terhadap perubahan harga konsentrat. Semakin tinggi
harga susu, maka harga konsentrat juga semakin meningkat. Kenaikan satu unit harga konsentrat akan meningkatkan harga susu segar sebesar 0,62 unit. Hasil
yang sama diperoleh Musofie 2004 yang menyatakan bahwa kenaikan nilai konsentrat dalam setahun berpengaruh nyata terhadap keuntungan dari usaha sapi
perah di peternakan rakyat. Kenaikan satu unit nilai konsentrat keuntungan usaha sapi perah berkurang sebesar 0,44 unit. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrat
merupakan komponen dalam ransum sapi perah yang cukup penting dan akhirnya berdampak pada pendapatan peternak. Peningkatan mutu pakan konsentrat juga
mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan, sehingga harga susu segar juga meningkat.
Awalnya, harga Susu Segar Dalam Negeri SSDN tidak ditentukan berdasarkan harga pasar melainkan berdasarkan kesepakatan harga yang dibuat
antara IPS dan GKSI Gabungan Koperasi Susu Indonesia. Harga yang terbentuk merupakan harga dasar basic price yang didasarkan pada standar kualitas susu,
yaitu Total Solid TS dan Total Plate Count TPC. Di samping TS dan TPC sebagai dasar penentuan harga, fluktuasi harga susu dunia pun dijadikan patokan
dalam penentuan harga. Harga kesepakatan ini dijadikan acuan oleh perusahaan- perusahaan yang tergabung dalam IPS untuk menerima susu berdasarkan harga
kesepakatan tersebut. Namun, sekarang ini penentuan harga susu bisa dilakukan antara koperasi primerKUD persusuan dengan perusahaan pengolahan susu, tidak
lagi melalui GKSI Firman 2010. Pada penelitian ini, kesepakatan harga yang dibuat antara KAUM Mandiri
dengan DDI berdasarkan pada tingkat protein susu minimal 2,5 persen. DDI menetapkan bahwa hanya susu yang mengandung tingkat protein minimal 2,5
persen yang dapat diserap oleh DDI. Kriteria yang digunakan oleh KAUM
21 Mandiri dan DDI adalah apabila tingkat protein susu sebesar 2,5 persen, maka
KAUM Mandiri akan memperoleh harga sebesar Rp 1.300,002,5 persen tingkat protein yaitu Rp 3.250liter. Semakin tinggi tingkat protein susu, maka semakin
tinggi harga dasar susu per liter.
2.5 Hasil Penelitian terdahulu mengenai Analisis Kepuasan Petani