Pendapatan Nelayan dan Pengambek serta Subsidi

119 Tabel 21 Modal dan pendapatan pengambek kapal sekoci dari tahun 2003- 2010 Tahun TOTAL BIAYA Rp Pendapatan Pengambek Rp Total Pendapatan Rp PrProbabi- il lity Jasa 5 dari Pendapatan BBM 10 ES 10 Sembako 10 2003 120 283 850 20 906 201 8 437 465 1 354 000 2 236 920 32 934 585 27 2004 254 921 631 46 800 230 18 307 500 3 570 312 3 614350 72 292 393 28 2005 629 342 460 106 815 209 47 250 650 7 731 446 7 952 150 169 749 455 27 2006 1 397 435 095 134 026 128 111 705 856 15 924 353 12 113 300 273 769 637 20 2007 1 715 147 092 189 873 837 138 444 665 17 894 594 15 175 450 361 388 545 21 2008 2 125 326 315 175 412 430 173 309 290 20 970 017 18 253 324 387 945 061 18 2009 2 388 102 640 205 934 927 186 608 764 27 079 800 25 121 700 444 745 190 19 2010 2 075 043 675 152 015 418 165 899 297 23 194 950 18 410 120 359 519 785 17 Total 10 705 602 758 1 031 784 790 849 963 489 117 719 473 102 877 314 2 102 344 654 Sumber: Hasil analisis. Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa modal yang dikeluarkan pengambek untuk membiayai operasi dari 27 kapal sekoci yang dijadikan sampel dari tahun 2003 hingga 2010 adalah sebesar Rp 10 705 602 758. Dari total biaya yang dikeluarkan tersebut diperoleh laba sebesar Rp 2 102 344 654. Ratio keuntungan terhadap modal yang dikeluarkan adalah berkisar antara 17-28 atau 1.4-2.3 per bulan. Keuntungan tersebut dianggap wajar, mengingat dari modal yang dikeluarkan tersebut pengambek tidak memberlakukan jaminan. Bahkan ratio tersebut jauh lebih kecil dengan suku bunga yang ditawarkan oleh koperasi dan Bank Perkreditan rakyat yang berkisar antara 1.5-2.5 per bulan ditambah jaminan dan sistem administrasi yang rumit. Berdasrkan peranan tersebut, maka keberadaan pengambek di PPP Pondokdadap Sendang Biru Kabupaten Malang memiliki peranan penting, karena dapat menggantikan peranan KUD Mina Jaya dan lembaga keuangan lainnya. Pendapatan pemilik kapal, nahkoda dan ABK sekoci, diperoleh dari pendapatan bersih. Sistem pembagiannya adalah total pendapatan bersih di bagi 12 bagian, selanjutnya pemilik kapal memperoleh bagian sebesar 612 50, nahkoda 212 17 dan ABK 412 atau 33. ABK biasanya terdiri dari 4 orang, sehingga memperoleh bagian 8.3 per orang. Berdasarkan sistem pembagian tersebut, pendapatan bersih pemilik kapal adalah Rp 26 220 618 per kapaltahun atau Rp 2 185,051.57 per bulan, sedangkan untuk nahkoda dan nelayan sekoci memiliki rataan pendapatan Rp 1 701 943.28 per bulan yang nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai upah mimimum regional UMR Kabupaten Malang tahun 2010 yaitu Rp 1 077 600 per bulan. 120 Nelayan sekoci yang sebagian besar merupakan pendatang, relatif kurang tersentuh oleh program-program bantuan langsung yang disediakan pemerintah sebagaimana nelayan di Desa Tambakrejo yang pernah mendapatkan bantuan berupa pengadaan perahu, alat tangkap, alat bantu penangkapan rumpon serta modal kerja. Nelayan sekoci umumnya mendapatkan pinjaman modal kerja dari pengambek dan menerima bantuan subsidi pemerintah dalam bentuk tidak langsung seperti BBM bersubsidi di SPDN Pondokdadap dan hak untuk menggunakan fasilitas yang dibangun pemerintah di PPP Pondokdadap.

4.4.4 Analisa Usaha Kapal Sekoci dan Kepemilikan Usaha

Keuntungan dalam usaha perikanan adalah faktor yang penting dalam keberlanjutan atau tidaknya usaha perikanan itu dilakukan. Dalam usaha perikanan tuna, keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan yang diperoleh pemilik dan keuntungan yang diperoleh ABK atau nelayan. Dalam analisis kinerja usaha, keuntungan yang diperoleh pemilik dapat dilihat dari nilai RC ratio, pendapatan net revenue, dan profitability . Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari ABK atau nelayan yang dilihat adalah besarnya pendapatan dan keberlanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau rumah tangganya. Nilai investasi dan penyusutan pada kapal sekoci tersaji pada Tabel 22. Pada Tabel 22 diperoleh gambaran bahwa investasi awal untuk satu unit kapal sekoci pada tahun 2002 adalah Rp 95 050 000. Dari hasil wawancara di peroleh gambaran bahwa umur teknis sebuah kapal sekoci adalah 5 tahun 60 bulan sehingga dalam perhitungan pemilik kapal dalam periode tahun 2003- 2010 diasumsikan melakukan investasi sebanyak 2 dua kali yaitu tahun 2002 dan 2007. Nilai investasi total untuk perahu, alat tangkap, dan alat bantu penangkapan pada tahun 2002 adalah Rp 95 050 000 dan meningkat menjadi Rp 102 060 000 pada tahun 2008, sehingga total investasi nelayan pada periode tersebut adalah Rp 187 110 000. Investasi nelayan tersebut akan mengalami penyusutan yang nilainya semakin bertambah dengan rataan penurunan nilai Rp 14 837 785 per tahun. 121 Tabel 22 Nilai investasi dan penyusutan investasi kapal sekoci tahun 2002- 2010 No Uraian Nilai Investasi Nilai Penyusutan 2002 2008 2003 2010 1 Perahu sekoci 40 000 000 48 000 000 6 450 000 11 668 860 2 Mesin sekoci: a. Mesin 30 PK 17 500 000 21 000 000 2 687 500 5 105 126 b. Mesin 15 PK 6 500 000 7 800 000 860 000 1 896 190 3 Box pendingin 3 000 000 3 600 000 537 500 875 165 4 Pancing 1 000 000 1 306 669 500 000 653 335 5 GPS 3 000 000 3 600 000 645 000 875 165 6 Peralatan masak 1 500 000 1 800 000 322 500 437 582 7 Kompas 350 000 420 000 75 250 102 103 8 Jangkar 250 000 300 000 32 250 72 930 9 Tali jangkar 500 000 600 000 107 500 145 861 10 Ganco, pisau 500 000 600 000 86 000 145 861 11 Bohlam, aki 750 000 900 000 161 250 218 791 12 Petromax 200 000 240 000 37 625 58 344 13 Rumpon 10 000 000 12 000 000 - - TOTAL 95 050 000 102 060 000 10 927 375 17 226 154 Sumber: Hasil analisis dari data primer. Selain mengeluarkan biaya investasi di atas, pemilik kapal juga mengeluarkan biaya operasional yang terdiri dari pembelian solar, oli, es, sembako, upah kerja nahkoda dan ABK, pajak dan biaya manajemen yaitu retribusi pengelola PPP Pondokdadap 1.5, restribusi desa 0.05, dan bagian pengambek 5 , serta biaya tak terduga. Perhitungan arus laba didasarkan kepada rataan nilai pendapatan, yaitu sebesar Rp 148 100 625 dengan rataan nilai biaya operasional sebesar Rp 78 658 592. Selisih antara pendapatan dan biaya operasioanal diperoleh laba dengan rataan Rp 69 442 033 per tahun. Seiring dengan meningkatnya harga BBM, es dan sembako, maka laba yang diperoleh dari tahun ketahun berfluktuasi. Pada Tabel 22, diperoleh gambaran bahwa kenaikan laba terjadi dari tahun 2003 sampai 2005, kemudian pada tahun 2006 mengalami penurunan, selanjutnya mulai tahun 2007 kembali stabil dan terus mengalami peningkatan. Gambaran biaya, pendapatan dan laba dari kapal sekoci penelitian tersaji pada Tabel 23. Berdasarkan nilai kriteria seperti dalam Tabel 23, maka usaha penangkapan ikan tuna dengan menggunakan kapal sekoci di PPP Pondokdadap pada tahun 2003 hingga 2010 sangat menguntungkan bagi pemilik sebagai pengusaha dan pelaku usaha di bidang penangkapan ikan tuna. Kriteria menguntungkan tersebut diperoleh dari hasil perhitungan performa kelayakan usaha dengan yang dapat dilihat dari indikator Revenue cost ratio