Illegal fishing dan Penegakan Aturan

140 di tengah laut transshipment atau melakukan peanangkapan ikan dengan menggunakan bahan-bahan yang merusak lingkungan. Berdasrkan pertimbangan tersebut, nelayan Sendang Biru tidak terindikasi melakukan transshipment di tengah laut atau menjual ikan haasil tangkapnnya ke daerah lain.

4.6.7 Kepemilikan Usaha dan Pembatasan Masuk

Dari hasil pendapatan total dari setiap kapal, sekitar 85.78 ditransfer keluar dari Sendang Biru, yaitu untuk ABK sebanyak 4 orang, nahkoda dan pemilik kapal yang semuanya berasal dari Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Dengan demikian proporsi dari pendapatan yang tertinggal di Sendang Biru sebesar 14.217 Tabel 26. Tabel 26 Persentase jumlah pendapatan yang tertransfer dan yang tertinggal Bagian Keuntungan Pemilik Kapal Nahkoda ABK Tertransfer 45.99 23.56 16.21 Tertinggal 5.11 2.62 6.49 Sumber: Hasil analisis dari data primer.

4.7 Analisis Keberlanjutan Kegiatan Penangkapan Madidihang

Kegiatan penangkapan ikan tuna yang dilakukan oleh nelayan sekoci PPP Pondokdadap Sendang Biru Kabupaten Malang dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangannya dari tahun 2001 sampai tahun 2010 mencapai 252, dengan rataan pertambahan sekitar 25.1 per tahun. Fishing ground dari nelayan tersebut berada di ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur dengan titik koordinat 9-12° LS dan 110-114° BT padahal kondisi oseanografis dari perairan selatan Jawa memiliki kecepatan angin yang besar, terutama pada musim barat. Dengan demikian pada umumnya yang beroperasi di wilayah tersebut adalah armada besar dan modern. Sebaliknya nelayan Sendang Biru, menggunakan armada kapal sekoci dengan spesifikasi panjang 16 m, lebar 3.5 m dan tinggi 1.2 m dengan bobot 10 GT. Alat tangkap yang di gunakan adalah pancing ulur hand line dengan alat bantu rumpon laut dalam. Berdasarkan dari teknologi yang digunakan sesungguhnya armada sekoci rentan apabila beroperasi di perairan ZEEI selatan Jawa tersebut. 141 Ikan target utama dari kegiatan tangkap tersebut adalah Madidihang yang ada di perairan ZEEI Samudera Hindia, khususnya yang ada di Jawa Timur yang merupakan WPP 573 dan potensial sebagai tempat migrasi ikan tuna. Namun pada saat ini, kondisi dari stok ikan tersebut diestimasi sudah tangkap lebih overeksploited IOTC 2009, walaupun kondisi yang pasti belum diketahui. Estimasi tersebut, dilihat dari perubahan area tangkap kapal purse seine dari Eropa Spanyol dan Francis yang sebagian besar sudah mengalihkan operasinya ke wilayah lain. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dalam rangka ke hati-hatian, maka kegiatan penangkapan Madidihang tersebut di Samudera Hindia diatur oleh organisasi internasional yaitu IOTC. Menurunnya populasi Madidihang di Samudera Hindia, sebagai akibat terjadi penangkapan yang tidak terkendali oleh kapal-kapal purse seine dan long line yang menggunakan rumpon. Sehingga keberadaan rumpon dianggap mempercepat laju penurunan dari populasi ikan tuna tersebut. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga memperkuat estimasi tersebut, yang menyatakan bahwa keberadaan Madidihang di ZEEI Samudera Hindia sudah mengalami full-exploited. Pernyataan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 45 tahun 2011 tentang estimasi potensi sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan. Pernyataan tersebut, dimaksudkan untuk mendukung pengelolaan perikanan tuna yang bertanggung jawab, sebagai konsekuensi dari keanggotaan dalam IOTC. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka kegiatan perikanan tangkap tuna yang ada di Sendang Biru Kabupaten Malang dikaji status keberlanjutannya. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan penangkapan ikan tuna tidak mengabaikan kelestarian sumberdayanya. Keberlanjutan kegiatan perikanan tuna yang dilakukan oleh nelayan sekoci PPP Pondokdadap Sendang Biru tersebut dianalisis dengan pendekatan multidimensional scaling MDS yang dianalisis dengan softwer program Raled SBH. Program ini merupakan hasil pengembangan dari metode Rapfish yang digunakan untuk menilai status keberlanjutan perikanan tangkap dari FAO Pitcher dan Preikshot 2001. Hasil analisis keberlanjutan ini dinyatakan dalam indeks keberlanjutan kegiatan perikanan, dimana indeks keberlanjutan ini mencerminkan status keberlanjutan