Konflik Pengelolaan Serapan Kerja Kerja dan Pertumbuhan Nelayan Sekoci .1 Serapan Tenaga Kerja Nelayan

134 Tengah belum berhasil menghentikan praktek pencurian dan pengrusakan tersebut. Selain itu terdapat pula konflik antara pemilik perahu dan nelayan sekoci dengan pengambek yang menyediakan modal bagi operasi penangkapan ikan. Konflik biasanya dipicu oleh praktek kecurangan dalam penimbangan dan penghitungan saat pelelangan ikan. Konflik seperti ini dapat diselesaikan melalui musyawarah dengan menghadirkan pihak yang berkonflik dipimpin oleh tokoh masyarakat Sendang Biru dan kelompok nelayan.

4.5.3.6 Kesadaran Lingkungan

Nelayan sekoci memiliki kesadaran yang rendah tentang perlunya menerapkan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan bagi keberlanjutan usaha penangkapan yang mereka lakukan. Dari 65 responden hanya 27 menjawab tidak setuju apabila penangkapan Madidihang dilakukan dengan menggunakan trawl atau purse seine yang dapat merusak rumpon dan menyebabkan populasi ikan menghilang 2 hingga 3 bulan sesudah pengoperasiannya. Selanjutnya 65 responden menyatakan akan menggunakan alat tangkap lain yang kapasitasnya lebih besar seperti trawl walaupun tidak menjamin kualitas dan kuantitas hasil tangkapan yang lebih baik sepanjang tahun. Nelayan sekoci mengusulkan bahwa ke depan harus ada perubahan teknologi penangkapan yang menggunakan purse seine sebagai pengganti hand line. Belum beralihnya penggunaan alat tangkap hand line ke purse seine dikarenakan keterbatasan modal, karena apabila beralih maka armadanya pun harus berganti pula. 4.6 Aspek Kelembagaan Perikanan Madidihang 4.6.1 Ketersediaan Aturan Food and Agriculture Organization FAO memasukkan wilayah perairan Samudera Hindia selatan Jawa ke dalam wilayah pengelolaan perikanan sub-area 57 northern. Pengelolaan sumberdaya ikan pelagis besar di wilayah ini dilakukan dengan mengacu pada berbagai kesepakatan internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia diantaranya United Nation Conventions on the Law of the Sea UNCLOS yang diratifikasi dengan Undang-undang No 17 tahun 1985. Selanjutnya FAO menetapkan 135 standar acuan bagi pengelolaan perikanan secara bertanggungjawab pada tahun 1995 melalui penerapan Code of Conduct for Responsible Fisheries. Selain itu, Indonesia meratifikasi aturan dan menjadi anggota regional marine fisheries organization RMFO untuk pengelolaan tuna di Samudera Hindia yaitu Indian Ocean Tuna Commission IOTC pada 9 Juli tahun 2007. Pengelolaan sumberdaya hayati di zona ekonomi eksklusif Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1984, yang dilengkapi dengan berbagai aturan dalam rangka pengelolaan sektor perikanan diantaranya PP nomor 141 tahun 2000 tentang Usaha Perikanan, Kepmen Kelautan dan Perikanan nomor 47 tahun 2001 tentang Format Perizinan Usaha Penangkapan Ikan, Kepmen Perindustrian dan Perdagangan nomor 213MPPKep72001 tentang Penetapan Harga Patokan Ikan untuk Pungutan Hasil Perikanan, dan Kepmen Keuangan nomor 654KMK.062001 tentang Tatacara Pengenaan dan Penyetoran Pungutan Perikanan. Selanjutnya Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia mengeluarkan Permen nomor: PER.16MEN2006 tentang Pelabuhan Perikanan, Permen nomor PER.01MEN2009 tanggal 21 Januari 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia yang menetapkan perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian barat sebagai WPP-RI 573, Permen Kelautan dan Perikanan nomor PER.02MEN2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan, dan Kepmen nomor KEP.45MEN2011 tanggal 3 Agustus 2011 tentang Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Di tingkat provinsi, pemerintah Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur nomor 18814SK0142000 tentang Pembentukan Tim Pembina Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Jawa Timur. Namun demikian, Pemerintah Kabupaten Malang hingga saat ini belum mengeluarkan peraturan daerah untuk mengatur pengelolaan sub sektor perikanan di wilayahnya. Sementara itu di tingkat lokal terdapat kesepakatan kelompok nelayan sekoci