Definisi Operasional METODOLOGI PENELITIAN

57 Timur secara menegak menggunakan Grapher 7.0 dan secara melintang dengan menggunakan Ocean Data View 7. Analisis Deret Waktu atau Time Series Analysis merupakan alat analisis untuk melihat hubungankorelasi, koherensi dan beda fase antara parameter suhu permukaan laut dan klorofil-a dengan menggunakan metode Wavelet dan Fast Fourier Transform FFT. 8. Analisis Korelasi Silang adalah analisis terhadap hubungan antara suhu permukaan laut dengan CPUE dan antara klorofil-a dengan CPUE. Untuk melihat apakah ada hubungan antara fluktuasi ke dua parameter menggunakan regresi linier sederhana. 9. Analisis Kelayakan Usaha dimaksudkan untuk melihat berbagai indikator yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan usaha perikanan Madidihang melalui perhitungan, BCR, IRR dan PBP. 10. Analisi Keberlanjutan adalah untuk mengetahui indeks dan status keberlanjutan existing condition setiap dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan Madidihang yang meliputi dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan. 11. Analisis keberlanjutan multidimensi adalah untuk mengetahui indeks dan status keberlanjutan existing condition dari dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan Madidihang secara keseluruhan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rumpon Fish Aggregating Device dan Kondisi Hydro-oseanografi di

Area Fishing Ground Keberadaan populasi ikan di suatu perairan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Dalam konsep biologi ikan, faktor-faktor tersebut terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu yang bersifat biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi proses biologi yang terjadi akibat pengaruh dari dalam tubuh ikan, sebagai respons terhadap perubahan lingkungan di mana ikan tersebut berada. Sedangkan respon ikan terhadap pengaruh dari luar terjadi dalam bentuk interaksi antar organisme yang menghuni perairan tempat populasi ikan berada sebagai habitatnya. Interaksi terjadi biasanya dalam bentuk hubungan pemangsaan predator-prey atau persaingan makanan food competition. Faktor abiotik adalah faktor-faktor lingkungan perairan yang lebih bersifat fisik dan kimia seperti klimatologi, arus, ketersediaan unsur hara, oksigen, nitrat, fosfat, suhu dan salinitas. Kedua faktor tersebut, yaitu abiotik dan biotik, merupakan unsur utama dalam penentuan tinggi rendahnya kelimpahan suatu populasi atau stok sumberdaya ikan di suatu perairan. Berdasarkan hubungan interaksi dari faktor biotik dan abiotik tersebut, dalam penelitian ini, telah dikaji faktor abiotik di perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa, khususnya yang dijadikan fishing ground oleh nelayan sekoci PPP Pondokdadap Sendang Biru yang menangkap Madidihang. Atas ketersediaan data, dalam penelitian ini telah dikaji faktor abiotik utama yang berpengaruh langsung terhadap populasi Madidihang, yaitu suhu, oksigen dan klorofil-a. Sedangkan data ikan yang dikaji meliputi data sebaran ikan secara spasial, yaitu data yang diperoleh dari rumpon sebagai fishing ground yang berada di titik koordinat 1103 ° 00-115 ° 00 BT dan 9 ° 00 - 12 ° 0 LS. Data hasil tangkapan yang dikaji, meliputi data temporal dari kurun waktu tahun 2003 sampai 2010. Dengan demikian, diharapkan informasi ini bisa menjelaskan keberadaan sumberdaya Madidihang di perairan tersebut, pada kurun waktu antara tahun 2003 hingga tahun 2010 yang ditangkap oleh nelayan sekoci. 58 Sebagian besar nelayan Sendang Biru dalam menangkap ikan memperhatikan cuaca dan unsur terkait yang berhubungan dengan keselamatan melaut dan keberadaan ikan di lokasi rumpon. Penyesuaian nelayan terhadap faktor cuaca dan musim dalam penelitian ini dikaji, terutama mengenai: keberadaan rumpon, musim menangkap, spesies dan ukuran yang tertangkap. Diharapkan dari penelitian ini diperoleh ketersediaan data dan informasi hasil tangkapan nelayan kecil, yang selama ini belum tersedia secara spesifik dari nelayan Indonesia IOTC 2010 dan kajian ilmiah interaksi antara Madidihang dengan kondisi hidro-oseanografis, sehingga diperoleh informasi lingkungan yang ideal yang disukai Madidihang.

4.1.1 Rumpon atau Fish Aggregating Devices FADs

Rumpon telah digunakan untuk meningkatkan efektivitas hasil tangkapan pada industri perikanan tangkap besar yang menggunakan alat tangkap purse seine dan long line, juga pada perikanan tangkap artisanal yang menggunakan alat tangkap handline. Di Samudera Atlantik dan Samudera Hindia hampir 75 hasil tangkapan Cakalang Katsuwonus pelamis, 35 Madidihang Thunnus albacores , dan 85 tuna Mata Besar Thunnus obesus ditangkap dengan menggunakan kapal purse seine pada rumpon. Ikan Cakalang yang tertangkap pada umumnya berukuran besar atau fase dewasa, namun untuk Madidihang dan Mata Besar berukuran kecil 100 cm fork length atau fase juvenil Hallier dan Gaertner 2008. Hasil tangkapan Madidihang di rumpon pada tahun 2010 telah mengalami peningkatan dan hampir 70 hasil tangkapan Madidihang dihasilkan oleh kapal purse seine yang diperoleh dari rumpon Greenpeace 2010. Fenomena ini terjadi setelah diketahui bahwa spesies tuna tropis memiliki perilaku yang menyukai kepada benda pengampung di perairan. Madidihang berasosiasi dengan benda mengapung Gooding and Magnuson 1967; Hunter and Mitchell 1967; Fonteneau 1993 dan benda bergerak lainnya pada saat beruaya, seperti kapal penangkap ikan Fonteneau and Diouf 1994. Berdasarkan perilaku tuna tersebut nelayan membuat benda mengapung buatan yang selanjutnya disebut rumpon Hallier dan Gaertner 2008 dan keberadaan rumpon memegang peranan penting dalam perikanan tangkap dunia Dagorn et al. 2001. Pada perikanan tuna dengan