Aspek Biologi, Habitat dan Prilaku Madidihang Thunnus albacares

23 diduga terjadi pada saat berukuran 100 cm IOTC, 2008. Sedangkan di Samudera Pasifik yang mengindikasikan puncak pemijahan yang tinggi dan berulang-ulang disepanjang daerah ekuator adalah disekitar Filipina Selatan. Berkurangnya aktifitas pemijahan diantara ikan dewasa diduga karena menurunnya suhu permukaan air di daerah ini antara bulan Februari hingga Mei. Selain itu perubahan musim pemijahan Madidihang berkaitan dengan perubahan tanda-tanda iklim dan produktifitas lokal. Puncak musim dan area pemijahan dari Madidihang berada di sekitar daerah ekuator Pasifik Barat dan Tengah. Puncak pemijahan di bagian barat 135°E –165°E diduga terjadi pada kuarter keempat dan pertama dan puncak pemijahan di dareah Pasifik Tengah 180-140W terjadi pada kuarter kedua dan ketiga. Musim pemijahan disepanjang pulau Hawaii terjadi antara bulan April hingga Oktober dan puncaknya pada Juni, Juli dan Agustus, dimana ikan tuna Madidihang dewasa menjadi rentan tertangkap oleh pancing dan alat tangkap lain. Selama puncak pemijahan di musim panas yang pendek, lebih dari 85 dari Madidihang berhasil memijah. Sedangkan pada musim dingin Madidihang menghentikan aktifitas pemijahannya. Periode puncak memijah dari Madidihang umumnya di musim panas dan musim semi, namun umumnya masa memijah dapat terjadi sepanjang tahun. Madidihang merupakan ikan pelagis dan epi-pelagis yang menghuni lapisan atas perairan samudera di atas lapisan termoklin dan memiliki perilaku yang menyukai benda pengapung di perairan sehingga selalu berasosiasi dengan benda mengapung Gooding and Magnuson 1967; Hunter and Mitchell 1967; Fonteneau 1993 dan benda bergerak lainnya pada saat beruaya, seperti kapal penangkap ikan Fonteneau and Diouf 1994. Berdasarkan perilaku tuna tersebut, nelayan membuat benda mengapung buatan yang selanjutnya disebut rumpon Hallier dan Gaertner 2008 dan keberadaan rumpon memegang peranan penting dalam perikanan tangkap dunia Dagorn et al. 2001. Pergerakan vertikal dari Madidihang yang ditag Cayré 1991 pada malam hari menghabiskan waktunya pada kedalaman berbeda yaitu di kedalaman antara 40-70 m, sementara siang hari berada pada kedalaman 70-110 m dan jarang sekali ke permukaan 0-10m. Pada waktu siang hari suhu yang ideal berkisar 24-27 C, sementara pada malam hari 24 berada di area lapisan campuran yang hangat dengan suhu di atas 27°C. Sedangkan di Teluk Mexico, menurut Weng et al. 2009 Madidihang memiliki kebiasaan untuk menghabiskan waktu 93.40 di lapisan campuran dan termoklin di atas 200 m, dan 72.0 di atas 50 m dari kolom air mix layer. Pada malam hari 84.9 hidupnya berada di atas 50 m dan 59.3 pada siang hari dan hanya 10.7 di atas 50 m, 34.20 pada siang hari. Penelitian memperlihatkan bahwa meski Madidihang kebanyakan mengarungi lapisan kolom air 100 m teratas, dan relatif jarang menembus lapisan termoklin, namun ikan ini mampu menyelam jauh ke kedalaman laut. Seekor Madidihang yang diteliti di Samudra Hindia menghabiskan 85 waktunya di kedalaman kurang dari 75 m, namun tercatat tiga kali menyelam hingga kedalaman 578 m, 982 m dan yang paling ekstrem hingga 1.160 m Brill et al. 1988.

2.2.3 Daerah Sebaran dan Produksi dan Status Stok Madidihang di

Samudera Hindia Dalam konteks perdagangan, ikan tuna merupakan salah satu komoditas ikan komersial paling besar, khusus dan berperanan penting dalam perdagangan ikan dunia Collette dan Nauen 1983. Sebagai genus Thunnus dan keluarga Scombridae, tuna ditemukan dan tersebar di samudera daerah beriklim tropis dan sub tropis di dunia Lee et al. 1999. Pada tahun 2009 ISSF 2009 produksi ikan tuna dunia telah mencapai 4 juta ton per tahun. Produksi ikan tuna tersebut bersumber dari Samudera Pasifik sekitar 68, Samudera Hindia sekitar 22 dan sisanya 10 dari Samudera Atlantik dan Laut Mediterania. Adapun komposisi ikan tuna yang tertangkap meliputi Madidihang 24, big eye 10, Albacore 5 dan sisanya Sirip Biru sekitar 1. Tingginya produksi ikan tuna tersebut dipicu oleh berkembangnya alat tangkap jaring purse seine, sebagai salah satu alat alternatif baru selain alat tangkap pancing hook and line yang telah digunakan sejak tahun 1940 hingga pertengahan tahun 60-an. Hal ini memicu tingkat eksploitasi yang tinggi, yang akhirnya akan menyebabkan terjadi penurunan sumberdaya stok dihampir semua perairan lautan di dunia FAO 2009. Pada 25 tahun 2009, sebanyak 80 negara di dunia melakukan kegiatan penangkapan ikan tuna sehingga penangkapan ikan tuna telah menjadi industri perikanan yang prospektif dan berperan sebagai sumber devisa negara dan sekaligus penyedia lapangan kerja ISSF 2009. Penyebaran ikan tuna tersebut pada umumnya mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas yang merupakan daerah yang kaya akan organisme sebagai daerah fishing ground yang sangat baik untuk perikanan tuna. Sehingga dalam perikanan tuna pengetahuan tentang sirkulasi arus dan suhu sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan sangat berhubungan dengan arus dan suhu tersebut Nakamura 1965. Penyebaran tuna di perairan Samudra Hindia meliputi daerah tropis dan sub tropis, penyebaran tuna ini terus berlangsung secara teratur di Samudra Hindia di mulai dari Pantai Barat Australia, sebelah selatan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah selatan Pulau Jawa, sebelah Barat Sumatera, Laut Andaman, di luar pantai Bombay, di luar pantai Ceylon, sebelah Barat Hindia, Teluk Aden, Samudra Hindia yang berbatasan dengan Pantai Somalia, Pantai Timur dan selatan Afrika Jones dan Silas 1963. Sebaran tuna di Samudera Hindia menurut Lee et al. 1983 berdasarkan distribusi spatialnya yang dianalisis dari hasil tangkapan bulanan nelayan Taiwan yang menggunakan alat tangkap long line dari tahun 1967 hingga tahun 1996 diperoleh tiga spesies tuna yang dominan, yaitu tuna Mata Besar Thunnus obesus, Madidihang Thunnus albacores dan tuna Albacore Thunnus alalunga. Menurut Uktolseja et al. 1987, penyebaran tuna di perairan Indonesia meliputi Samudra Hindia perairan barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Perairan Indonesia bagian Timur Laut Sulawesi, Maluku, Arafuru, Banda, Flores dan Selat Makassar dan Samudra Pasifik perairan Utara Irian Jaya. Madidihang merupakan spesies yang paling dominan ditangkap dari total produksi ikan tuna yang dihasilkan dari Samudera Hindia, Pada tahun 2009 produksi Madidihang yang dihasilkan adalah 281 000 ton, sementara Mata Besar dan Albacore, masing-masing 102 000 ton dan 40 500 ton. Produksi Madidihang