Angin Muson dan Musin Penangkapan Ikan

65 Februari diperoleh produksi terendah, yaitu 75 549 kg dengan upaya tangkap 178 trip. Rendahnya produksi tersebut, karena telah berlangsung musim barat. Pada musim barat sebagian besar ABK sekoci beristirahat dan digunakan untuk pulang kampung ke Sulawesi Selatan sedangkan pemilik kapal melakukan perbaikan dan perawatan kapal. Namun, bagi yang tidak pulang kampung dan kondisi kapal dalam keadaan prima, kegiatan penangkapan tetap dilakukan, terutama di rumpon yang relatif dekat dari PPP Pondokdadap. Pada bulan April-Mei musim peralihan 1, produksinya mulai meningkat, yaitu 301 230 kg. Pada periode ini walaupun di perairan selatan Jawa masih bertiup angin kencang namun arah angin tidak menentu karena pada periode ini menurut Tchernia 1980 terjadi musim pancaroba awal tahun. Meningkatnya produksi Madidihang di PPP Pondokdadap disebabkan karena kegiatan perikanan tangkap tuna di rumpon baru dimulai setelah berhentinya kegiatan penangkapan pada musim barat. Pada musim ini walaupun anginnya masih tergolong kencang akan tetapi dianggap kecepatan angin mulai mereda setelah berakhirnya musim barat. ABK yang pulang pada musim barat, pada umumnya kembali pada akhir bulan Februari, untuk melakukan persiapan penangkapan pada awal bulan Maret. Pada awal bulan Maret nelayan sekoci melaut untuk memperbaiki rumpon yang rusak selama musim barat, atau melakukan pemasangan rumpon lagi apabila hilang. Kegiatan selanjutnya efektif berlangsung sampai pertengahan bulan November menjelang masuk ke periode musim barat. Kegiatan penangkapan ikan tuna di rumpon paling besar dilakukan pada bulan Mei hingga Oktober, puncaknya pada bulan Juni-Agustus dengan jumlah upaya tangkap dan produksi masing-masing adalah 954 trip dan 551 918 kg. Pada bulan tersebut, menurut Clark et al. 1999, di Samudera Hindia berlangsung musim timur, dimana angin bertiup dari belahan bumi selatan. Akibatnya terjadi akumulasi kelembaban dan presipitasi yang tinggi di daratan Asia, sehingga angin tidak besar. Selain fenomena angin, pada musim timur tersebut di selatan Jawa berlangsung fenomena upwelling, yaitu terjadinya percampuran massa air secara vertikal maupun horisontal yang merupakan proses dinamika massa air yang berlangsung di perairan timur laut Samudera Hindia. Informasi fenomena tersebut, oleh nelayan sekoci PPP Pondokdadap Sendang Biru digunakan untuk 66 menempatkan posisi rumpon karena nelayan mengetahui bahwa area upwelling merupakan tempat yang banyak ikannya. Hal ini terlihat dari hasil analisis rumpon sebagian besar berada pada posisi 112 ° 00-115 ° 00 BT dan 9 ° 00 - 12 ° LS tempat terjadinya upwelling. Hal ini dikuatkan oleh Susanto et al. 2001, bahwa pada masa angin muson timur di sepanjang perairan pantai barat Sumatera dan selatan Jawa terjadi upwelling, walaupun menurut Wyrtki 1961, upwelling di selatan Jawa terjadi secara temporal dan menempati zona di sepanjang batas arus pantai Jawa dan arus khatulistiwa selatan. Pada bulan September-November masa peralihan ke-2 kegiatan penangkapan ikan mulai menurun 575 trip dengan produksi 290 209 kg jika dibandingan dengan musim timur, akan tetapi masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan musim peralihan pertama. Kondisi perairan pada saat musim pancaroba ke-2 hampir sama dengan musim pancaroba ke-1. Menurut Tchernia 1980 pada bulan tersebut dinamakan musim pancaroba akhir tahun, dimana kondisi kecepatan angin mulai meningkat, namun arahnya tidak menentu. Armada yang berukuran kecil, seperti ukuran armada tangkap sekoci nelayan Sendang Biru di Indonesia, pada saat terjadinya angin musim barat dan musim peralihan umumnya berhenti melaut. Akan tetapi di Sendang Biru, kondisi angin pada musim barat tersebut tidak menyurutkan sebagian ABK Sekoci untuk pergi melaut, walaupun di perairan selatan Jawa kondisi cuacanya buruk. Menurut Tchernia 1980 pada musim barat, kecepatan angin paling besar karena angin bertiup dari daratan Asia menuju daratan Australia sebagai akibat pengaruh pergantian musim di belahan bumi utara daratan Asia yang sedang berlangsung musim dingin, sebaliknya di belahan bumi selatan daratan Australia terjadi musim panas. Nelayan Sendang Biru akan berhenti melakukan kegiatan penangkapan, bukan karena faktor musim semata, akan tetapi faktor sosial budaya yang lebih diutamakan. Kegiatan penangkapan akan berhenti secara total, pada saat memperingati hari-hari besar keagamaan, seperti hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha, hari besar kenegaraan pada tanggal 17 Agustus dan pelaksanaan budaya adat petik laut yang dilaksanakan setiap tanggal 27 November. 67 Berdasarkan uraian tersebut di atas disimpulkan bahwa hidro-oseanografis di Selatan Jawa bukan menjadi pembatas dalam kegiatan penangkapan Madidihang di rumpon yang terletak di ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa. Masa tangkap ikan berlangsung sepanjang tahun, namun masa efektif 8 bulan yang di mulai pada bulan April sampai November. Nelayan tangkap sekoci tidak menghiraukan faktor iklim lainnya seperti, bulan purnama, berbeda dengan kapal armada payangan dan kapal tardisional lainnya di Indonesia. Adanya perbedaan tersebut, diantaranya disebabkan oleh adanya pola tangkap yang berbeda, yaitu untuk nelayan payangan dengan pola tangkap ikan yang berburu hunting. Pada pola ini selain di pengaruhi oleh kondisi angin, dipengaruhi juga oleh kondisi bulan. Dari hasil wawancara dengan nelayan payangan, diperoleh informasi bahwa pada saat bulan purnama kegiatan penangkapan ikan berhenti, karena pada saat bulan purnama keberadaan gerombolan ikan tidak terlihat. Sedangkan pada saat tidak ada cahaya bulan gerombolan ikan tersebut terlihat jelas karena sisik ikan memantulkan cahaya mengkilat. Bagi nelayan sekoci keberadaan bulan purnama tidak menjadi pembatas, dengan alasan: 1 lama trip berlangsung 7-10 hari, pada saat bulan purnama digunakan untuk perjalanan menuju rumpon, sehingga pada saat sampai rumpon bulan purnama sudah berakhir dan 2 pola tangkap tidak mencari ikan hunting, akan tetapi memancing fishing di rumpon yang dilakukan pada siang hari, sehingga pengaruh bulan purnama diabaikan.

4.1.2.2 Suhu

Madidihang Thunnus albacares sebagai ikan pelagis sebaran vertikalnya dipengaruhi oleh stuktur dari kolom air, karena menurut Bril et al. 1998, sekitar 60-80 dari hidupnya berada di lapisan campuran dan termoklin di atas 100 m, terutama untuk ikan dewasa yang berukuran 64-93 kg. Sedangkan untuk yang berukuran juvenil berada di lapisan campuran. Song et al. 2008 menyatakan, selain di lapisan campuran dan termoklin, Madidihang, juga sering kali hidup di bawah lapisan termoklin, kondisi ini sangat tergantung kepada suhu, dissolved oxigen DO dan klorofil. Adapun kondisi yang optimal untuk masing-masing variabel tersebut di Samudera Hindia, adalah 100.0-179.9 m, 15.0-17.9ºC, 0.090 – 0.099 μgl, dan 2.50–2.99 μgl, sedangkan salinitas tidak begitu berpengaruh terhadap pergerakan vertikal dari ikan tuna tersebut. Namun, secara umum suhu 68 ideal untuk sebaran tuna adalah 26 o C-32 o C Gunarso 1996, sedangkan menurut Silas 1962 hidup pada temperatur 16 o C-30 o C dengan temperatur optimum 28 o C. Dengan demikian, untuk mengetahui lapisan campuran mixed layer, termoklin thermocline dan lapisan dalam dept layer di area penangkapan nelayan sekoci PPP Pondokdadap Sendang Biru dilakukan analisis mengenai sebaran suhu melintang dan menegak dari kolom air yang ada di rumpon .

4.1.2.2.1 Analisis Sebaran Suhu Menegak dan Melintang di Fishing Ground