mempunyai curah hujan berkisar antara 2.000 - 4.000 mmtahun, dengan hari hujan yang bervariasi antara 100 - 160 hari hujantahun. Kelembaban udara rata-
rata tercatat berkisar antara 64-87 , sedangkan suhu udara rata - rata berkisar antara 21,1–32,4
o
C.
4.3 Sumberdaya Alam
Kecamatan Sinjai Timur memiliki potensi sumberdaya yang cukup besar khususnya dari sektor perikanan. Pada kawasan ini terdapat area pertanian,
tambak serta kawasan hutan mangrove yang tersebar di beberapa desa yakni Desa Samataring seluas 275,50 ha, Tongke-Tongke seluas 325 ha, Panaikang seluas
95,50 ha, Pasimarannu seluas 35 ha, dan Sanjai seluas 71,50 ha. Untuk produksi kepiting bakau pada tahun 2009 mencapai 11,21 tontahun.
Masyarakat nelayan di kawasan ini melakukan pemanfaatan sumberdaya berupa biota laut antara lain kepiting, benur, nener, udang, kerang, tiram, dan
beberapa jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Potensi lain yang kini mulai dikembangkan dan dibudidayakan oleh beberapa masyarakat adalah rumput laut.
Potensi sumberdaya alam lainnya, yaitu berupa tanaman yang sering dimanfaatkan diantaranya beberapa tanaman palawija serta padi. Sedangkan fauna
yang sering ditemukan antara lain kelelawar yang biasa hidup di kawasan mangrove dan binatang ternak antara lain ayam, itik, kambing, sapi, kerbau, dan kuda.
4.4 Kependudukan
Penduduk yang berada di Kecamatan sinjai timur sebesar 9 dari total jumlah penduduk yang berada di Kabupaten Sinjai. Total penduduk sebesar
28.848 jiwa pada tahun 2007, dengan mayoritas penduduk di kawasan ini adalah nelayan dan beberapa diantaranya adalah PNS, guru dan pegawai di Kantor Desa.
Penduduk terbanyak bermukim di Desa Tongke-Tongke sebanyak 3.408 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 780 KK, dan untuk Kelurahan Samataring dengan
jumlah penduduk sebanyak 3.185 jiwa total kepala keluarga sebanyak 785 KK pada tahun 2007 BPS Kab. Sinjai 2007.
4.5 Potensi Perikanan
Wilayah pesisir Kabupaten Sinjai merupakan suatu kawasan pantai dan pulau dengan potensi perikanan yang cukup besar. Dengan panjang garis pantai
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
kurang lebih 28 km termasuk keliling pulau dengan potensi penangkapan dan budidaya yang sangat menjanjikan. Disamping kawasan ini memiliki hutan bakau
yang tersebar di dua kecamatan pesisirnya dan salah satunya adalah Kecamatan Sinjai Timur. Dengan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Sinjai maka terdapat
prospek yang cerah dalam hal pengembangan usaha di sektor perikanan dan kelautan, seperti perikanan tangkap, budidaya laut, budidaya tambak, budidaya air
tawar dan wisata bahari.
Hasil perikanan Kabupaten Sinjai telah tersebar di kota-kota di sekitarnya bahkan telah diekspor keluar negeri. Potensi perikanan tersebut terdiri dari ikan
pelagis besar seperti tuna, cakalang, tongkol dan ikan pelagis besar lainnya, disamping itu terdapat pula pelagis kecil diantaranya teri, kembung, layang dan
ikan selar. Ikan demersal seperti kakap merah, ekor kuning, kerapu dan potensi non ikan diantaranya cumi-cumi, teripang, lobster, kepiting dan rumput laut.
Salah satu komoditas ekspor yang merupakan andalan di Kabupaten Sinjai adalah produksi perikanan kepiting bakau dengan jumlah produksi sebesar 62,36
ton pada tahun 2010. Pada umumnya kepiting bakau yang di ekspor merupakan hasil budidaya dengan volume 23,77 ton serta sisanya dari hasil tangkapan di
kawasan mangrove. Untuk di kawasan Sinjai Timur hasil produksi perikanan kepiting bakau mencapai 11,21 ton pada tahun 2009.
Untuk komoditas kepiting bakau biasanya dipasarkan secara lokal maupun ekspor, dimana kepiting yang akan dieskpor memiliki beberapa tingkatan kualitas
dan harga yang bervariasi. Kepiting hasil tangkapan nelayan biasanya langsung dibawa kepada pengumpul dan selanjutnya pengumpul akan mengklasifikasikan
kepiting tersebut berdasarkan kualitasnya. Kepiting yang memiliki kualitas cukup baik, akan memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan yang lain.
Harga kepiting bakau berkisar antara Rp 45.000-Rp 100.000kg.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Bioekologi Kepiting Bakau S. olivacea dan Habitat Mangrove 5.1.1 Ekologi Habitat Mangrove Kecamatan Sinjai Timur
Ekosistem mangrove pada umumnya merupakan habitat bagi berbagai jenis biota, baik itu biota laut maupun biota teristerial diantaranya berbagai jenis
burung, reptil, mamalia besar, serta invertebrata. Hal tersebut dikarenakan ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki fungsi
ekologis sebagai tempat pembesaran, perlindungan dan mencari makan bagi biota Sasekumar et al. 1992. Menurut Nagelkerken et al. 2008 mangrove merupakan
habitat yang produktif dan dapat mendukung perikanan udang dan ikan di wilayah pesisir, selain itu mangrove juga sangat penting bagi manusia karena memiliki
banyak manfaat diantaranya untuk budidaya, perlindungan terhadap erosi pantai, serta sebagai bahan kayu bakar.
Menurut Snedaker 1978 in Kusuma 1996 mangrove menyediakan sumber detritus yang penting bagi ekosistem pantai dan estuari yang mendukung
berbagai organisme akuatik. Selain itu ekosistem mangrove juga dapat berfungsi sebagai pengolah limbah organik. Hal ini dibuktikan bahwa kesuburan tanah,
kandungan hara, serasah, dan pertumbuhan tegakan mangrove jauh lebih baik di hutan mangrove yang banyak menerima input hara anorganik terutama nitrogen
dan fosfor dibandingkan dengan mangrove yang tidak dapat input energi dari luar.
Pada Kecamatan Sinjai Timur luas kawasan mangrove yang dimiliki mencapai 70 dari total luasan mangrove yang berada di Kabupaten Sinjai. Hal
ini terjadi karena tingginya tingkat kesadaran masyarakat di daerah ini akan pentingnya fungsi mangrove sehingga secara swadaya turut berpartisipasi dalam
proyek rehabilitasi mangrove dalam menjaga dan melestarikan kawasan mengrove Lampiran 10. Berdasarkan hasil penelitian Hildah et al. 2008 di Kabupaten
Sinjai tercatat terjadi peningkatan luas kawasan mangrove dari tahun 1986-2004 seluas 644,5 ha, dengan laju pertambahan rata-rata pertahun seluas 35,8 ha.
Kondisi mangrove di Kecamatan Sinjai Timur khususnya di Desa Tongke- tongke dan Samataring, kondisi tegakan hutan mangrove mengalami beberapa
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
gangguan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan berkurangnya jumlah tegakan mangrove. Penyebab rusak dan berkurangnya tegakan mangrove
tersebut diantaranya disebabkan oleh hama dan penyakit seperti tiram dan teritip, sebagai akibat dari konversi lahan mangrove menjadi tambak dan pemukiman
serta kerusakan yang disebabkan oleh ombak dan angin kencang pada saat musim barat. Namun, tingkat kerusakan mangrove lebih kecil jika dibandingkan dengan
laju rehabilitasi kawasan mangrove Hildah et al. 2008.
5.1.1.1 Kerapatan Vegetasi Mangrove a. Kelurahan Samataring
Mangrove pada kawasan ini sebagian merupakan kawasan mangrove yang pernah ditebang kemudian dikonversi menjadi tambak. Namun hal ini tidak
berlangsung lama karena pemerintah serta masyarakat melakukan penanaman kembali untuk mencegah terjadinya abrasi dan banjir rob yang disebabkan oleh air
pasang. Jenis mangrove yang ada pada kawasan ini merupakan monospeises yakni jenis Rhizopora mucronata karena sebagain besar kawasannya merupakan hasil
penanaman. Berkat kerja keras pemerintah dan masyarakat dalam mengupayakan penanaman mangrove, kondisi mangrove pada kawasan ini tergolong baik.
Berdasarkan hasil perhitungan kerapatan mangrove pada tiga substasiun yang dibuat disajikan pada Tabel 2. Pada Stasiun I Kelurahan Samataring
kisaran kerapatan mangrove berkisar antara 6.200-9.667 pohonha. Dengan kisaran diameter pohon berkisar 6,26-8,33 cm.
Tabel 2 Kerapatan mangrove pada beberapa substasiun di Stasiun I. Sub-Stasiun
K pohonha
Kriteria Rerata Diameter
Pohon cm 1
6.200 sangat padat
8,33±2,01 2
8.167 sangat padat
7,49±2,33 3
9.667 sangat padat
6,26±1,93
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
b. Desa Tongke-Tongke