Laju Mortalitas Total dan Laju Eksploitasi

menunjukkan nilai t untuk jantan adalah -0,1231 dan betina -0,1265. Berdasarkan hasil penelitian Siahanenia 2008 kisaran t yang diperoleh untuk S.olivecea adalah berkisar -0,166 sampai dengan -0,176. Informasi tentang parameter pertumbuhan merupakan hal yang mendasar dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan. Hal ini disebabkan karena parameter tersebut dapat memberikan kontribusi dalam menduga produksi, ukuran stok rekruitmen, dan laju kematian dari suatu populasi.

5.5.5 Laju Mortalitas Total dan Laju Eksploitasi

Mortalitas adalah angka kematian dalam populasi. Laju mortalitas adalah laju kematian, yang didefinisikan sebagai jumlah individu yang mati dalam satu satuan waktu. Laju mortalitas total dapat disebabkan karena adanya laju mortalitas alami dan atau laju mortalitas penangkapan. Laju mortalitas alami pada kepiting bakau disebabkan karena kepiting bakau tidak pernah tertangkap sehingga mati alami karena umur tua, atau karena daya dukung lingkungan yang rendah, misalnya akibat perubahan lingkungan yang ekstrim atau tidak tercukupinya makanan alamikelaparan Sparre Venema 1999. Laju mortalitas kepiting bakau dianalisis dengan menggunakan estimasi mortalitas FISAT-II yang didasarkan pada data lebar karapas kepiting bakau yang tertangkap Lampiran 4. Berdasarkan data pada Tabel 11 laju mortalitas total Z jantan lebih tinggi dibandingkan dengan laju mortalitas total betina yakni 2,41 per tahun, dengan laju mortalitas alami M 1,0667 per tahun dan laju mortalitas tangkapan F 1,3433 per tahun, sedangkan untuk betina laju mortaitas total sebesar adalah 2,38 per tahun dengan laju mortalitas alami 0,9916 per tahun dan laju mortalitas tangkapan 0,2383 per tahun. Tabel 11 Laju mortalitas dan laju eksploitasi kepiting bakau S. olivacea yang tertangkapn di Kecamatan Sinjai Timur. Spesies Jenis Kelamin n Z M F Efakt Emax Kepiting Bakau Jantan 225 2,41 1,0667 1,3433 0,6 0,91 Betina 172 2,38 0,9916 1,3883 0,6 0,84 Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Sejalan dengan penelitian Wijaya 2011 di perairan mangrove Taman Nasional Kutai nilai laju mortalitas tangkapan kepiting bakau lebih tinggi F=0,7182-1,9270 per tahun dibandingkan dengan nilai mortalitas alami M=0,6417-1,2584. Berbeda dengan penelitian Siahanenia 2008 di Subang diperoleh laju mortalitas alami yang tinggi M=2,64-2,76 dibandingkan dengan laju mortalitas tangkapan F=0,58-1,18. Pada Tabel 12 akan disajikan perbandingan antara laju mortalitas dan laju eksploitasi sebagai berikut: Tabel 12 Perbandingan antara laju mortalitas dengan laju eksploitasi pada kawasan yang berbeda. Jenis F M E Sumber S. olivacea 0,58-1,18 2,64-2,76 - Siahanenia 2008 S. serrata 0,71823-1,9270 0,6417-1,2584 0,407-0,606 Wijaya 2011 Laju eksploitasi jantan dan betina sebesar 0,6 per tahun. Nilai laju eksploitasi kepiting jantan dan betina telah melebihi nilai optimal yakni 0,5. Nilai ini merupakan nilai aktualisasi pada saat penelitian. Berdasarkan analisis dengan menggunakan knife-edge selection diperoleh nilai eksploitasi maksimal untuk jantan dan betina masing-masing 0,91 dan 0,84. Laju eksploitasi maksimal masih dibawah laju eksploitasi faktual. Tingginya tingkat eksploitasi kepiting bakau disebabkan oleh aktifitas penangkapan. Hal ini dapat dilihat dari nilai mortalitas tangkapan lebih besar jika dibandingkan dengan nilai mortalitas alami. Laju eksploitasi kepiting yang melebihi batas optimum diduga karena tingkat pemanfaatan yang cukup tinggi terutama kepiting bakau betina karena memiliki harga jual yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan kepiting bakau jantan ketika matang gonad. Jika dikaitkan dengan nisbah kelamin yang diperoleh selama penelitian dimana rasio jantan dan betina tidak signifikan dari 1:1 maka ini merupakan salah satu indikator yang memperlihatkan bahwa jumlah tangkapan yang diperoleh lebih dominan jantan dibandingkan dengan betina, hal ini karena disamping telah terjadi eksploitasi, kepiting betina juga melakukan ruaya kearah laut untuk memijah. Menurut penelitian Wijaya 2011 laju eksploitasi kepiting bakau di Kawasan Taman Nasional umumnya diatas laju ekploitasi maksimal yang berkisar 0,407-0,606. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Hal ini terjadi karena sifat aktifitas penangkapan yang cukup tinggi serta degradasi ekosistem mangrove akibat pembukaan lahan mangrove menjadi tambak.

5.5.6 Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Kepiting Bakau

Dokumen yang terkait

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

0 5 213

Kebijakan pemanfaatan ekosistem mangrove secara terpadu berkelanjutan di kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (The policy of integrated, sustainable exploitation of mangrove ecosystem in Barru Regency, South Sulawesi)

0 2 11

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

3 11 113

Management of mud crab (Scylla olivacea) at mangrove ecosystem in coastal subdistrict East Sinjai, Sinjai Regency, South Sulawesi

0 2 37

GROWTH OF VARIED RATIO OF MALE-FEMALE MUD CRAB Scylla olivacea MAINTAINED IN MANGROVE AREA | Karim | Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) 12593 66175 1 PB

0 0 6

SINJAI 10 Tahun Dalam Memori (1)

0 0 10

KETERKAITAN MANGROVE, KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) DAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR DI PERAIRAN PESISIR SINJAI TIMUR

0 0 7

PENGGUNAAN BERBAGAI METODE MUTILASI UNTUK MEMBANDINGKAN LAMA WAKTU MOULTING KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) COMPARISON OF THE DURATION OF RED MANGROVE CRAB (Scylla olivacea) MOULTING USING VARIOUS METHODS OF MUTILATION

0 0 7

Community Management for Coastal Environment in Mangrove Ecosystem - Eprints UPN "Veteran" Yogyakarta

0 0 8

PENGARUH PEMUASAAN SECARA PERIODIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) The Influence of periodic mastery on growth and feed efficiency of red mud crab (Scylla olivacea) - Repository UNRAM

0 0 18