kepiting bakau mengingat tingkat kematian larva kepiting bakau mencapai 90. Kebanyakan banyakan nelayan hanya melakukan kegiatan penggemukan kepiting
bakau untuk meningkatkan harga jualnya. Menurut Wijaya 2011 berdasarkan analisis kelayakan usaha pendapatan nelayan dari hasil budidaya silvofishery
adalah sekitar Rp 4.101.250unit kerambatahun dan hasil ini dapat meningkat jika nelayan mampu meningkatkan nilai produknya menjadi lebih tinggi, misalnya
dengan mengembangkan kepiting lunak atau kepiting bertelur. Jika nelayan di Kecamatan Sinjai Timur memiliki lebih dari empat unit keramba dengan ukuran
200 m
2
maka keuntungan yang diperoleh lebih besar jika dibandingkan dengan usaha penangkapan.
5.6.3 Jenis Alat Tangkap Kepiting Bakau
Perikanan tangkap kepiting bakau di kawasan mangrove Kecamatan Sinjai Timur umumnya dilakukan dengan menggunakan dua jenis alat tangkap yakni
rakkang dan bubu. Di Kelurahan Samataring masyarakat pada umumnya menggunakan bubu lipat dan di Desa Tongke-tongke menggunakan bubu bambu
dan rakkang. Masing-masing alat tangkap mempunyai cara penangkapan yang berbeda.
Rakkang digunakan pada area yang berlumpur yang selalu digenangi pasut, biasanya masyarakat meletakkannya di tengah hutan mangrove. Cara
penangkapan kepiting bakau dengan menggunakan rakkang adalah: rakkang dipasangi umpan berupa ikan rucah dan ketika pasang, rakkang kemudian
ditancapakan di tengah mangrove kemudian dibiarkan selama kurang lebih 15 menit. Rakkang harus terus dikontrol karena kepiting yang naik kedalam rakkang
dapat dengan mudah lolos jika dibiarkan terendam lama didalam air.
Bubu, baik yang jenis bubu lipat maupun yang jenis bubu bambu diletakkan di kawasan mangrove. Cara penangkapan kepiting dengan menggunakan bubu
adalah: bubu dipasang ketika menjelang air laut pasang, setelah sebelumnya dipasangi umpan ikan rucah. Selama air pasang bubu dibiarkan terendam dalam
air, ketika air telah menjelang surut bubu kemudian diangkat. Nelayan kepiting yang menggunakan alat tangkap bubu biasanya membiarkan bubunya sampai
semalaman, ini dilakukan karena kepiting bakau merupakan hewan yang aktif
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
mencari makan pada malam hari. Menurut nelayan setempat jumlah tangkapan biasanya melimpah pada saat bulan terang, hal ini terjadi karena kondisi pasang
yang tinggi jika dibandingkan dengan bulan gelap.
Alat tangkap yang digunakan oleh masyarakat setempat masih tergolong sederhana. Diantara ketiga jenis alat tangkap tersebut alat tangkap yang paling
banyak digunakan oleh masyarakt adalah jenis rakkang dan bubu bambu. Sedangkan penggunaan bubu lipat masih jarang digunakan. Hal ini terjadi karena
harga bubu lipat cenderung lebih mahal dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Tetapi dari segi efisiensi bubu lipat lebih efisien karena tidak perlu
dikontrol dan dapat disimpan semalaman dikawasan mangrove, selain itu nelayan dapat membawa 20-30 bubu lipat dalam sekali penangkapan. Dari segi jumlah
tangkapan, bubu lipat cenderung lebih banyak dibandingkan dengan rakkang, karena kepiting yang ditangkap dengan menggunakan rakkang dapat dengan
mudah lolos sedangkan kepiting yang ditangkap dengan menggunakan bubu sulit untuk lolos karena sudah terperangkap didalam bubu. Namun penggunaan bubu
lipat perlu memperhatikan ukuran mata jaring, hal ini dilakukan untuk menghindari tertangkapnya kepiting bakau yang belum dewasa.
5.7 Kelembagaan