fisiologi. Faktor luar yang berpengaruh antara lain suhu, arus dan tempat berpijah yang sesuai.
5.6 Kondisi Sosial Ekonomi Pemanfaatan Kepiting Bakau
Kepiting bakau S. olivacea merupakan salah satu komoditas ekspor di Kabupaten Sinjai. Harga kepiting bakau dari nelayan lokal pada tahun 2010
berkisar Rp 20.000-Rp 30.000kg dan dapat mencapai harga Rp 45.000kg untuk ekspor. Kepiting bakau yang diekspor umumnya berasal dari tiga kecamatan
pesisir yakni Kecamatan Sinjai Utara, Kecamatan Sinjai Timur dan Kecamatan Tellulimpoe. Pemanfaatan kepiting bakau hasil tangkapan nelayan di kawasan ini
umumnya langsung dijual pada pasar tradisional dan sebagian besar dibawa ke pengumpul. Kepiting bakau yang dibawa ke pengumpul kemudian disortir untuk
dipisahkan kepiting yang berkualitas ekspor dan kepiting yang akan dipasarkan dibeberapa wilayah sekitar Kabupaten Sinjai.
Kepiting bakau untuk kualitas ekspor memiliki kriteria yang harus dipenuhi diantaranya adalah grade CB betina besar berisibertelur, ukuran 200 gekor
dan untuk LB jantan besar berisi, ukuran 500g- 1000gekor. Pada umumnya para pengumpul mengkriteriakan kepiting bakau kualitas ekspor jantan size 700
gr, jantan size 500 gr, jantan size 300 gr, jantan size 200 gr dan untuk betina telur penuh 200 gr, dan betina telur penuh 250 gr. Kepiting bakau yang cacat dan
bobotnya berada dibawah ukuran CB dan LB akan langsung dipisahkan dan biasanya hanya dipasarkan di wilayah Kabupaten Sinjai dan sekitarnya.
5.6.1 Permintaan Kepiting Bakau
Permintaan kepiting bakau di Kabupaten Sinjai dari tahun ketahun cenderung meningkat ini dapat dilihat dari data volume produksi yang meningkat setiap
tahunnya Lampiran 9. Konsumen kepiting bakau di Kabupaten Sinjai meliputi konsumen rumah tangga dan rumah makan. Kepiting bakau dijual pada pasar
tradisional atau konsumen dapat langsung membeli kepada pengumpul. Kepiting bakau yang dijual merupakan hasil tangkapan dari nelayan lokal. Permintaan
kepiting bakau tidak hanya berasal dari Kabupaten Sinjai saja, namun juga berasal dari luar kota seperti Makassar.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengumpul kepiting bakau, pada musim-musim tertentu harga kepiting melonjak karena permintaan yang juga
meningkat terutama pada perayaan-perayaan penting seperti imlek. Pada saat-saat tersebut harga kepiting hidup ditingkat pedagang pengumpul dapat mencapai Rp
100.000kg yang pada hari biasa hanya Rp 40.000 untuk grade CB betina besar berisibertelur, ukuran 200 gekor dan Rp 30.000 untuk LB jantan besar berisi,
ukuran 500g- 1000gekor.
Harga kepiting bakau di Kabupaten Sinjai cenderung meningkat meskipun tidak begitu signifikan. Peningkatan harga hanya berkisar Rp 30.000kg-Rp
45.000kg. Harga kepiting bakau juga dipengaruhi oleh jumlah stok yang ada, jika stok kepiting meningkat maka harga akan cenderung menurun dan begitu pula
sebaliknya. Tingginya harga juga dipengaruhi oleh kondisi alam seperti pada saat bulan gelap dan bulan terang.
5.6.2 Pendapatan dari Pemanfaatan Kepiting Bakau
Pendapatan yang diperoleh dari hasil pemanfaatan kepiting bakau dalam penelitian ini meliputi pendapatan dari hasil penangkapan. Dari hasil penangkapan
nelayan memperoleh pendapatan sekitar Rp 1-2.8 jutabulan. Nilai ini diambil dari rata-rata jumlah produksi tangkapan nelayan setiap bulan dikurangi dengan biaya
operasional penangkapan. Dalam sebulan hasil tangkapan kepiting bakau yang diperoleh nelayan rata-rata 71 kgbulan dengan rata-rata harga Rp 33.000kg,
sehinga penerimaan yang diperoleh nelayan adalah Rp 2.336.400bulan. Setelah dikurangi biaya operasional penangkapan yaitu biaya bahan bakar minyak BBM,
pembelian umpan, dan perbaikan alat tangkap sekitar Rp 572.500 bulan. Maka pendapatan nelayan diperkirakan sebesar Rp 1.763.900bulan. Jika diasumsikan
dalam setahun nelayan kepiting hanya menangkapn selama 10 bulan maka total pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 17.639.000tahun dengan pendapatan rata-
rata Rp 1.469.917bulan Lampiran 5.
Pendapatan penangkapan kepiting bakau lebih kecil dibandingkan dengan kegiatan budidaya kepiting, namun pada kenyataannya masih sedikit nelayan yang
melakukan kegiatan budidaya, hal ini diduga karena sulitnya membudidayakan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
kepiting bakau mengingat tingkat kematian larva kepiting bakau mencapai 90. Kebanyakan banyakan nelayan hanya melakukan kegiatan penggemukan kepiting
bakau untuk meningkatkan harga jualnya. Menurut Wijaya 2011 berdasarkan analisis kelayakan usaha pendapatan nelayan dari hasil budidaya silvofishery
adalah sekitar Rp 4.101.250unit kerambatahun dan hasil ini dapat meningkat jika nelayan mampu meningkatkan nilai produknya menjadi lebih tinggi, misalnya
dengan mengembangkan kepiting lunak atau kepiting bertelur. Jika nelayan di Kecamatan Sinjai Timur memiliki lebih dari empat unit keramba dengan ukuran
200 m
2
maka keuntungan yang diperoleh lebih besar jika dibandingkan dengan usaha penangkapan.
5.6.3 Jenis Alat Tangkap Kepiting Bakau