Kualitas Air dan Substrat

menggangu pelayaran, namun menurut nelayan kepiting pada saat musim barat justru memberikan keuntungan bagi mereka karena pada musim inilah jumlah tangkapan kepiting melimpah. Sedangkan menurut Wijaya 2011 tinggi gelombang laut dapat berpengaruh bagi kelangsungan budidaya khususnya silvofishery, karena dapat merusak jaring dan menghancurkan kurungan tancap yang digunakan oleh nelayan kepiting.

5.2.3 Arus Laut

Arus merupakan gerakan air laut secara horizontal yang disebabkan oleh angin, pasang surut, dan ombak. Arus berperan dalam proses angkutan sedimen sepanjang pantai. Pada perairan Sinjai ketika air menuju pasang, arah arus cenderung bergerak dari barat Laut Flores menuju ke arah daratan arah menuju barat laut hingga utara dengan kecepatan berkisar 0,03-0,35 mdetik. Sedangkan pada saat air menuju surut, arus cenderung dari daratan menuju ke tenggara hingga selatan Laut Flores dengan kisaran 0,03-0,45 mdetik. Kecepatan arus tinggi jika keadaan laut menuju pasang atau menuju surut. Kecepatan arus tertinggi berdasarkan hasil penelitian oleh KAPEDALTAM 2003 sebesar 0,3 mdetik. Salah satu faktor yang mempengaruhi ruaya untuk kepiting bakau adalah arus laut. Di Kabupaten Kutai Timur, kecepatan arus maksimum terjadi pada saat pergerakan pasang surut terbesar dengan kecepatan arus rata-rata mencapai 20-30 cmdetik. Arah arus ini dapat menjadi indikasi bagi arah ruaya kepiting bakau betina yang beruaya ke laut untuk memijah Wijaya 2011.

5.3 Kualitas Air dan Substrat

Beberapa parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu, salinitas, substrat, pH dan DO. Pada Tabel 5 disajikan kisaran kualitas air yang diperoleh selama penelitian. Kisaran suhu yang diperoleh selama penelitian adalah berkisar 27-28 C. Menurut Kasry 1996 kepiting bakau pada saat pertama kali ditetaskan pada suhu air laut berkisar 25-27 C, namun kepiting muda yang baru berganti kulit dapat mentolerir suhu di atas 10 C. Kepiting bakau dapat mentolerir perubahan suhu pada kisaran 12-35 C QDPI 1984 in Serosero 2005. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Tabel 5 Kisaran kualitas air yang diperoleh selama penelitian. No Parameter Kisaran 1. Suhu C 27-28 2. Salinitas 26-27 3. pH 7,52-7,88 4. DO mgl 3,55-3,93 Dari hasil pengukuran dapat diindikasikan bahwa suhu perairan di lokasi penelitian sesuai untuk kelangsungan hidup kepiting bakau. Suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas kepiting bakau, suhu yang tinggi dapat meningkatkan laju metabolisme dan aktivitas geraknya serta berpengaruh juga terhadap berbagai fungsi organisme seperti laju perkembangan embrio, pertumbuhan dan reproduksi Karsy 1996. Kisaran salinitas yang diperoleh selama penelitian adalah berkisar 26-27 . Menurut Karsy 1996 pada saat pertama kali kepiting ditetaskan salinitas perairan berkisar 29-33 , dan secara gradual salinitas kearah pantai akan semakin rendah. Kepiting muda yang baru berganti kulit dari megalopa yang memasuki muara sungai akan mentolerir salinitas air yang rendah yakni 10-24 0. Menurut QDPI 1984 in Serosero 2005, kepiting bakau dapat mentolerir perubahan salinitas dari 2-50 , sehingga kisaran salinitas yang diperoleh dalam penelitian masih dapat ditolerir karena kepiting bakau masih dapat mentolerir salinitas air yang rendah. Berdasarkana penelitian Wijaya 2011 kisaran salinitas yang diperoleh adalah 5- 27 0. Perbedaan salinitas di dua kawasan ini diduga karena perbedaan masukan air tawar kedalam perairan. Kisaran pH yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 7,52-7,88. Menurut Nybakken 1992, perairan pesisir atau laut mempunyai pH relatif stabil, dan berada pada kisaran yang sempit yaitu antara 7,7-8,4, ini berarti pH pada perairan di lokasi penelitian dikatakan masih cukup stabil. Sindiarta in Siahanenia 2008 menyatakan bahwa perairan yang kisaran pHnya 6,50-7,50 dikatakan perairan yang cukup baik, sedangkan perairan yang kisaran pH 7,50-8,90 dikategorikan baik. Sehingga dari hasil kisaran pH yang diperoleh selama penelitian dikategorikan baik dan layak bagi keberadaan kepiting bakau. Di Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com perairan Sagara Anakan juga memiliki kondisi perairan yang layak bagi kepiting bakau dengan pH rata-rata 7,61 Nazar 2002. Kisaran oksigen terlarut DO yang diperoleh selama penelitian adalah 3,55- 3,93 mgl. Kondisi oksigen terlarut pada kawasan penelitian cenderung rendah bagi kepiting bakau. Menurut Susanto Muwarni 2006 in Purnamaningtyas Syam 2010, bahwa kebutuhan oksigen bagi kepiting bakau adalah 4,0 mgl, namun untuk kehidupan biota bentik oksigen terlarut 1 mgl masih dapat ditolerir. Sementara berdasarkan penelitian Toro 1987 in Purnamaningtyas Syam 2010 di Sagara Anakan tidak terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhan kepiting bakau dengan kadar oksigen dengan jumlah kadar oksigen yang terukur adalah berkisar 3,32-3,91 mgl. Berdasarkan hasil analisis tipe substrat yang terdapat di lokasi penelitian adalah dominan fraksi liat. Kawasan penelitian ini merupakan kawasan yang didominasi oleh hutan mangrove dan dekat dengan beberapa muara sungai, sehingga jenis substratnya berlumpur dan jenis substrat seperti ini merupakan habitat bagi kepiting bakau. Menurut Nyebakken 1992 kebanyakan estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang sangat lunak. Substrat berlumpur ini berasal dari sedimen yang terbawa dari estruari baik oleh air laut maupun oleh air tawar. Ketika air laut masuk ke esturari, kondisi yang terlindung akan mengurangi pergerakan arus yang selama ini berperan dalam mempertahankan partikel dalam bentuk tersuspensi, akibatnya partikel akan mengendap dan berperan dalam pembentukan susbstrat berlumpur atau pasir.

5.4 Hubungan Antara Mangrove dan Kepiting Bakau serta Bebebrapa Parameter Kualitas Air

Dokumen yang terkait

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

0 5 213

Kebijakan pemanfaatan ekosistem mangrove secara terpadu berkelanjutan di kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (The policy of integrated, sustainable exploitation of mangrove ecosystem in Barru Regency, South Sulawesi)

0 2 11

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

3 11 113

Management of mud crab (Scylla olivacea) at mangrove ecosystem in coastal subdistrict East Sinjai, Sinjai Regency, South Sulawesi

0 2 37

GROWTH OF VARIED RATIO OF MALE-FEMALE MUD CRAB Scylla olivacea MAINTAINED IN MANGROVE AREA | Karim | Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) 12593 66175 1 PB

0 0 6

SINJAI 10 Tahun Dalam Memori (1)

0 0 10

KETERKAITAN MANGROVE, KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) DAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR DI PERAIRAN PESISIR SINJAI TIMUR

0 0 7

PENGGUNAAN BERBAGAI METODE MUTILASI UNTUK MEMBANDINGKAN LAMA WAKTU MOULTING KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) COMPARISON OF THE DURATION OF RED MANGROVE CRAB (Scylla olivacea) MOULTING USING VARIOUS METHODS OF MUTILATION

0 0 7

Community Management for Coastal Environment in Mangrove Ecosystem - Eprints UPN "Veteran" Yogyakarta

0 0 8

PENGARUH PEMUASAAN SECARA PERIODIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) The Influence of periodic mastery on growth and feed efficiency of red mud crab (Scylla olivacea) - Repository UNRAM

0 0 18