Parameter Pertumbuhan Biologi Kepiting Bakau S. olivacea .1 Nisbah Kelamin

lebar karapas dengan bobot y = 11,24e 0,2639x R 2 = 0,735 dan y = 4,7959e 0,3777x R 2 = 0,8608.

5.5.4 Parameter Pertumbuhan

Paramameter pertumbuhan von Bertalanffy L∞ dan K dihitung dengan menggunakan ELEFAN I Lampiran 3. Dalam analisis ini kepiting bakau diklasifikasi berdasarkan jenis kelamin mengingat lebar antara kepiting bakau jantan dan betina cenderung berbeda sehingga memberikan hasil yang berbeda. Pada Tabel 9 disajikan parameter pertumbuhan kepiting Scylla olivacea berdasarkan jenis kelamin. Tabel 9 Parameter pertumbuhan Kepiting bakau S. olivacea di habitat mangrove. Spesies Sex n Lmin Lmaks L∞ K to Kepiting bakau Jantan 225 48 120 128,63 0,870 -0,1231 Betina 172 58 138 145,43 0,820 -0,1265 Tabel 9 memperlihatkan lebar karapas maksimum yang dapat dicapai berkisar antara 120-138 mm dengan kecepatan pertumbuhan berkisar antara 0,820 -0,870 pertahun dengan L∞ untuk jantan 128,63 mm dan 145,43 mm untuk betina. Di Subang Jawa Barat koefisien pertumbuhan K S. olivacea berkisar antara 1,230-1,300tahun untuk jantan sedangkan betina berkisar antara 1,100- 1,180tahun. Untuk nilai L∞ untuk jantan berkisar 12,40-12,90 cm sedangkan untuk betina berkisar 13,00-13,70 cm Siahainenia 2008. Pada Tabel 10 akan disajikan beberapa parameter pertumbuhan kepiting bakau pada beberapa kawasan di Indonesia. Tabel 10 Beberapa parameter pertumbuhan kepiting bakau S. olivacea pada kawasan yang berbeda. Jenis L∞ mm K pertahun Lokasi Sumber S. olivacea 124,0-129,0 1,100-1,300 Subang Siahanenia 2008 S. serrata 93,6-161,18 0,45-5.2 Kutai Wijaya 2011 Dilihat dari koefisien pertumbuhan K, pertumbuhan kepiting betina lebih lambat jika dibandingkan dengan kepiting jantan. Hal ini mungkin disebabkan karena selama masa reproduksi awal proses pemijahan hingga akhir proses Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com penetasan telur, berlangsung terutama aktifitas makan kepiting betina menurun, bahkan sering tidak makan sama sekali, sehingga menyebabkan proses pertumbuhan tubuh menjadi terhambat. Lavina 1977 in Siahanenia 2008, menyatakan bahwa pada kepiting bakau, sebagian besar alokasi energi ditujukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gonad proses reproduksi. Dengan demikian maka dapat dikatakan ketika memasuki masa reproduksi maka kecepatan pertumbuhan tubuh kepiting bakau betina menjadi lambat. Faktor lain yang dapat menjadi penyebab rendahnya kecepatan pertumbuhan kepiting bakau betina, adalah karena selama dalam masa reproduksi, kepiting bakau betina tidak melakukan proses ganti kulit moulting. Padahal setelah moulting, ukuran tubuh kepiting bakau umumnya akan menjadi dua sampai tiga kali lebih besar dari ukuran sebelumnya. Sedangkan pada kepiting bakau jantan, proses moulting dapat berlangsung secara kontinyu. Gambar 10 Kurva pertumbuhan kepiting bakau S.olivacea jantan dan betina. Hasil analisis parameter pertumbuhan sebaran karapas selama penelitian, memberikan nilai beberapa parameter pertumbuhan yang merupakan dasar dalam pembentukan kurva von Bertalanffy dari kepiting bakau. Gambar 10 memperlihatkan kurva pertumbuhan von Bertalanffy kepiting bakau jantan dan betina yang berasal dari kawasan mangrove Desa Tongke-tongke dan Samataring. Dengan menggunakan kedua parameter L∞ dan K maka dapat dihitung t 0, yakni umur kepiting bakau ketika lebar karapas sama dengan 0. Hasil analisis Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com menunjukkan nilai t untuk jantan adalah -0,1231 dan betina -0,1265. Berdasarkan hasil penelitian Siahanenia 2008 kisaran t yang diperoleh untuk S.olivecea adalah berkisar -0,166 sampai dengan -0,176. Informasi tentang parameter pertumbuhan merupakan hal yang mendasar dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan. Hal ini disebabkan karena parameter tersebut dapat memberikan kontribusi dalam menduga produksi, ukuran stok rekruitmen, dan laju kematian dari suatu populasi.

5.5.5 Laju Mortalitas Total dan Laju Eksploitasi

Dokumen yang terkait

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

0 5 213

Kebijakan pemanfaatan ekosistem mangrove secara terpadu berkelanjutan di kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (The policy of integrated, sustainable exploitation of mangrove ecosystem in Barru Regency, South Sulawesi)

0 2 11

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

3 11 113

Management of mud crab (Scylla olivacea) at mangrove ecosystem in coastal subdistrict East Sinjai, Sinjai Regency, South Sulawesi

0 2 37

GROWTH OF VARIED RATIO OF MALE-FEMALE MUD CRAB Scylla olivacea MAINTAINED IN MANGROVE AREA | Karim | Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) 12593 66175 1 PB

0 0 6

SINJAI 10 Tahun Dalam Memori (1)

0 0 10

KETERKAITAN MANGROVE, KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) DAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR DI PERAIRAN PESISIR SINJAI TIMUR

0 0 7

PENGGUNAAN BERBAGAI METODE MUTILASI UNTUK MEMBANDINGKAN LAMA WAKTU MOULTING KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) COMPARISON OF THE DURATION OF RED MANGROVE CRAB (Scylla olivacea) MOULTING USING VARIOUS METHODS OF MUTILATION

0 0 7

Community Management for Coastal Environment in Mangrove Ecosystem - Eprints UPN "Veteran" Yogyakarta

0 0 8

PENGARUH PEMUASAAN SECARA PERIODIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) The Influence of periodic mastery on growth and feed efficiency of red mud crab (Scylla olivacea) - Repository UNRAM

0 0 18