Distribusi Lebar Karapas Biologi Kepiting Bakau S. olivacea .1 Nisbah Kelamin

hasil analisis chi-square dengan menggunakan metode Yates Correction jumlah kepiting jantan dan betina pada stasiun I tidak berbeda nyata atau rasio antara jantan dan betina 1:1. Sedangkan pada stasiun II jumlah tangkapan kepiting jantan dan betina berbeda atau nisbah kelamin tidak signifikan dari rasio jenis kelamin 1:1, demikian pula pada total hasil tangkapan yang diperoleh dimana rasio antara jantan dan betina tidak signifikan dari 1:1. Dilihat secara umum jumlah tangkapan jantan dan betina berbeda nyata, hal ini terjadi diduga karena kepiting betina pada waktu-waktu tertentu melakukan migrasi ke arah laut untuk melakukan pemijahan.

5.5.2 Distribusi Lebar Karapas

Hasil tangkapan kepiting bakau di setiap stasiun penelitian berbeda baik jantan maupun betina seperti yang terlihat pada Tabel 7. Ukuran minimum yang tertangkap pada stasiun I adalah 62 mm untuk jantan dan 68 mm untuk betina. Pada stasiun II ukuran minimum yang diperoleh adalah 48 mm untuk jantan dan 58 mm untuk betina, sedangkan untuk ukuran maksimum yang diperoleh pada stasiun I adalah sebesar 120 mm untuk jantan dan 138 mm untuk betina, pada stasiun II ukuran maksimum yang diperoleh untuk kepiting jantan sebesar 117 mm dan 113 mm untuk kepiting betina. Tabel 7 Ukuran kepiting bakau S. olivacea yang tertangkap. Stasiun Total Individu Ukuran Min-Max mm Bobot Min-Max gr Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina I Samataring 117 107 62-120 68-138 54,48-400 81,29-350 II Tongke- tongke 108 65 48-117 58-113 22,76-350 44,55-250 Untuk bobot kepiting bakau yang tertangkap di perairan mangrove pada stasiun I adalah sebesar 54,48 gr - 400 gr untuk kepiting jantan dan untuk kepiting betina sebesar 81,29-350 gr, sedangkan pada stasiun II sebesar 22,76 - 350 gr untuk kepiting jantan dan 44,55-250 gr untuk kepiting betina. Dari hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa bobot kepiting bakau jantan cenderung lebih berat dibandingkan dengan bobot kepiting bakau betina. Hasil penelitian Jirapunpipat 2008 juga menunjukkan hal yang sama bahwa bobot jantan yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan bobot betina. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Banyaknya jumlah kepiting bakau yang tertangkap pada stasiun I diduga karena kondisi lingkungan yang mendukung bagi kehadiran kepiting bakau. Tingkat kerapatan mangrove merupakan salah satu faktor pendukung melimpahnya jumlah kepiting bakau di kawasan ini. Pada Stasiun II jumlah kepiting bakau yang tertangkap tidak banyak jika dibandingkan dengan stasiun I, hal ini diduga karena kawasan mangrove di desa ini dekat dengan pemukiman masyarakat sehingga ada tekanan dari aktifitas manusia. Selain ini juga kerapatan mangrove pada kawasan ini tidak sepadat pada stasiun I, meskipun masih memiliki susbstrat yang berlumpur. Arriola 1940 in Siahainenia 2008, menyatakan bahwa selain di tepi pantai, kepiting bakau menyukai lingkungan di sekitar muara sungai dan tambak. Berdasarkan hasil pengambilan sampel selama penelitian diperoleh distribusi frekuensi lebar karapas kepiting bakau sebagai berikut: a Jantan Kepiting jantan pada bulan Maret 2011, kisaran panjang kelas mulai dari 51-111 mm, dan ditemukan dua modus panjang yakni 75 mm dan 99 mm, ini menunjukkan adanya dua kelompok individu pada bulan Maret. Pada bulan April kisaran panjang dan modusnya meningkat dan bergeser ke kiri dengan kisaran panjang 51-123 mm dengan modus masing-masing 70 dan 100 mm. Memasuki bulan Mei terjadi pergeseran lagi kearah kiri, dimana modus yang terbentuk 80 mm dan 111 mm. Terjadinya pergeseran menunjukkan adanya pertumbuhan pada setiap bulannya. Pada Gambar 7 ditampilkan frekuensi lebar karapas kepiting bakau. Maret April Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Gambar 7 Distribusi lebar karapas kepiting bakau S. olivacea jantan. b Betina Pada kepiting bakau betina pada bulan Maret 2011 kisaran panjang kelas mulai dari 60-130 mm, dan terdapat dua modus masing-masing 75 mm, dan 110 mm. Pada bulan April terjadi pergeseran modus masing-masing 80 mm dan 111 mm. Memasuki bulan Mei terjadi pergeseran lagi ke arah kanan dengan kisaran panjang mulai dari 60-135 mm. Pada Gambar 8 ditampilkan frekuensi lebar karapas kepiting bakau. April Mei Maret April Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Gambar 8 Distribusi lebar karapas kepiting bakau S. olivacea betina. Berdasarkan penelitian Jirapunpipat 2008 perekrutan S. olivacea terjadi sepanjang tahun, dimana jumlah kepiting jantan lebih banyak dibandingkan dengan kepiting betina. Dalam sampling yang dilakukan setiap bulan ditemukan lebih banyak kepiting jantan dibandingkan dengan betina, meskipun pada grafiknya tidak begitu terlihat ada rekruitment namun masih terjadi pertumbuhan dari bulan April memasuki bulan Mei. Dari grafik pertumbuhan populasi Lampiran 2 dapat dilhat bahwa terjadi pertambahan lebar karapas pada kepiting bakau jantan dan betina meskipun pertambahannya tidak begitu signifikan. Pertambahan rerata lebar karapas pada kepiting bakau betina dari bulan Maret hanya berkisar 60-99 mm memasuki bulan April bertambah dengan kisaran 70-99 mm dan meningkat lagi hingga mencapai 80-130 mm, memasuki bulan Mei terjadi peningkatan lagi menjadi 87-135 mm. Sedangkan untuk kepiting bakau jantan pertambahan rerata lebar karapas berkisar antara 51-99 mm, memasuki bulan April lebar karapas bertambah menjadi 75-123 mm dan terus meningkat pada bulan Mei menjadi berkisar 100-125 mm. Adanya pergeseran kohort pada setiap bulannya diduga karena adanya rekrutiment atau masuknya biota baik untuk mencari makan ataupun perlindungan. April Mei Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com

5.5.3 Hubungan Lebar dan Bobot Kepiting bakau

Dokumen yang terkait

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

0 5 213

Kebijakan pemanfaatan ekosistem mangrove secara terpadu berkelanjutan di kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (The policy of integrated, sustainable exploitation of mangrove ecosystem in Barru Regency, South Sulawesi)

0 2 11

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

3 11 113

Management of mud crab (Scylla olivacea) at mangrove ecosystem in coastal subdistrict East Sinjai, Sinjai Regency, South Sulawesi

0 2 37

GROWTH OF VARIED RATIO OF MALE-FEMALE MUD CRAB Scylla olivacea MAINTAINED IN MANGROVE AREA | Karim | Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) 12593 66175 1 PB

0 0 6

SINJAI 10 Tahun Dalam Memori (1)

0 0 10

KETERKAITAN MANGROVE, KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) DAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR DI PERAIRAN PESISIR SINJAI TIMUR

0 0 7

PENGGUNAAN BERBAGAI METODE MUTILASI UNTUK MEMBANDINGKAN LAMA WAKTU MOULTING KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) COMPARISON OF THE DURATION OF RED MANGROVE CRAB (Scylla olivacea) MOULTING USING VARIOUS METHODS OF MUTILATION

0 0 7

Community Management for Coastal Environment in Mangrove Ecosystem - Eprints UPN "Veteran" Yogyakarta

0 0 8

PENGARUH PEMUASAAN SECARA PERIODIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) The Influence of periodic mastery on growth and feed efficiency of red mud crab (Scylla olivacea) - Repository UNRAM

0 0 18