Habitat dan Penyebaran Siklus Hidup

Kepiting bakau S. olivacea merupakan spesies yang khas berada di kawasan bakau. Pada tingkatan juvenile muda, kepiting bakau jarang terlihat di daerah bakau, karena lebih suka membenamkan diri ke dalam lumpur. Juvenile kepiting bakau lebih menyukai tempat terlindung seperti alur-alur air laut yang menjorok ke daratan, saluran air, di bawah batu, di bentangan rumput laut dan sela-sela akar pohon bakau Soim 1999. Kepiting bakau baru keluar dari persembunyiannya beberapa saat setelah matahari terbenam dan bergerak sepanjang malam terutama untuk mencari makan. Pada waktu malam, kepiting bakau mampu mencapai jarak 219 – 910 m untuk aktivitasnya mencari makan. Ketika matahari terbit, kepiting bakau kembali membenamkan diri, sehingga kepiting bakau digolongkan hewan malam nocturnal. Secara umum tingkah laku kepiting adalah kanibalisme dan saling menyerang. Selain itu, kepiting bakau dewasa merupakan salah satu dari biota yang hidup pada kisaran kadar garam yang luas euryhaline dan memiliki kapasitas untuk menyesuiakan diri yang cukup tinggi.

2.1.2 Habitat dan Penyebaran

Kepiting bakau S. olivacea merupakan salah satu fauna yang mendiami hutan mangrove, biasa menggali pada lumpur atau pasir berlumpur. Distribusi kepiting bakau mulai dari Arfika Selatan, di sepanjang pantai selatan, melintasi Samudera India dan dari utara ke selatan Jepang, ke timur seperti Micronesia dan dari selatan ke timur Pantai Australia. Jenis S. olivace banyak ditemukan di Pakistan, Indonesia, bagian utara dan barat Australia. Di Indonesia sendiri merupakan pusat dari keanekaragaman genus ini, dimana semua spesies Scylla dapat ditemukan Shelley 2008. Kepiting bakau mendiami hampir semua bagian perairan Indonesia, terutama di daerah yang banyak ditumbuhi pohon bakau atau daerah hutan bakau lingkungan mangrove, pertambakan pada daerah-daerah muara sungai dan lubang-lubang. Kepiting bakau biasanya ditemukan di estuari dan biasanya populasi yang besar berasosiasi dan menetap di daerah mangrove khususnya estuari Le Vay 2001. Adapun kepadatan rata-rata kepiting berdasarkan hasil Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com penelitian Elizabeth et al. 2003 yakni sekitar 16 ekor kepiting dalam 100 m 2 - plot.

2.1.3 Siklus Hidup

Kepiting bakau dalam manjalani kehidupannya beruaya dari perairan pantai ke perairan laut, kemudian induk dan anak–anaknya akan berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai atau perairan berhutan bakau untuk berlindung, mencari makanan atau pembesaran. Kepiting bakau yang telah siap melakukan perkawinan akan beruaya dari perairan bakau atau tambak ke tepi pantai selanjutnya ke tengah laut untuk melakukan pemijahan. Kepiting jantan yang telah melakukan perkawinan atau telah dewasa berada di perairan bakau, tambak atau sela-sela bakau, atau paling jauh di sekitar perairan pantai yaitu pada bagian perairan yang berlumpur yang organisme makanannya melimpah. Kepiting betina yang telah beruaya ke perairan laut akan berusaha mencari perairan yang kondisinya cocok untuk tempat melakukan pemijahan, khususnya terhadap suhu dan salinitas perairan. Peristiwa pemijahan ini terjadi pada periode-periode tertentu, terutama pada awal tahun Kasry 1991. Larva kepiting bakau yang baru menetes berkembang melalui lima tingkat zoea dan satu tingkat megalopa. Pergantian kulit moulting pada zoea maupun megalopa terjadi dengan pemisahan pada batas kepala-dada cephalothorax dan perut abdomen. Dibutuhkan waktu enam hari bagi zoea-V untuk berubah menjadi megalopa pada air laut dengan salinitas 31-32 ppt. Pada salinitas rendah waktu yang diperlukan menjadi lebih pendek. Perkembangan yang lebih cepat pada salinitas rendah menunjukkan migrasi juvenil menuju air payau Moosa Juwana 1996.

2.1.4 Ukuran Kepiting

Dokumen yang terkait

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

0 5 213

Kebijakan pemanfaatan ekosistem mangrove secara terpadu berkelanjutan di kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (The policy of integrated, sustainable exploitation of mangrove ecosystem in Barru Regency, South Sulawesi)

0 2 11

Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

3 11 113

Management of mud crab (Scylla olivacea) at mangrove ecosystem in coastal subdistrict East Sinjai, Sinjai Regency, South Sulawesi

0 2 37

GROWTH OF VARIED RATIO OF MALE-FEMALE MUD CRAB Scylla olivacea MAINTAINED IN MANGROVE AREA | Karim | Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) 12593 66175 1 PB

0 0 6

SINJAI 10 Tahun Dalam Memori (1)

0 0 10

KETERKAITAN MANGROVE, KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) DAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR DI PERAIRAN PESISIR SINJAI TIMUR

0 0 7

PENGGUNAAN BERBAGAI METODE MUTILASI UNTUK MEMBANDINGKAN LAMA WAKTU MOULTING KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) COMPARISON OF THE DURATION OF RED MANGROVE CRAB (Scylla olivacea) MOULTING USING VARIOUS METHODS OF MUTILATION

0 0 7

Community Management for Coastal Environment in Mangrove Ecosystem - Eprints UPN "Veteran" Yogyakarta

0 0 8

PENGARUH PEMUASAAN SECARA PERIODIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN KEPITING BAKAU MERAH (Scylla olivacea) The Influence of periodic mastery on growth and feed efficiency of red mud crab (Scylla olivacea) - Repository UNRAM

0 0 18