Hubungan Pendidikan Orang Tua terhadap ISPA pada Balita

69 mulai rongga hidung sampai gelembung paru yang bersifat akut Depkes, 2007. Dari hasil penelitian terhadap 88 anak balita di Kelurahan Ciputat didapatkan hasil angka kejadian ISPA yaitu sebesar 51,1 mengalami ISPA dan 48,9 tidak mengalami ISPA. ISPA bisa diakibatkan oleh virus maupun akibat polusi udara. Ciputat merupakan daerah yang paling sering dilalui oleh kendaraan karena sebagai jalur penghubung antara Jawa Barat dan Jakarta Salman, 2012 sehingga dimungkinkan nilai total partikulat semakin tinggi dan terjadi pencemaran udara. Hal ini didukung oleh penelitian BPLHD Tangerang Selatan pada tanggal 5 Juni 2012 terdapat Total Suspended Partikulat TSP melebihi ambang batas yakni 268,64 µgNm³dari ambang batas yang ditetapkan sebesar 230 µgNm³. Menurut penelitian Triska 2005 menyebutkan bahwa anak-anak dan wanita didaerah urban lebih sering terpapar polusi dari industri dan kendaraan bermotor yang dihubungkan dengan gangguan pernafasan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamidi 2002 menyatakan bahwa kadar debu yang masuk kedalam rumah dan melebihi 70µgNm³ dapat menyebabkan bayi dan balita yang tinggal didalamnya mengalami gangguan pernapasan 3,13 kali dibandingkan dengan kadar debu rumah yang memnuhi syarat. Namun, tidak dipungkiri bahwa ISPA bisa terjadi akibat penularan virus dari penderita ke balita yang lain. Hasil observasi dilapangan, letak rumah terlalu berhimpitan baik kesamping maupun kedepan sehingga kemungkinan besar virus penyebab ISPA pada penderita menyebar lebih cepat ke balita yang lain. 70 6.3 Analisis Bivariat 6.3.1 Hubungan Status Gizi terhadap ISPA pada Balita Pada penelitian ini status gizi balita ditetapkan berdasarkan perbandingan berat badan menurut umur BBU yang mengacu pada keputusan MENKESSKXII2010. Balita dikatakan gizi baik apabila nilai perbandingan antara BB dan umur yaitu SD 2 dan apabila nilai SD -2 maka dikatakan status gizi kurang. Menurut Soemirat 2000 kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respons imunoligis terhadap penyakit dan keracunan. Pada tabel 5.2 didapat bahwa dari 88 balita, 14 balita 15,9 memiliki status gizi kurang dan 74 balita 84,1 berstatus gizi baik. Menurut Almatsler 2003 timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan karena asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapatkan cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makanan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah sehingga mudah terserang penyakit. Berdasarkan hasil uji chi square pada penelitian ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi terhadap kejadian ISPA pada balita dengan nilai p= 0,121 p0,05. Balita dengan gizi kurang beresiko 0,3 kali mengalami ISPA dibanding dengan balita gizi baik . Hal ini sejalan dengan 71 penelitian menurut Muhedir 2002, Irianto 2004, dan Citra 2010 yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Geturdis 2010 dimana terdapat hubungan antara status gizi balita terhadap kejadian ISPA dimana balita yang gizi kurang beresiko 2,5 kali lebih besar mengalami ISPA karena daya tahan tubuh lemah terhadap serangan virus. Tidak adanya hubungan antara status gizi balita terhadap kejadian ISPA bisa saja terjadi karena ISPA tidak hanya disebabkan oleh gizi kurang atau gizi buruk dari balitanya, melainkan oleh banyak faktor salah satunya faktor lingkungan. Menurut konsep HL Blum dalam Notoatmodjo 2003 menyatakan bahwa faktor lingkungan merupakan faktor terbesar mempengaruhi kesehatan manusia. Walaupun status gizi balita dalam kondisi baik, dimungkinkan balita terkena ISPA akibat lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Dari 88 balita pada penelitian ini ternyata hanya ada 14 balita yang mempunyai gizi kurang. Walaupun persentase kecil, tetap perlu di lakukan upaya- upaya perbaikan status gizi balita karena perbaikan gizi masyarakat harus dimulai dari perbaikan gizi pada masa bayi dan balita Notoatmodjo, 2007 seperti : a. Penyuluhan dari instansi kesehatan mengenai makanan-makanan yang mengandung gizi baik dengan harga yang tidak terlalu mahal tapi