Hubungan Kepadatan Hunian terhadap ISPA pada Balita Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap ISPA pada Balita

67 Pada tabel 5.18 menunjukkan hasil analisis hubungan antara pendidikan orang tua terhadap ISPA pada balita yaitu sebanyak 26 dari 40 65 orang tua balita dengan status pendidikan rendah dan balita mengalami ISPA. Sedangkan sebanyak 29 dari 48 ibu balita 60,4 dengan pendidikan tinggi, balita tidak mengalami ISPA. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,019 p-value 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara pendidikan orang tua terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013. Dari hasil analisis didapat nilai OR sebesar 2,8 95CI : 1,2-7,3 yang berarti bahwa balita dengan pendidikan orang tua rendah beresiko 3 kali balita mengalami ISPA. 68

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Desain yang digunakan yaitu studi cross sectional dimana semua variabel yang diteliti diambil dalam satu waktu yang sama mengingat jadwal posyandu yang hanya terjadi dalam 1 minggu 1 kali. 2. Penentuan Balita terkena ISPA hanya dengan pengisian kusioner pada respondentidak diteliti penyebab ISPA pada masing-masing balita karena tidak memungkinkan dari segi biaya untuk menelusuri lebih jauh tentang frekunsi kejadian, lamanya sakit atau dengan diagnosis dokter. 3. Kemungkinan terjadi bias dalam pengukuran terkait luas rumah dimana sebagian besar responden tidak memiliki rumah pribadi sehingga tidak mengetahui ukuran luas rumah. 4. Faktor individu balita pemberian asi ekslusif hanya berdasarkan daya ingat responden kemungkinan terjadi missing memory.

6.2 Gambaran Variabel Dependen

Pada penelitian ini, balita dikatakan mengalami ISPA dan tidak mengalami ISPA berdasarkan adanya tanda dan gejala seperti pilek, batuk-batuk, demam, dan sukar bernafas yang terjadi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir yang terjadi dari 69 mulai rongga hidung sampai gelembung paru yang bersifat akut Depkes, 2007. Dari hasil penelitian terhadap 88 anak balita di Kelurahan Ciputat didapatkan hasil angka kejadian ISPA yaitu sebesar 51,1 mengalami ISPA dan 48,9 tidak mengalami ISPA. ISPA bisa diakibatkan oleh virus maupun akibat polusi udara. Ciputat merupakan daerah yang paling sering dilalui oleh kendaraan karena sebagai jalur penghubung antara Jawa Barat dan Jakarta Salman, 2012 sehingga dimungkinkan nilai total partikulat semakin tinggi dan terjadi pencemaran udara. Hal ini didukung oleh penelitian BPLHD Tangerang Selatan pada tanggal 5 Juni 2012 terdapat Total Suspended Partikulat TSP melebihi ambang batas yakni 268,64 µgNm³dari ambang batas yang ditetapkan sebesar 230 µgNm³. Menurut penelitian Triska 2005 menyebutkan bahwa anak-anak dan wanita didaerah urban lebih sering terpapar polusi dari industri dan kendaraan bermotor yang dihubungkan dengan gangguan pernafasan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamidi 2002 menyatakan bahwa kadar debu yang masuk kedalam rumah dan melebihi 70µgNm³ dapat menyebabkan bayi dan balita yang tinggal didalamnya mengalami gangguan pernapasan 3,13 kali dibandingkan dengan kadar debu rumah yang memnuhi syarat. Namun, tidak dipungkiri bahwa ISPA bisa terjadi akibat penularan virus dari penderita ke balita yang lain. Hasil observasi dilapangan, letak rumah terlalu berhimpitan baik kesamping maupun kedepan sehingga kemungkinan besar virus penyebab ISPA pada penderita menyebar lebih cepat ke balita yang lain.