Faktor Sosial-Ekonomi Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi ISPA
29
tentang status gizi bayi dan anak-anak. Indikator protein-Energy Malnutrition PEM yang paling sering dipakai adalah berat badan menurut umur. Nilai rendah angka
indikator berat badan menurut umur mencerminkan terjadinya adaptasi anak terhadap gangguann gizi jangka panjang dan jangka pendek. Defisit pertumbuhan linier yang
diindikasikan ukuran antropometri tinggi badan menurut umur baru akan terjelma manakala defisiensi telah berlangsung lama sehingga tidak termanifestasi semasa bayi
DepKes, 2002. Balita yang mengalami kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respons imunologis terhadap penyakit dan keracunan
Soemirat, 2000. Pada hasil penelitian yang dilakukan Gertrudis, 2010 diperoleh bahwa balita beresiko 2,5 kali lebih besar mengalami ISPA dengan status gizi kurang
karena daya tahan tubuh akan berbagai virus lemah. Pada keadaan balita mengalami gizi kurang, balita cenderung mengalami ISPA berat dan seranganya lebih lama
DepKes RI, 2006. Sebaliknya, menurut penelitian yang dilakukan oleh Muhedir 2002, dan Irianto 2004 mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara status
gizi balita dengan kejadian ISPA. Menurut Almatsler 2003, timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan karena asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit.
Anak yang mendapatkan cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup
makanan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah sehingga mudah terserang penyakit.
30
c. Imunisasi Balita
Imunisasi pada balita diberikan untuk menjaga kesehatan balita dimana cenderung mudah terkena berbagai macam penyakit. Pemberian imunisasi dimulai
sejak lahir hingga umur 5 tahun Depkes, 2005. Terdapat 2 imunisasi, yaitu imunisasi aktif adalah dimana tubuh anak sendiri yang membuat zat anti yanhg akan
bertahan selama bertahun-tahun. Dan imunisasi pasif adalah tubuh anak tidak membuat sendiri zat anti, tetapi didapatkan dari luar tubuh dengan cara penyuntikan
zat anti dari ibunya semasa dalam kandungan Mudehir, 2002. Pemberian imunisasi bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat beberapa penyakit
yakni TBC, Difteri tetanus, Batuk rejan, Poliomelitis, Tifus, Campak, Hepatitis B dan demam kuning Nur, 2004. Menurut hasil penelitian Wattiimena 2004 anak yang
imunisasi belum lengkap mempunyai resiko 1,18 kali lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan anak yang telah di imunisasi campak atau pernah menderita
campak. Dengan imunisasi campak dan imunisasi pertusis DPT yang efektif sekitar 11 dan 6 kematian penumonia balita dapat dicegah. Infeksi virus campak pada
saluran pernafasan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada mukosa. Pada umumnya komplikasi penyakit campak dapat menyebabkan terjadinya diare kronis
dan pneumonia. Oleh karena itu, berikut beberapa vaksin yang harus dilengkapi bagi anak untuk menghindari berbagai penyakit yakni :
31
a Vaksinasi BCG
Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin
konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan
dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 2
C Depkes RI, 2005.
b Vaksinasi DPT
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah
dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang
berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal
tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam,
hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. Depkes RI, 2005.