Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan dan perekonomian yang semakin berkembang dengan kompetisi yang semakin ketat antara perusahaan-perusahaan, serta persaingan pasar secara bebas dengan sistem kapitalis memerlukan penataan struktur manajemen perusahaan. Dalam hal ini, sumber daya manusia SDM merupakan faktor terpenting dalam usaha pencapaian sebuah keberhasilan perusahaan. Dengan tuntutan ekonomi yang pesat dan semakin meningkat, maka dibutuhkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik. Sumber daya manusia sangat diperlukan dalam kinerja organisasi, sehingga organisasi tersebut dapat bersaing hypercompetition. Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti dewasa ini, manusia semakin sibuk. Peralatan kerja semakin modern dan efisien, namun beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi karyawan yang lebih besar. Pekerjaan yang dilakukan karyawan yang dikerjakan secara kerjasama dibanding dikerjakan secara individu, disinilah kemampuan dalam bekerjasama ditunjukkan. Jika masing- masing karyawan dapat bekerjasama, tentu kinerja yang dihasilkan memuaskan. Adanya keanekaragaman yang cukup tinggi tersebut, berarti kemampuan sebagai “agent of change” juga akan berbeda-beda. Salah satu kunci sukses sebuah perubahan adalah pada sumber daya manusia, yaitu sebagai agen inisiator, agen perubahan terus menerus, pembentuk proses serta budaya yang secara bersama meningkatkan kemampuan perubahan organisasi. Dalam sebuah perusahaan, kinerja karyawan memiliki peran yang cukup vital dalam mencapai tujuan dan keberlangsungan hidup perusahaan, karena karyawanlah yang merupakan ujung tombak perusahaan, sehingga tidak mengherankan, jika penelitian tentang karyawan terus berkembang, terutama yang berkaitan dengan isu bagaimana kinerja seseorang atau sekelompok karyawan ditingkatkan, apa yang menjadi prediktor baik atau buruknya kinerja karyawan, seberapa besar pengaruhnya terhadap keberhasilan sebuah perusahaan dan sebagainya. Bagi perusahaan, penilaian terhadap kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Penilaian tersebut dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat juga dijadikan input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya Keban dalam Miftah, 2002. Pada PT. Putra Pertiwi Karya Utama, penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan. Menurut Mangkunegara 2008, penilaian kinerja adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Sedangkan dimensi dari kinerja meliputi: efisiensi waktu waktu penyelesaian tugas dan sikap terhadap waktu luang, produktifitas mampu menyelesaikan target dan mampu menumbuhkan ide, kualitas hasil meningkatkan kualitas hasil pekerjaan, tidak banyak melakukan kesalahan, dan tidak melakukan kecurangan, dan perilaku tanggung jawab dan menghargai kritik. Penilaian kinerja ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah perusahaan. Untuk mencapai keberhasilan, perusahaan harus berupaya meningkatkan kinerja individu yang optimal, karena pada dasarnya kinerja individu akan mempengaruhi kinerja tim dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Namun dalam kenyataan sehari-hari, memiliki kinerja yang optimal bagi karyawan bukanlah hal yang mudah untuk dicapai. Banyak hal yang menghalangi seorang karyawan untuk mencapai kinerja yang optimal tersebut. Diantaranya adalah kebijakan kompensasi, bonus, insentif, stres kerja dan pengaruh pesatnya teknologi dengan kesibukan karyawan menghabiskan waktu kerja dengan menggunakan internet, berselancar di dunia maya dan menggunakan fitur-fitur teknologi canggih di ponsel. Mengenai kondisi yang ada pada perusahaan yang sedang penulis teliti mengenai gaji mengikuti standar gaji di atas UMR Kota Tangerang. Pimpinan memberikan pelatihan SDM yang rutin dilaksanakan setiap 1 tahun sekali, sehingga memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap kinerja karyawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut wawancara yang dilakukan penulis pada tanggal 1 November 2010 pada salah satu staf operasional, perusahaan jarang memberikan bonus tambahan, walaupun beban kerja yang diberikan kadang bertambah. Namun hal ini tetap menunjukkan kinerja karyawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun dengan banyaknya prestasi yang dicapai oleh perusahaan. Menurut Lawyer III 2000 mengatakan bahwa sistem upah gaji dapat berperan sebagai sebuah agen perubahan bagi organisasi. Ketika sebuah organisasi mengharapkan terjadi suatu perilaku baru tambahan kinerja extra- role pada kualitas kinerja karyawannya, maka kebijakan kompensasi dapat digunakan sebagai alat untuk menumbuhkan perilaku tersebut. Praktek-praktek sumber daya manusia, khususnya sistem kompensasi reward telah terbukti memiliki pengaruh terhadap kinerja organisasional Becker Huselid, 1998 serta Shaw, Gupta dan Delery, 2002. Menurut Ilyas 1999, kinerja adalah penampilan hasil karya personil, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja merupakan penampilan individu, maupun kelompok kerja personil, tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga pada keseluruhan jajaran dalam organisasi. Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak 2005 yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Menurut Irawan 2002, bahwa kinerja performance adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai. Menurut Dessler 2000 bahwa kinerja prestasi kerja karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya. Berdasarkan keterangan di atas dapat pula diartikan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya Mangkunegara, 2008. Kinerja karyawan sangat berpengaruh terhadap perkembangan organisasi, karena kinerja suatu organisasi berasal dari kinerja karyawannya. Sikap yang baik, persepsi, kepribadian yang baik mendorong terbentuknya kinerja yang baik pada diri seorang karyawan, sehingga mempengaruhi kinerja organisasi. Dimana hal-hal tersebut berkaitan dengan Organizational Citizenship Behavior OCB. OCB dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas dengan cara mengurangi variabilitas dari kinerja unit kerja. Karyawan yang conscientious cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja. Sayangnya meningkatkan kinerja manusia merupakan salah satu tantangan terberat di dunia, yakni mengubah cara berfikir orang. Pimpinan bisa mengubah caranya memimpin atau berkinerja, bila bisa mengubah perilaku orang lain. Dalam hal ini, OCB diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Untuk mencapai kinerja yang optimal dituntut perilaku karyawan yang sesuai dengan harapan organisasi, yaitu perilaku yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Borman dalam Schuler, 1999 bahwa kinerja atau peran yang diharapkan ini seringkali lebih didasarkan pada perilaku kewarganegaraan organisasi OCB. Pada realitasnya, banyak perilaku yang tidak terdeskripsi secara formal yang dilakukan oleh karyawan, misalnya membantu rekan kerja menyelesaikan tugas, kesungguhan dalam mengikuti rapat-rapat perusahaan, sedikit mengeluh, banyak bekerja dan lain-lain. Perilaku yang menjadi tuntutan organisasi saat ini tidak hanya perilaku in-role, tetapi juga perilaku extra-role Hardaningtyas, 2004, diakses dari website adln.lib.unair.ac.id. Orang yang menampilkan perilaku OCB disebut sebagai karyawan yang baik good citizen. Kinerja dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain salah satunya dipengaruhi oleh OCB. Menurut Timpe 1993, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dipengaruhi oleh faktor eksternal lingkungan, salah satunya yaitu bantuan dari rekan-rekan. Hal ini merupakan salah satu dimensi OCB yaitu altruisme. Dengan kata lain faktor yang mempengaruhi kinerja adalah Organizational citizenship behavior. Hal ini memperkuat pendapat yang dikemukakan oleh Organ dalam Triyanto, 2009, dalam penelitiannya membuktikan bahwa OCB terutama dimensi altruisme, sportsmanships dan civic virtue berhubungan erat dengan kinerja organisasi. Menurut Organ dalam Elfina, 1998 untuk mewujudkan OCB di dalam diri setiap pegawai, dibutuhkan implementasi dari lima aspek berikut: 1. Altruism, yaitu perilaku yang membantu pekerjaan karyawan lain tanpa adanya paksaan dan berasal dari inisiatif pribadi. 2. Courtesy, yaitu membantu teman kerja mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjaannya, dengan cara memberikan konsultasi dan informasi, serta menghargai kebutuhan mereka. Perilaku mengurangi masalah-masalah kerja yang dialami oleh karyawan. 3. Sportsmanships, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal menyenangkan di tempat kerja tanpa mengeluh. Pantang membuat isu-isu yang provokatif dalam organisasi, walaupun kondisi yang terjadi tidak sesuai dengan keinginannya. Mengikuti aturan dan prosedur organisasi sekalipun tidak menyenangkan. 4. Civic virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan hidup organisasi. Adanya partisipasi secara sukarela dalam aktifitas pekerjaan dan menunjukkan rasa dukungan terhadap keputusan-keputusan organisasi. Menyetujui, mendukung dan membela sasaran organisasi. 5. Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi, seperti mematuhi peraturan-peraturan di organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Organ 1990 menunjukkan bahwa OCB tidak hanya menambah kinerja, akan tetapi dapat juga mempengaruhi bagaimana manajer mengevaluasi karyawan. Katzell dan Yankelovich 1975 berpendapat manajer percaya bahwa OCB memberikan kontribusi pada kinerja dan menyarankan menganalisa mereka dengan pemikiran itu. Apalagi OCB sekarang telah dimasukkan dalam penilaian kinerja Werner, 1994. Organ 1990 menunjukkan bahwa OCB tidak hanya menambah kinerja, akan tetapi dapat juga mempengaruhi bagaimana manajer mengevaluasi karyawan. Manajer percaya bahwa OCB memberikan kontribusi pada kinerja dan menyarankan menganalisa mereka dengan pemikiran itu. Agar OCB berdampak langsung terhadap kinerja, perilaku-perilaku ini harus diarahkan kembali pada mempromosikan efektifitas organisasi. Organ 1998 menunjukkan agar OCB mempengaruhi kinerja, kontribusi pribadi harus diaregasikan ke seluruh perusahaan. Organizational Citizenship Behavior OCB adalah salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, disamping perilaku intra- role. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Allison 2001 juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dimensi-dimensi OCB dengan kinerja. Jika karyawan dalam organisasi memiliki OCB, maka usaha untuk mengendalikan perilaku karyawan akan menurun, karena karyawan dapat mengendalikan perilakunya sendiri atau mampu memilih perilaku terbaik untuk kepentingan organisasinya. Jika seluruh karyawan telah memiliki OCB yang tinggi, maka secara tidak langsung mereka siap untuk melakukan pekerjaan yang bukan merupakan bagian dari tugasnya, sebagaimana tertera di dalam job description dan perilaku OCB ini akan meningkatkan efektifitas organisasi. Salah satu instansi yang menerapkan OCB dalam setiap pekerjaannya yaitu PT. Putra Pertiwi Karya Utama. Perusahaan ini bergerak di berbagai macam bidang jasa, antara lain biro perjalanan, PJTKI, pengurusan passport dokumen perjalanan, pengurusan visa, pengurusan ijin tinggal orang asing multiple entry, training of trainers dan reservation hotel event organizer. Di dalam kegiatan perusahaan, aplikasi OCB telah diwujudkan dalam berbagai bentuk perilaku. Contohnya antara lain menghadiri acara-acara yang dilaksanakan pihak PT. Putra Pertiwi Karya Utama, walaupun tidak wajib. Jika karyawan dapat tetap bertahan di organisasi tanpa pertimbangan untung rugi, ia dapat diharapkan untuk membantu rekan kerja dan atasan, serta peduli pada kelangsungan hidup organisasi. Kesadaran tinggi yang ditunjukkan oleh karyawan untuk mengikuti pelatihan sebagai tujuan pengembangan diri dan saling bantu-membantu dalam menyelesaikan pekerjaan, terlebih lagi pada saat- saat kegiatan yang dibuat oleh perusahaan. Hal ini berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 1 Desember 2010, pukul 13.00 Wib dengan salah satu staf karyawan perusahaan. Menurut penuturannya kepada penulis, jika ada event-event tertentu di kantor, karyawan bersedia dipanggil bekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya secara bersama-sama di kantor. Teamworknya kerjasama karyawan sangat bagus dan solid. Sejumlah organisasi mengaitkan kinerja karyawan dengan perilaku dan hasil dari perilaku karyawan bersangkutan, seperti tingkat kehadiran dan ketepatan masuk kerja. Di PT. Putra Pertiwi Karya Utama, rata-rata karyawannya sudah menerapkan kedisiplinan. Mereka selalu masuk pagi jam 07.15 Wib dengan melakukan briefing sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan kinerja individu, yaitu tindakan-tindakan individu yang membantu untuk mencapai sasaran keorganisasian, termasuk kuantitas dan kualitas. Pendekatan subyektif lebih mengukur kinerja karyawan berdasarkan dimensi-dimensi yang bersifat kualitatif dan lebih berkaitan dengan perilaku yang ditampilkan karyawan. Kinerja karyawan bersifat kualitas berkaitan dengan perilaku yang ditampilkan karyawan. Contohnya antara lain ketepatan masuk kerja. Untuk melakukan sesuatu yang baik, seorang karyawan tidak selalu digerakkan oleh hal-hal yang hanya mementingkan dan menguntungkan dirinya, misalnya seseorang mau membantu orang lain jika ada imbalan tertentu. Dengan kemampuan berempati, seorang karyawan dapat memahami orang lain dan lingkungannya, serta menyelaraskan nilai-nilai individual yang dianutnya dengan nilai-nilai yang dianut lingkungannya, sehingga muncul perilaku yang nice yaitu sebagai good citizen. Jika karyawan dalam organisasi memiliki OCB, karyawan dapat mengendalikan perilakunya sendiri, sehingga mampu memilih perilaku yang terbaik untuk kepentingan organisasinya. Dengan adanya perilaku OCB ini, maka interaksi sosial pada anggota- anggota organisasi menjadi lancar, mengurangi terjadinya perselisihan dan meningkatkan efisiensi. Karyawan yang memutuskan untuk berkontribusi pada organisasi tergantung kepada seberapa besar aspek-aspek yang bernilai bagi karyawan diberikan organisasi. Semakin bernilai aspek tersebut, maka semakin mungkin karyawan akan melakukan kontribusi terhadap organisasi. Persepsi karyawan yang baik terhadap dukungan organisasional kepada kualitas kehidupan kerja mereka akan menimbulkan “rasa hutang budi” dalam diri mereka pada organisasi, sehingga mereka merasa memiliki kewajiban untuk membayarnya. Studi Shore dan Wayne dalam Sofliadi 2007 menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional yang termasuk dalam komponen OCB menjadi prediktor Organizational citizenship behavior OCB dan berhubungan positif dengan kinerja dan OCB. Pekerja yang merasa didukung oleh organisasi akan memberikan timbal balik feed back dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship. Penelitian tentang OCB dan kinerja di Indonesia baru dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu: Wijaya 2007 dengan judul “Pengaruh OCB terhadap Kinerja Personil Poltabes Yogya ”, menunjukkan adanya pengaruh OCB terhadap kinerja personil Poltabes Yogya. Dilanjutkan oleh penelitian Simanulang 2010 dengan judul “Pengaruh Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior OCB pada Kinerja Akademis Mahasiswa Studi pada Mahasiswa S1 Reguler Angkatan 2006 FE UNSI “ menunjukkan bahwa dimensi-dimensi OCB yaitu altruism, courtesy, conscientiousness, sportsmanship dan civic virtue berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja. Penelitian di luar negeri yang dilakukan oleh Werner, Ahearne, Podsakoff Mac Kenzie 1994, serta Waltz and Niehoff 2000 menunjukkan adanya hubungan positif antara OCB terhadap kinerja individu, unit dan organisasi. Sedangkan penelitian tentang prediktor OCB yaitu karakteristik responden terhadap kinerja belum ada yang meneliti secara langsung, tetapi beberapa peneliti yaitu Konrad dalam Simanullang 2001 mengemukakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin dengan OCB. Begitu pula, penelitian yang dilakukan oleh Greenberg dan Baron 2002 menunjukkan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja berpengaruh positif terhadap OCB, sehingga berpengaruh pula terhadap kinerja. Pada beberapa perusahaan OCB yang telah dimiliki oleh setiap karyawan lebih banyak dihargai dengan reward berupa bonus, insentif atau keuangan. Gibson 2003 mengungkapkan bahwa sasaran utama dari program reward adalah untuk menarik individu yang berkualitas, menjaga karyawan agar tetap tinggal, dan memotivasi karyawan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Pendapat ini diperkuat oleh Becker Huselid 1998, serta Shaw, Gupta dan Delery 2002. Hal ini terdapat kecenderungan perbedaan dengan OCB pada perusahaan yang sedang peneliti lakukan. Terdapat perbedaan antara in-role dan extra-role, dimana in-role lebih dihargai dengan moneter atau finansial, tetapi perilaku-perilaku extra-role lebih diarahkan oleh pimpinan sebagai bentuk kerjasama dalam memperat tali persaudaraan, untuk kepentingan perusahaan agar tetap berlangsung. Pimpinan memberikan bentuk penghargaan dengan mengadakan makan bersama di restoran atau piknik bersama ke Dupan setelah kegiatan terselesaikan dengan baik sesuai harapan yang diinginkan. Dengan demikian kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk perilaku extra-role, telah menarik perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti maupun akademisi. Namun, penelitian di lapangan masih meninggalkan beberapa permasalahan krusial yang menuntut penanganan yang lebih intensif dan menyeluruh. Sehingga penelitian tentang OCB dengan kinerja di Indonesia belum banyak dilakukan, padahal topik ini sudah banyak dibicarakan dalam pembahasan perilaku organisasi akhir-akhir ini, bahkan telah menjadi salah satu variabel indevenden utama dalam penelitian perilaku organisasi. Alasan diatas mendasari penelitian OCB ini. Selain itu, penelitian tentang OCB sangat penting dilakukan di Indonesia, karena fenomena mengenai OCB memang sangat menarik untuk diteliti. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bachrach, Powell, Bendolly dan Richey dari University of Alabama yang menggunakan sampel di United State dan Inggris menyatakan bahwa OCB sangat penting dalam penilaian kinerja. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah tersebut diatas, penelitian tentang OCB dan kinerja penting untuk diteliti lebih lanjut dengan mengajukan sebuah penelitian ber judul ”Pengaruh Organizational Citizenship Behavior OCB terhadap Kinerja Karyawan di PT.Putra Pertiwi Karya Utama ”.

1.2 Batasan dan Perumusan Masalah 1.