Sumber-Sumber Nilai Karakter Pendidikan Karakter

kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Selain itu, sekolah harus mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Yang terpenting, semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti. 18 Dengan tanggung jawab yang diemban sekolah tersebut, diharapkan sekolah dapat secara maksimal menerapkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik dan peserta didik pun dapat menerapkannya tidak hanya di sekolah saja melainkan di masyarakat dimana mereka tinggal. Karena bahwasanya penerapan nilai-nilai karakter tersebut akan berjalan efektif jika sudah diterapkan di lingkungan mayarakat dan memberikan dampak yang baik pula.

6. Faktor Penyebab Krisis Pendidikan Karakter

a. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikapnilai dan perilaku dalam pembelajarannya. Dunia pendidikan kita sangat meremehkan mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter. Di lain pihak, tidak dipungkiri, bahwa pelajaran-pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKn, Pendidikan Agama, Ilmu Pengetahuan Sosial dalam pelaksanaan pembelajarannya lebih banyak menekankan pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan aspek psikomotorik. Di samping itu, penilaian dalam mata-mata 18 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional , Jakarta: Bumi Aksara, 2011, h. 129-130. pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan belum secara total mengukur sosok utuh untuk pribadi siswa. b. Sistem pendidikan di Indonesia hanya menyiapkan para siswa untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi atau hanya untuk mereka yang punya bakat pada potensi akademik ukuran IQ tinggi. c. Dunia pendidikan di Indonesia saat ini terjebak pada menyiapkan manusia dadakan atau manusia “instant”. Hal ini tergambarkan ketika menjelang Ujian Nasional atau Ujian Akhir Sekolah, dimana orangtua yang dengan gencarnya mencari lembaga bimbingan belajar untuk men-drill dan “memaksakan” anak-anaknya agar bisa menguasai bidang ilmu yang diujikan, dalam waktu yang relatif singkat. Banyak orangtua yang seolah-olah mengecilkan arti pendidikan yang telah dikenyam oleh anaknya selama ini, apabila pada akhir masa sekolah nilai ujian anaknya jelek. Sementara itu, perilaku-perilaku yang baik seperti taat pada orangtua dan guru, rajin shalat, tidak suka berbohong, berani memimpin, dan perilaku baik lainnya, jarang disentuh orangtua sebagai kriteria keberhasilan suatu kerberhasilan. d. Praktik pendidikan yang pada saat ini terjadi yaitu lebih dikuasai oleh ideologi ekonomi kapitalis dan liberalis, yang antara lain ditandai oleh penekanan kurikulum pada bidang penguasaan ilmu, teknologi dan keterampilan, pemenuhan kebutuhan dunia usaha dan industry, menganggap pendidikan sebagai salah satu komoditas yang diperjualbelikan, penerapan manajemen bisnis, tunduk pada hukum transaksional, mengaggap biaya pendidikan sebagai investasi yang menguntungkan, menganggap murid sebagai pelanggan yang harus dimanjakan, dan menempatkan guru sebagai fasilitator atau pelayan yang harus melayani keinginan para siswa. Praktik pendidikan yang demikian itu telah menggeser atau memarginalkan pendidikan agama dan pendidikan karakter.