reaksi perubahan yang radikal revolusioner untuk mengubah statusnya.
23
Keadaan seperti itu membuat kelompok marjinal merasa hidup penuh dengan beban, tidak seperti kelompok masyarakat pada umunya.
Belum lagi kerasnya hidup yang dirasakan oleh masyarakat marjinal di perkotaan, hal ini semakin menunjukkan bahwa masyarakat seperti ini
dibutuhkan treatment khusus dari pemerintah. Apabila hal ini dibiarkan begitu saja, dikhawatirkan masyarakat marjinal akan
semakin menjamur dimana-mana. Orang miskin di daerah perkotaan hidup di kawasan
pemukiman yang memiliki berbagai fasilitas tetapi tanpa akses yang memadai untuk dapat menikmatinya. Mereka termasuk dalam
kelompok masyarakat marginal, kalangan masyarakat yang akhirnya terasing dan tersingkir akibat ketidakberdayaan mereka untuk
mengakses kebutuhan-kebutuhan hidup dengan layak.
24
Kebutuhan hidup tersebut meliputi ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Hal yang
membuat mereka tersingkir atas ketidakberdayaan mereka ialah karena mereka terasingkan atau terkucilkan dari lingkungan masyarakat
dimana mereka tinggal. Hal yang mungkin menyebabkan ini terjadi karena adanya kesenjangan sosial di lingkungan masyarakat, sehingga
masyarakat marjinal yang memang berasal dari kalangan ekonomi lemah tidak dapat menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan
kelompok masyarakat kelas atas. Selain itu, rendahnya pendidikan yang masyarakat marjinal miliki semakin membuat kelompok
masyarakat ini terasingkan, apalagi minimnya pengetahuan yang mereka peroleh sehingga fasilitas yang memang sudah tersedia tidak
dapat dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat marjinal.
23
M. Saleh Marzuki, Pendidikan Nonformal, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, h. 207-209.
24
Yanti Dewi Purwanti, Koentjoro, dan Esti Hayu Purnamaningsih, “Konsep Diri Perempuan Marginal”, Jurnal Psikologi, 2000, h. 48.
3. Pendidikan Kaum Miskin
Kemiskinan ialah sebuah kelemahan negara dalam arti ketidakmampuan untuk memberikan kebutuhan-kebutuhan dasar bagi
warga negara atau ketidakmampuan untuk mendistribusikan barang- barang dan jasa umum secara merata. Kemiskinan yang terus
berlangsung bahkan
meningkat dapat
disebabkan karena
ketergantungan rakyat miskin terhadap mereka yang berada pada posisi kekuasaan, kurang dukungan hukum, dan akses pelayanan
umum pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan, dan lain-lain.
25
Hal tersebut menjadi masalah konkret yang sampai sekarang masih dirasakan oleh masyarakat Indonesia, khususnya dalam
pengentasan kemiskinan di bidang pendidikan. Ini merupakan titik lemah bangsa Indonesia dimana pendidikan yang seharusnya dapat
dirasakan oleh berbagai pihak, namun pada kenyataannya pemerataan pendidikan pun masih kurang.
Kemiskinan merupakan masalah yang sangat serius dihadapi oleh Indonesia. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap
kemiskinan. Hampir 40 persen dari penduduk lebih dari 110 juta orang Indonesia hidup hanya sedikit diatas garis kemiskinan nasional
dan mempunyai pendapatan kurang dari US 2 per hari World Bank, 2005,
policy brief “Poverty Reduction”. Ditengah berbagai persoalan yang mendera negeri ini,
pendidikan diharapkan bisa menjadi tumpuan harapan sebagai titik berangkat untuk bangkit dari keterpurukan dan kemiskinan. Agar hak
atas pendidikan dapat dipenuhi, pemerintah perlu menjamin pendidikan tanpa biaya dan wajib belajar bagi semua anak. Pemerintah
juga dituntut menghargai kebebasan para orangtua untuk memilihkan anak-anaknya dalam memperoleh pendidikan berkualitas.
25
Arip Mutaqien, dkk., Menuju Indonesia Sejahtera: Upaya Konkret Pengentasan Kemiskinan
, Jakarta: Khanata, 2006, h. 47.
Dari permasalahan tersebut, perlu adanya pengakuan dan perluasan pendidikan non-formal dan informal dan pemenuhan hak
atas pendidikan, karena memiliki kaitan yang sangat erat. Meskipun pemerintah telah menaikkan anggaran pendidikan hingga 11,8
2007, dan pada tahun yang akan datang 2008 mencapai 12 dari total APBN, pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah BOS,
namun karena situasi angka kemiskinan dan penggangguran meningkat, ada keterbatasan dalam akses pendidikan bagi mereka yang
serba kekurangan.
26
Hal ini perlu segera ditangani dengan adanya bantuan ataupun kerjasama dari lingkungan sekitar, seperti perluasan lapangan
pekerjaan, membuka balai pelatihan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki masyarakat, serta yang utama ialah
memasilitasi program pendidikan gratis bagi masyarakat yang kurang mampu.
Menurut Hakikur Rahman, sistem pendidikan yang interaktif juga dapat diterapkan untuk mengembangkan pendidikan bagi
kelompok masyarakat marjinal, yang mana masyarakat tersebut hidup dengan berbagai kekurangan. Oleh karena itu, hal ini menjadi sebuah
tantangan bagi para pemimpin di seluruh dunia untuk menyediakan program pemberantasan buta huruf, pelayanan kesehatan, dan
dukungan lainnya untuk mengembangkan kehidupan masyarakat marjinal. Informasi, arus informasi yang bebas dan mudah diakses
dapat dipergunakan sebagai bahan dasar yang utama dalam memberdayakan
masyarakat marjinal
untuk mengembangkan
pengetahuan mereka.
27
Sependapat dengan pendapat di atas, bahwasanya di era globalisasi sekarang ini pemerintah sebaiknya
26
Siti Sarah Muwahidah dan Zakkiyudin Baidhowy, Islam, Good Governance, dan Pengentasan Kemiskinan
, Jakarta: MAARIF Institute for Culture and Humanity, 2007, h. 57.
27
Hakikur Rahman , “Empowering Marginal Communities with Interactive Education
Systems ”, Jurnal Pendidikan, h. 1.