Latar Belakang 7-8 Jamhari

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tulisan ini mendeskripsikan tentang pekerja anak di perkotaan tepatnya Kota Medan, dalam hal ini kasus Anak penyapu angkot di Pinang Baris. Persoalan pekerja anak bahkan menjadi kian kompleks dan sulit terpecahkan tatkala krisis ekonomi melanda sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia. Salah salah satu indikator sebuah negara dikatakan maju dan berkembang dilihat dari pembangunan yang telah dilakukan oleh sebuah negara tersebut. Pembangunan di banyak tempat melanda dan merupakan ciri zaman modern, dan pertumbuhan penduduk semakin bertambah dan sempitnya lapang pekerjaan merupakan berdampak buruk akan kehidupan masa depan anak. Akibatnya menampilkan kesenjangan ekonomi dan pendistribusian modal yang tidak adil. Indonesia merupakan masih dikatakan dalam negara berkembang karena negara Indonesia dalam tahap mencontoh negara maju. Muhamad Joni dan Zulchaina 1999:2 1 , mengatakan pembangunan ekonomi membuat masalah lain yang mengejutkan, diantaranya adalah pekerja anak, pekerja seks anak trackfiking anak, dan kekerasan serta penyiksaan terhadap anak. Munculnya pekerja anak dalam berbagai sektor disebabkan sulitnya memenuhi kebutuhan 1 Dikutip dari Skripsi Theresha Meilani 2009:12. Universitas Sumatera Utara 2 anak dalam keluarga sehingga memaksa anak untuk terjun dalam sektor industri maupun prostitusi. Dampak dari kesenjangan ekonomi ini membuat masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari akibat lapangan pekerjaan yang sempit. Akibat dari kesenjangan ekonomi, orang tua maupun anak-anak terpaksa mengambil tindakan segala cara untuk menafkahi keluarga maupun diri sendiri. Ketepurukan dalam perekonomian keluarga, orang tua acap kali menggunakan anaknya dalam mencari nafkah, anak dianggap bisa membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biasanya keluarga yang hidup dalam kemiskinan memaksa anak untuk meringankan kebutuhan keluarga maupun diri sendiri si-anak. Orang tua mengunakan anak mereka untuk mencari nafkah maupun sekedar membantu orang tua. Mereka menganggap bahwasanya seorang anak wajib membantu orangtuanya. Dengan pola fikir orangtua seperti itu memaksa anak bekerja dibawah umur, justru dianggap sebagai kekerasan terhadap anak dalam bentuk mengambil hak anak. Mereka akan kehilangan waktu bermain dan belajar sebagaimana seorang anak yang masih tahap belajar dan bermain serta mengenal lingkungan sekitarnya. Di berbagai belahan dunia terdapat undang-undang perlindungan anak seperti di Amerika Serikat telah dibentuk pengadilan anak sejak tahun 1989 dan merupakan undang-undang pengadilan anak yang pertama yang berarti bahwa penguasa pemerintah harus bertindak apabila anak-anak membutuhkan pertolongan, sedangkan anak yang melakukan kejahatan bukan dipidana, Universitas Sumatera Utara 3 melainkan harus diberi bantuan dan dilindungi. Karena Anak adalah mahluk sosial seperti juga orang dewasa, anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf perkembangan yang penuh dengan perasaan, pikiran, kehendak sendiri, kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembanganya. Menurut Bachofen 1861:7, diseluruh dunia keluarga manusia berkembang melalui empat tingkat evolusi, dalam zaman yang telah jauh lampau dalam masyarakat manusia ada keadaan promiskuitas, dimana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok dan laki-laki serta wanita berhubungan dengan bebas dan melahirkan keturunan tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti masyarakat belum ada pada waktu itu. Keadan ini dianggap merupakan tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat manusia. Lambat laun manusia sadar akan hubungan antara si ibu dengan anak-anaknya sebagai suatu kelompok keluarga inti dalam masyarakat, karena anak-anak hanya mengenal ibunya tetapi tidak mengenal ayahnya. Dalam kelompok keluarga inti serupa itu, ibulah yang menjadi kepala keluarga 2 . Keluarga tempat pertama bagi anak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan psikologis mereka, berupa perhatian, kasih sayang, perlindungan dan hubungan yang harmonis antar anggota keluarga. 2 . Koentjaranigrat dalam buku Sejarah Teori Antropologi I. Universitas Sumatera Utara 4 Menurut Ki Hajar Dewantara 2011:19, memiliki keyakinan bahwa pendidikan bagi bangsa Indonesia harus dilakukan melalui tiga lingkungan, yaitu keluarga, sekolah, dan organisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting karena sejak kemunculan adab kemanusiaan sampai sekarang keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak manusia. Begitupula adanya dengan anak-anak pekerja penyapu angkot, apabila terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka, maka akan memungkinkan dirinya memiliki keyakinan yang positif, cara pandang positif terhadap dirinya sendiri, dan bentuk karakter diri yang positif pula. Karena karakter mencangkup keinginan seseorang untuk melakukan yang terbaik, kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, kognisi dari pemikiran kritis dan alasan moral, dan pengembangan keterampilan interpersonal dan emosional yang menyebabkan kemampuan individu untuk bekerja secara efektif dengan orang lain dalam situasi setiap saat 3 . Kerakter menurut Thomas Lickona yaitu dalam Glanzer, 2006:532: character as “knowing the good, desiring the good, and doing the good mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan dan melakukan segala sesuatu yang baik. Sebaliknya, bila kebutuhan psikologis tidak atau terpenuhi maka anak akan sulit mengembangkan citra diri dan karakter positif dalam dirinya. Karena anak merupakan generasi pemegang keberhasilan dunia di masa yang akan datang, dan anak-anak merupakan harapan untuk memajukan negara di masa depan. Pendidikan diberikan baik secara formal maupun secara informal, baik 3 . Diakses dari Muhamad Yaumi M Hum M A “ Pendidikan Karakter Pilar dan Implementasi” 2014: 8 Universitas Sumatera Utara 5 pendidikan di keluarga, di sekolah, ataupun di masyarakat, juga pendidikan akademis, agama maupun moral, merupakan cara-cara mempersiapkan anak sebagai generasi penerus bangsa. Banyak sekali fenomena yang menimpa bangsa Indonesia saat ini, terlebih-lebih anak yang terlantar dan hidup dijalanan. Adapun masalah anak-anak tersebut antaranya penyalahan narkoba, kekerasan fisik maupun kekerasan non- fisik pada anak-anak, trackfiking anak, eksploitasi anak, hingga anak yang terpaksa bekerja. Gejala sosial anak jalanan yang merupakan akibat langsung dari krisis di berbagai bidang masih menjadi fenomena sosial di kota – kota besar. Badan Pusat Statistik BPS melansir data terbaru jumlah penduduk Indonesia, per September 2014, jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat sebesar 2.773 juta orang atau mencapai 10.96 dari keseluruhan penduduk. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dengan pendekatan kemiskinan di pandang sebagai ketidakmampuan darisisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. Perkembangan isu pekerja anak di Indonesia dapat dirunut sejak dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang berbunyi sebagai berikut: a. Bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar- dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 6 b. Bahwa agar setiap anak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baiksecara rohani, jasmani maupun sosial. c. Bahwa di dalam masyarakat terdapat pula anak-anak yang mengalami hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial dan ekonomi. d. Bahwa pemeliharaan kesejahteraan anak belum dapat dilaksanakan oleh anak sendiri. e. Bahwa kesempatan, pemeliharaan dan usaha menghilangkan hambatan tersebut hanya akandapat dilaksanakan dan diperoleh bilamana usaha kesejahteraan anak terjamin. f. Bahwa untukmencapai maksud tersebut perlu menyusun Undang-undang yang mengatur kesejahteraan anak 4 . Ini merupakan titik awal perhatian pemerintah Indonesia terhadap masalah anak. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk upaya penanganan pekerja anak yang diletakkan dalam kerangka strategi pengurangan eliminasi dengan melibatkan anak secara langsung sebagai narasumber dan partisipan utama. Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Namun masih banyak pekerja anak di perkotaan, masih jauh dari hidup sejahtera, sering sekali kita lihat anak yang bekerja, terkhusus di kota-kota besar termasuk kota Medan. Penelitian ini mendeskripsikan 4 . Diakses dari http:hukum.unsrat.ac.iduuuu_4_79.htm Pada 25 Juni 2016 9:34. Universitas Sumatera Utara 7 bagaimana perkembangan anak baik secara fisik dan nonfisik, termasuk sisi psikologis diri pekerja anak tinjauan budaya. Menurut Kardiner, Linton James Danandjaja 1988: 53 , dan Kawan-kawan, struktur Kepribadian yang dimiliki oleh kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat pengalaman mereka pada masa kanak-kanak yang sama. Kota Medan bisa dikatakan salah satu kota tak layak anak, dikarenakan pertumbuhan penduduknya yang semakin hari semakin meningkat, lapang pekerjan yang terbatas menimbulakan banyaknya penganguran sehingga mengakibatkan tingginya angka kriminalitas di kota ini. Kriminalitas kota Medan merupakan salah satu kota tertinggi kriminalitasnnya secara tidak langsung akan mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak dewasa kelak. Begitu pula dengan anak-anak yang bekerja di terminal Pinang Baris Medan. Mereka setiap harinya menghabiskan waktu bekerja dan bermain dengan teman-teman sebayanya di tempat mereka bekerja sehari-hari. Mereka berangkat sekolah hingga pulang kembali ke rumah lalu pergi bekerja menyapu angkot, begitu setiap harinya. Tempat bekerja adalah sekaligus tempat bermain bagi mereka. Hal ini akan berpengaruh pada petumbuhan dan perkembangan secara sosial dan psikologis mereka dewasa kelak dan tidak menutup kemungkinan pengalaman masa kanak-kanak mereka ini akan menentukan kepribadiannya. Terminal ini tempat yang rentan kekerasan pada anak dan terminal ini merupakan tempat sering diadakan razia pereman yang sering main judi di Universitas Sumatera Utara 8 terminal tersebut, secara tidak langsung ini dapat mempengaruhi tumbuh kembang sosial psikologis mereka. Terminal Pinang Baris merupakan salah satu lokasi strategis di Kota Medan sebagai tempat aktifitas anak-anak jalanan, terminal ini khusus menampung bus-bus antar provinsi dan dalam Provinsi Aceh, kota Pangkalan Brandan, kota Binjai, kota Stabat, Brastagi dan sekitarnya. Kawasan terminal Pinang Baris juga memiliki status yang sama dengan Amplas yaitu sebagai lokasi bekerja anak jalanan dan sekaligus tempat tinggal. Di sinilah anak-anak beraktivitas bekerja sebagai penyapu angkot. Menurut hasil penelitian Misran Lubis, dkk Pengkajian Ulang tentang Situasi Anak Jalanan Kota Medan 5 . Terminal Terpadu Pinang Baris TTPB adalah salah satu dari 2 terminal terpadu perhubungan darat terbesar di Kota Medan. Terminal ini khusus menampung bus- bus antar Provinsi dan dalam Provinsi Aceh, kota Pangkalan Brandan, kota Binjai, kota Stabat, Brastagi dan sekitarnya. Kawasan terminal Pinang Baris juga memiliki status yang sama dengan Amplas yaitu sebagai lokasi bekerja anak jalanan dan sekaligus tempat tinggal. Terminal Pinang Baris kondisi ekonomi masyarakat di lingkungan ini yakni kelas ekonomi menengah kebawah dan sering di sebut komunitas Miskin Kota KMK. Berdasarkan pendataan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA pada tahun 2010, Sanggar Kreatifitas Anak SKA mendampingi 200 anak jalanan, terdapat 26 anak jalanan yang masuk kategori anak jalanan beresiko tinggi 5 . Menurut hasil penelitian Misran Lubis, dkk tentang Pengkajian Ulang Situasi Anak Jalanan Kota Medan . 2010:22. Universitas Sumatera Utara 9 mendapatkan kekerasan, dari 200 anak jalanan dampingan PKPA tersebut terdapat 65 anak jalanan yang bekerja sebagai anak penyapu angkot. Di terminal Pinang Berdasarkan data Kementrian Sosial Indonesia tercatat dalam tabel di bawah ini, anak terlantar 3,488,309, anak belita terlantar 1,178,824, anak rawan terlantar 10,322,674, anak nakal, 193,155 dan anak cacat 367,520 anak. Tabel. 1.1. Data anak jalanan Anak jalanan merupakan gejala sosial yang muncul akibat krisis di berbagai bidang dan menjadi salah contoh nyata dari sekian anak terlantar yang ada di Indonesia. Mereka adalah anak-anak di bawah umur 16 tahun yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di jalanan untuk mencari uang. Tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI memperkirakan, pada tahun 2014 lalu terdapat sekitar 150 ribu anak jalanan Indonesia, dengan konsentrasi di Jakarta. Jumlah anak jalanan dari tahun ketahun semakin meningkat. Data yang di keluarkan oleh Dinas Sosial dan Keternagakerjaan Kota Medan tahun 2014 terlihat bahwa, jumlah anak jalanan di kota Medan menduduki jumlah yang tertinggi yaitu, mencapai 1.526 jiwa 50.26 dari seluruh anak jalanan yang berada di KabupatenKota yang ada di Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena kota Medan ibu kota Propinsi yang memiliki daya tarik yang lebih besar jika di Universitas Sumatera Utara 10 bandingkan dengan KabupatenKota lainnya. Melihat jumlah anak jalanan yang semakin banyak di Kota Medan dan banyaknya faktor yang menyebabkan anak menjadi anak jalanan maka penelitian ini ingin melihat Pekerja Anak di Perkotaan dalam Kasus Anak Penyapu Angkot di terminal Pinang Baris Medan. Pekerja anak dan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak merupakan masalah kompleks, berdemensi sosial, ekonomi dan budaya, seperti eksploitasi anak yang mencakup pemerasan, pelecehan seksual, kerja paksa tanpa upah, perbudakan dan lainnya. Kasus yang terjadi diatas sering disebabkan oleh factor kemiskinan, kurangnya akses pada pendidikan, ketersediaan lapangan kerja dan lainnya, dan eksploitasi anak secara besar-besaran terjadi pada masyarakat kalangan bawah yang hidup dibawah garis kemiskinan, dengan dalil kemiskinan mereka melegalkan tindakan eksploitasi seksual dan ekonomi demi memenuhi kebutuhan mereka. Deputi Direktur Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak PKPA Medan Misran Lubis sebagai nara sumber dalam penelitiannya Pengkajian Ulang Situasi Anak Jalanan di Kota Medan mengatakan, anak jalanan menjadi fenomena klasik dan keberadaannya tetap eksis, populasinya terus berkembang setiap tahunnya, data dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 mengedentifikasi jumlahnya mencapai 2.867 anak, jumlah terbesar ada di lima kota yakni Medan 663 anak Dairi 530 anak, Tapanuli Tengah 225 anak, Nias Selatan 224 Universitas Sumatera Utara 11 anak dan Tanah karo 157 anak. Dikatakannya, pada 2010 PKPA melakukan pemetaan ulang terhadap situasi anak jalanan di Kota Medan 6 . Catatan kekerasan pada anak di Sumatera Utara juga memiliki oleh Yayasan Pusaka Indonesia salah satu lembaga perlindungan anak juga yang letaknya tidak jauh dari PKPA. Dalam laporannya mengenai kasus kekerasan terhadap anak tahun 2012 mencatat 143 kasus kekerasan pada Januari hingga Juni di Sumatera Utara adapun yang paling dominan adalah tindak kekerasan fisik dan seksual yang berjumlah 97 kasus dan panganiayaan 24 kasus, sedangkan kasus sejenis pembunuhan dan penculikan masih rendah, dan kasus pekerja anak di bawah umur. Hasil laporan tersebut menunjukan bahwa kekerasan yang terjadi pada anak kian marak bertambah. Di Medan, kasus kekerasan pada anak meningkat 55. Berdasarkan catatan kekerasan pada anak yang ada di LSM, kepolisian, dan dikejaksaan, menyimpulkan bahwa Kota Medan belum dapat dikatakan sebagai kota ramah anak atau kota layak anak 7 . Perkembangan sosial buadaya, politik, ekonomi, teknologi, dan pertumbuhan penduduk yang cukup cepat, langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi tatanan nilai dan budaya suatu bangsa. Kemiskinan dan semakin sempitnya akses ekonomi bagi masyarakat yang tidak memiliki modal sangat berdampak pada rendahnya pemenuhan hak-hak dasar anak. Akhir-akhir ini sering diberitakan di 6 . Diakses dari http:disosnaker.pemkomedan.go.idcontentkategori-detail-4251Pada 14 Maret 2015 7 . Data diperoleh dari Skripsi Theresia Melani 2009:14. Universitas Sumatera Utara 12 media massa bahwasanya kota merupakan tidak layak anak. Fenomena kasus anak bekerja yang terus meningkat, terutama di kota-kota besar, persoalan yang di hadapi semakin kompleks. Menurut Sthepen J. Woodhouse dari UNICEF, Konvensi isu sentral pekerja anak di Indonesia- termasuk di perkotaan yakni di kota Medan, bukan terletak pada pekerjaannya, tetapi pada pengaruh negatif akibat terlalu dini bekerja, termasuk kurangnya kesempatan anak-anak itu untuk memperoleh pendidikan Mustain dkk 2001:17. Secara empirik, memang banyak bukti yang menunjukan bahwa keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomi- baik di sektor formal maupun informal yang terlalu dini cenderung rawan eksploitasi, terkadang berbahaya, dan bahkan tidak mustahil dapat menganggu perkembangan fisik, pisikologis dan sosial anak Gootear Kanbur, 1994 8 . Sedangkan pemerintah sangat jelas menuliskan, Hak dan kewajiban anak sesuai UU tentang perlindungan anak, Nomor 23 tahun 2002, Pasal 11, mengatakan bahwa : “Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasanya demi pengembangan diri 1 . Pinang Baris inilah salah satu terminal setelah terminal Amplas banyaknya terlihat anak-anak yang bekerja, mecari rezeki untuk dirinya dan keluargannya. Mereka di perkerjakan oleh agen-agen bus dan agen angkot, ataupun anak-anak tersebut menawarkan jasanya, untuk menyapu dan membersihkan angkot tersebut. Anak-anak penyapu angkot itu mulai dari Usia 5-18 tahun. Dari total anak yang 8 . Diperoleh dari buku Eksploitasi dan Bahaya Mengancam Pekerja Anak 2001:17. Universitas Sumatera Utara 13 ada di terminal Pinang Baris berjumlah 118 orang anak, sedangkan anak yang putus sekolah sebanyak 30 orang anak. Sedangkan anak yang bekerja penyapu angkot ini berjumlah 22 orang anak. Rata-rata anak yang putus sekolah mereka bekerja menyapu angkot dan selebihnya mengamen. Selebihnya anak yang masih aktif sekolah yang merupakan juga di dampingi oleh SKA PKPA yang berada di Pinang Baris Medan Sunggal. Bagi anak yang bekerja sambil sekolah mereka berangkat kesekolah hingga pulang kembali kerumah dan pergi lagi bekerja seperti itu setiap harinya. Waktu mereka banyak dihabiskan di tempat kerja, tempat kerja mereka sekaligus tempat bermain mereka, sehingga tempat mereka bekerjalah pengalaman hidup yang mereka peroleh. Berdasarkan jumlah anak penyapu angkot di terminal Pinang Baris yang telah disebutkan di atas sebanyak 22 orang dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan sosial- pskologis mereka, karena ada tiga faktor utama: eksploitasi yang lahir dari kemiskinan, kurangnya pendidikan yang relevan, serta tradisi dan pola sosial yang menempatkan anak pada posisi yang rentan. Selain itu dari segi pendidikan, anak-anak yang bekerja cenderung mudah putus sekolah. Menurut Maria Fransiska Subagyo 1986, kemelaratan diakui merupakan salah satu penyebab timbulnya kasus pelajar putus sekolah. Bagi anak-anak sekolah dan bekerja adalah beban ganda yang acap kali dinilai terlalu berat, sehingga setelah di tambah tekanan ekonomi dan faktor-faktor lain yang sifatnya struktural, tak pelak mereka terpaksa memilih putus sekolah di tenggah jalan. Seperti studi yang dilakukan oleh Suyanto dkk 1997 di Provinsi Jawa Timur tepatnya di Kabupaten Universitas Sumatera Utara 14 Pacitan, Sampang, Pemekasan dan Tranggalek menemukan bahwa anak-anak cenderung putus sekolah secara dini karena mereka berfungsi sebagai salah satu penyangga ekonomi keluarga dalam Mustain Mashud dkk 2001:17. Anak-anak di terminal Pinang Baris mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri ataupun untuk keluarganya akibat dari kemiskinan. Mereka bekerja disebabkan beberapa faktor-faktor di keluarga, ataupun ada faktor-faktor lain, seperti: faktor sosial-budaya, lingkungan kerja, pendidikan, lingkungan tempat tinggal dan sekitarnya. Memang, kalau menurut UU Nomor 251997 tentang ketenagakerjaan- tepatnya ayat 20- disebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun. Tetapi mengacu pada KHA dan Konvensi ILO, maka yang disebut pekerja anak sesungguhnya adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Sesuai dengan UU tentang perlindungan anak Nomor 23 tahun 2002, Pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa “ perlindungan anak” adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kasus anak penyapu angkot cenderung rawan eksploitasi, terkadang berbahaya dari kecelakaan bahkan tidak mustahil dapat menganggu perkembangan fisik, pisikologis dan sosial anak. Karena mereka bekerja di tempat berbahaya, yakni tidak jarang agen-agen angkot yang sewaktu-waktu bisa melakukan kekerasan seksual pada anak-anak yang bekerja di terminal tersebut, Universitas Sumatera Utara 15 berbahaya dari kecelakaan kendaraan yang beroperasi setiap harinya di jalan. Selain pekerjaan, lingkungan juga berpengaruh untuk tumbuh kembang anak. Lingkungan yang tidak kondusif bisa mempengaruhi kepribadian anak dan kerakter anak kedepannya. Pekerjaan yang setiap hari mereka lihat dan dikerjakannya sianak berdampak pada masa depanya. Hubungan antar diri itu, juga amat penting pengaruhnya yang dialami seorang anak penting pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadiannya pada waktu dewasa kelak Dr. James Danandjaja 1988:19. Hubungan antar diri anak dengan orangtua, saudara, lingkungan sekitar, serta masyarakat, teman serta agen-agen angkot dan supir yang memperkerjakan mereka akan mempengaruhi pembentukan kerakter ataupun kepribadian anak dewasa kelak. Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang Pekerja Anak di Perkotaan Studi Kasus Anak Penyapu Angkot di Terminal Pinang Baris Medan. 1.2 Tinjauan Pustaka 1.2.1 Konsep Anak