Konsep Pekerja Anak Tinjauan Pustaka .1 Konsep Anak

17 kebiasaan-kebiasaan lain dan kesepakatan yang telah diakui masyarakat. Undang –undang itu dibuat merupakan bentuk memberikan perlindungan pada anak dan perempuan yang membutuhkan perlindungan sampai kepada perlindungan khusus. Karena wujud dari salah satu kebudayaan itu merupakan sistem sosial dimana sistem sosial itu adalah sistem berpola dari manusia itu sendiri yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berintegrasi, berhubungan, serta bergaul satu sama lain dari detik kedetik, dari hari kehari, dari tahun ketahun, selalu menurut dari pola-pola tertentu yang berdasarkan dari norma-norma yang berlaku 9 . Undang-undang tersebut dibuat oleh pemerintah merupakan suatu bentuk perhatian pemerintah kepada anak. Namun Undang-undang yang telah dibuat pemerintah tersebut tidak berlaku di terminal Pinang Baris pada anak-anak penyapu angkot.

1.2.2 Konsep Pekerja Anak

Menurut Tjandraningsih 1995, sebagian besar pekerja anak disektor industri manufaktur hanya mempunyai pendidikan rendah. Dari segi pendidikan, anak-anak yang bekerja disinyalir cenderung mudah putus sekolah, baik putus sekolah lantaran bekerja terlebih dahulu atau putus sekolah dahulu baru kemudian bekerja Bagong, 1999:17. Menurut White Tjandraningsih 1999, di sektor industri formal, pekerja anak umumnya berada dalam kondisi jam kerja yang panjang, berupah rendah, menghadapi resiko kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan, atau menjadi 9 . Tiga Wujud kebudayaan Koentjaranigrat 200:186-187 : I Ide atau gagasan, 2 perilaku atau tindakan kolektif. Dan 3 artefak atau benda kongret hasil kebudayaan. Universitas Sumatera Utara 18 sasaran pelecehan dan sewenang-wenang orang dewasa. Secara umum karakteristik tenaga kerja anak tidak jauh berbeda, kecuali dari segi usia, dengan karakteristik tenaga kerja dewasa perempuan, bahkan tenaga kerja laki-laki Tjandraningsih Haryadi, 1995. Asumsi awal yang dimiliki masyarakat bahwa penyebab anak bekerja adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor Klise yang muncul hampir pada setiap permasalahan sosial yang ada di dalam masyarakat. Dari kemiskinan muncul beberapa problem sosial sebagai “efek domino” dimana satu faktor mempengaruhi faktor lain dan seterusnya. Seperti kartu domino yang disusun berdiri dan berjajar, ketika disentuh salah satu maka yang lain akan jatuh secara beruntun. Dari kemiskinan akan menimbulkan pendidikan rendah dan kurangnya gizi anak, sehingga anak akan putus sekolah dan masuk kedunia kerja menjadi pekerja anak usia dini. Seperti yang telah dijelskan menurut Stephen J. Woodhouse UNICEF, isu sentral pekerja anak di Indonesia- termasuk di perkotaan- bukan terletak pada pekerjaannya, tetapi pada pengaruh negatif akibat terlalu dini bekerja, termasuk untuk anak itu memperoleh pendidikan . Anak-anak yang bekerja di terminal Pinang Baris juga ada berstatus putus sekolah dan tidak sekolah, mulai dari SD, SMP dan SMA. Penelitian ini akan mendeskripsikan lebih mendalam mengenai pekerja anak penyapu angkot di terminal Pinang Baris ini. Baik dalam pendidikannya, sosial-psikologisnya serta ketertarikan mereka bekerja. Universitas Sumatera Utara 19 Undang-Undang No. 1 tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk- bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Anak dilarang bekerja karena 1. Tidak ada waktu atau terlalu lelah untuk belajar dan bersekolah, 2. Hilangnya kesempatan untuk memasuki dunia sekolah, 3. Keterlibatan anak-anak dalam pekerjaan secara dini cenderung rawan disalahgunakan, 4. Berbahaya dan menganggu perkembangan fisik, psikologis dan sosial anak 5. Dapat merusak pertumbuhan fisik dan mental karena lelah, memikul beban yang berat, berada di lingkungan kerja yang tidak mendukung perkembangan fisik, psikis dan moralnya, 6. kehadiran pekerja anak dapat mengakibatkan kemiskinan, tenaga kerja tidak terampil dan berpendidikan rendah, 7. Anak mungkin akan mengalami siksaan, dikucilkan atau di perlakukan buruk di tempat kerja, 8. Anak akan tumbuh menjadi seseorang dewasa yang kurang sehat, kurang dapat bersosialisai dan secara emosional terganggu,9. Meningkatnya jumlah pekerja anak akan memicu hambatan dinamika proses pembangunan SDM di masa depan 10 . Undang-Undang ini menghimbau adanya pelarangan dan aksi untuk menghapuskan segala bentuk perbudakan atau praktek-praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon dan kerja . Diakses dari http:sulaimanzuhdimanik.blogspot.co.id200901larangan-mempekerjakan- anak.html P ada 2 Mei 2016 10:31. Universitas Sumatera Utara 20 paksa, termasuk pengerahan anak-anak atau secara paksa atau untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata dengan menerapkan undang-undang dan peraturan.

1.2.3. Dampak Psikologis Anak