Bahaya Kerja Fenomena Bekerja Bagi Anak-anak

73 kadang mereka juga pernah bolos sekolah untuk mencari uang tetapi apabila penulis bertanya apa fungsi pendidikan untuknya justru ia menjawab sangatlah penting. Sangat berbeda pemikirannya dengan anak yang tidak sekolah dan anak yang putus sekolah. Masing-masing mereka mempunyai asumsi sendiri-sendiri. Sebagian dari anak pekerja penyapu angkot ini adalah anak dampingan PKPA yakni di unit SKA Sanggar Kreatifitas Anak yang mempunyai rumah singgah untuk anak-anak jalanan, yang terletak tidak jauh dari terminal Pinang Baris. Anak dampingan SKA ini mereka akan datang ke rumah SKA tersebut untuk belajar karena disana di sediakan buku bacaan, bola untuk anak-anak yang suka bola, alat musik untuk anak yang suka seni, serta kreatifitas lainnya. Noki merupakan salah satu anak dampingan SKA, sesekali Noki pergi belajar kesana untuk membaca buku dan sebagainya, selain Noki anak pekerja penyapu angkot lainnya juga pernah menjadi anak dampingan SKA yakni Reza Ibrahim 13 tahun ia pada saat sekolah sering berkunjung ke SKA untuk belajar, namun sekarang ia tidak aktif lagi karena ia sibuk bekerja sehingga malas untuk kesana.

3.3.4. Bahaya Kerja

Kalau berbicara dari segi etika dan moral, ketika niscaya sepakat yang namanya anak sesungguhnya mereka tidak seharusnya bekerja di usia yang dini, apalagi di sekotor berbahaya karena dunia mereka adalah dunia anak-anak yang selayaknya di manfaatkannya untuk belajar, bermain ,bergembira, dengan suasana damai dan menyenangkan, dan mendapatkan kesempatan dan fasilitas untuk mencapai cita-citanya sesuai dengan perkembagan fisik, psikologik, intelektual Universitas Sumatera Utara 74 dan sosialnya. Tetapi di Indonesia terutama di kota Medan lebih tepatnya di terminal Pinang Baris banyak anak-anak yang bekerja di bawah umur, akibat kemiskinan dan krisis ekonomi yang tidak kunjung usai. Memaksa anak harus bekerja membantu perekonomian keluarganya. Mereka bekerja baik untuk kebutuhan sendiri untuk membeli jajan, pakaian, mainan dan lain-lain mereka juga bekerja untuk membantu orangtua mereka membeli beras serta lauk untuk makan. Demi untuk mendapatkan uang membeli jajan dan membantu orangtua mereka rela bekerja seharian, di tenggah terik panasnya matahari, hujan dan di malam hari. Selain itu mereka juga bekerja di tempat berbahaya rawan kecelakaan yakni di tepi jalan raya Pinang Baris menunggu angkot yang lalu-lalang menuju terminal. Bahkan mereka bergurau-gurau dengan teman sesama anak pekerja penyapu angkot di tepi jalan raya itu, bahkan mereka juga pernah di tabrak oleh salah satu becak yang sedang melaju, selain itu di senggol angkot yang masih berjalan. Mereka rela menunggu angkot itu di tepi jalan raya agar bisa lebih cepat mendapatkan angkot untuk di sapu. Karena anak-anak pekerja penyapu angkot tidaklah sedikit jadi mereka harus berebutan untuk mendapatkan angkot tersebut. Mereka bekerja sambil membawa sapu kecil tampa tangkai dan sebotol kecil yang berisi solar untuk bahan dan alat mereka untuk bekerja. Seperti kasus Noki ia pernah terlindas ban angkot saat ia menunggu angkot di tepi jalan, menurutnya ia sudah di pinggir tetapi supir angkot tersebut dengan sengaja membelokkan angkotnya kearah Noki sehingga kakinya terlindas hingga Universitas Sumatera Utara 75 bengkak dan terkilir. Selain itu banyak kasus-kasus anak-anak yang bekerja di terminal Pinang Baris sebagai penyapu angkot yang jatuh pada saat mau naik kedalam angkot yang mau mereka sapu. Pada saat mereka menawarkan angkot untuk mereka sapu justru angkot itu berhenti tetapi tidak mengginjak habis rem angkotnya sehingga anak-anak tersebut pada saat mau naik terjauh. Perlakuan seperti ini serimg mereka dapatkan di tempat kerjanya. Selain kecelakaan kerja tempat mereka juga sangat berbahaya untuk karakternya, karena banyaknya angen-agen angkot yang main judi, serta berkelahi. Ini memicu anak-anak pekerja penyapu angkot ini untuk melakukan hal yang sama. Selain itu tempat mereka bekerja juga sangat banyak pengaruh seperti Narkoba, ganja, ngelem, judi, mencuri, kekerasan dan lain-lain. Seperti ungkapan salah satu informan penulis yakni Bagus 13 tahun ia mengatakan sebagai berikut: “Saya ngaku saya ngelem kak, saya ngelem awalnya tau dari kawan jadi saya tertarik untuk mencobanya, saya membelinya tidak jauh dari sini kak, harganya Rp. 6.000,00 ribu rupiah aja kak, saya beli dari uang hasil nyapu angkot kak,, disini anak-anak penyapu angkot rata-rata udah pernah semua ngelem dan merokok kak jadi udah biasa, ngak aneh lagi liatnya,, orang bapak-bapak supir angkot udah tau semua itu kak orang dia juga ngelem,, apalagi judi, sering kali orang itu di situ duduk-duduk rame- rame taruhan pake koin” Pada saat penulis disana penulis juga melihat para supir-supir angkot tersebut duduk di depan terminal dibawah pohon-pohon, mereka berbentuk lingkaran dan memainkan koin yang di lempar keatas dan sejumlah uang di bawahnya yang telah dikumpul terlebih dahulu. Dan penulis melihat anak-anak pekerja penyapu Universitas Sumatera Utara 76 angkot pun lewat-lewat di dekat bapak-bapak yang sedang main judi tersebut, bahkan mereka juga ikut menyaksikan bapak-bapak tersebut. Penulis juga mengamati saat mereka bekerja, penulis melihat mereka bekerja di pingir jalan pinang baris bahkan mereka hampir ketengah jalan raya menentang atau menghalangi kendaraan yang sedang melaju sambil tertawa-tertawa dengan teman-temannya yang sama-sama sedang menunggu sejumlah angkot yang lewat. Penulis melihat Reza Ibrahim 13 tahun dan Jos Bus 14 tahun sedang bergurau di pinggir jalan pinang baris itu padahal kendaraan sedang banyak hilir mudik dengan kecepatan tinggi hingga mereka hampir terserempet salah satu angkot yang sedang melaju. Penulis pada saat melihat mereka sangatlah takut, takut mereka tertabrak kendaraan yang lewat. Karena kendaraan bermotor, mobil, angkot serta kendaraan besar sangat banyak lewat jalan Pinang Baris tersebut yakni, Tronton, Bus Pariwisata, Truk, Kijang, sepeda motor, dan lain-lain. Penulis mengamati mereka tidak terlihat takut, justru mereka terlihat santai saja. Karena kendaraan di Medan ini sangatlah ugal-ugalan dengan kecepatan tinggi tidak menutup kemungkinan mereka bisa tertabrak oleh kendaraan tersebut. Tetapi mereka tidak memikirkan hal itu, berikut pernyataan mereka pada saat penulis bertanya, pada saat itu yang menjawab adalah Andre 10 tahun: “Biarkan aja terserempet,,,abis itu kita mintak pertanggung jawabannya,, gitu kok payah” Pada saat penulis tanyakan itu justru mereka berdiri di tengah-tengah jalan raya tersebut sambil menantang kendaraan yang mau lewat di jalan Pinang Baris tersebut sambil ketawa, penulis tidak melihatt ketakutan dari diri mereka. Universitas Sumatera Utara 77 Itulah alsan dan fenomena bekerja bagi anak-anak yang bekerja sebagai penyapu angkot di terminal Pinang Baris Medan. Pada dasarnya ketertarikan mereka untuk masuk kedalam dunia kerja dan bekerja di usia dini karena ketidak mampuan dan ketidak berdayaan orangtua mereka dalam memenuhi kebutuhan, baik primer maupun sekunder. Mereka terpaksa melakukan ini akibat dari perekonomian serta pengaruh lingkungan yang menarik mereka ke jalanan. Jadi ketertarikan mereka untuk bekerja bukan karena paksaan dari orangtua mereka, namun orangtua mereka juga tidak melarang keras anak-anaknya untuk tidak bekerja, karena ketidak mampuan orangtua mereka dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Universitas Sumatera Utara 78 BAB IV PROFIL KASUS ANAK PEKERJA PENYAPU ANGKOT DI TERMINAL PINANG BARIS MEDAN

4.1. Profil Kasus Muhamad Noki Julio 10 Tahun