Metode tobat untuk penangan korban NAPZA dalam pembentukan kesalehan invidu di Yayasan Pesantren Nurul Jannah Kebon Kopi Cikarang Utara

(1)

METODE TOBAT UNTUK PENANGANAN KORBAN NAPZA

DALAM PEMBENTUKAN KESALEHAN INDIVIDU

DI YAYASAN PESANTREN NURUL JANNAH

KEBON KOPI CIKARANG-UTARA

Skripsi ini diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Najwa Balqies

NIM: 107052002008

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2011


(5)

i ABSTRAK

Fenomena yang terjadi dimasyarakat luas salah satunya adalah kasus penyalahgunaan NAPZA yang tiap tahunnya meningkat. Mereka yang telah menyalahgunakan NAPZA merupakan seorang korban atau pasien yang membutuhkan terapi di suatu rehabilitasi, bukannya hukum. Adapun penanganan yang diberikan suatu tempat rehabilitasi untuk para korban NAPZA yaitu dengan menggunakan pendekatan Psikoreligius, karena hal tersebut bukan hanya dapat mencegah tetapi juga dapat menyembuhkan para korban penyalahgunaan NAPZA. Dengan pernyataan tersebut penulis memutuskan untuk melakukan penelitian di suatu Yayasan yang khusus diperuntukan untuk korban NAPZA yaitu di Yayasan Pesantren Nurul Jannah Kebon Kopi Cikarang-Utara yang penanganannya dengan cara metode tobat.

Dari asumsi dan penjelasan di atsa, kemudian timbul pertanyaan. Bagaimana cara pelaksanaan metode tobat bagi korban NAPZA sehingga dapat membentuk kesalehan individu?. Dan apa yang menjadi factor penghambat dan penunjang dalam penerapan metode tobat?.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Adapun teknik pengumpulan datanya dengan 3 cara yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sehingga dengan begitu penulis dapat mendeskripsikannya.

Penelitian ini menemukan, bahwa metode tobat yang diberikan kepada korban penyalahgunaan NAPZA itu terdiri dari 4 tahapan, diantaranya: tahap detoxifikasi (pen, pengukupan, dan obat herbal), pembinaan total mental spiritual, peningkatan materi katauhidan Allah SWT, dan bimbingan lanjut dengan cara uji coba pulang. Adapun faktor penghambatnya terletak pada residen (korban) yang sudah lupa ingatan, dan latar belakang residen yang tidak berpendidikan agama. Sedangkan faktor penunjangnya adalah diikut sertakannya seluruh residen dalam semua kegiatan yang ada dalam Yayasan, dan melakukan pembinaan ulang bagi residen yang yang kembali kambuh.


(6)

ii

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunianya kepada penulis sehinggga dapat menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul “METODE TOBAT UNTUK PENANGANAN

KORBAN NAPZA DALAM MEMBENTUK KESALEHAN INDIVIDU DI YAYASAN PESANTREN NURUL JANNAH KEBON KOPI

CIKARANG-UTARA” sebagai bagian dari tugas penulis sebagai akademisi di Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya di program studi Bimbingan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa pula shalawat dan salam yang tidak henti-hentinya dan selalu tercurah limpahkan kehadirat baginda besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman yang intelektualitas dan modern seperti sekarang ini.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang selama ini telah banyak sekali membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sampai akhir. Sebagai bentuk penghargaan yang tak terhingga kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam merampungkan skripsi ini, maka izinkanlah penulis mengungkapkan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Orang tua tercinta, yaitu Bapak H. Mukhtar Ghozaly Syah dan Ibunda Hj. Siti Romdhon yang selama ini telah memberikan do’a dan


(7)

iii

semangat, baik secara moril maupun materil. Berkat dorongan dan

do’a kalianlah, Ananda dapat meyelesaikan skripsi ini.

2. Untuk Kakanda Zeid Maftuh, Adinda Faqieh Adyan dan Wilad Azkiyah serta my lovely H. M. Salafudin Istikhori yang telah memberikan do’a dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Kepada Dr. Arief Subhan MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Drs. Wahidin Saputra MA, sebagai Pembantu Dekan Bidang Akademik. Drs. Mahmud Djalal MA, sebagai Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Keuangan. Dan Drs. Study Rizal, LK. MA, sebagai Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan. 4. Kepada Dra. Rini Laili Prihatini M. Si, sebagai Ketua Jurusan

Bimbingan Penyuluhan Islam, dan Drs. Sugiharto MA, sebagai Sekretaris Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI), yang telah membantu memberikan informasi akademik dan penyusunan transkip nilai penulis.

5. Kapada dosen pembimbing, yaitu DR. Suparto, M. Ed. MA, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu, mengarahkan, membimbing, memberi masukan, saran dan kritikan yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Pimpinan dan seluruh Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan


(8)

iv

memberikan pelayanan dan fasilitas buku-buku referensi.

7. Keluarga besar Yayasan Pesantren Nurul Jannah kepada K. H. Adang Miarsa beserta istri, dan seluruh pengurus Yayasan terima kasih atas bantuan kalian yang telah mengizinkan penulis untuk merampungkan skripsi di Yayasan.

8. Untuk teman-teman penulis yaitu BPI angkatan 2007 dan Al-Atsya 2007, khususnya Gonnah, Imung, Chien-me, tante Nurul, Votek dan yang lainnya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kalian semua yang sudah banyak membantu dan men-support penulis.

Pada akhirnya penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, hanya ucapan inilah yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan kalian semua. Amin ya Robbal Alamin.

Ciputat, Juni 2011


(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAKSI……… i

KATA PENGANTAR………ii

DAFTAR ISI………v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………...8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….9

D. Tinjauan Pustaka………10

E. Metodologi Penelitian………12

1. Metode Penelitian………...12

2. Penempatan Lokasi dan Waktu Penelitian……….13

3. Subyek dan Obyek………..14

4. Teknik Pengumpulan Data……….14

5. Teknik Analisis Data………..16

6. Teknik Penulisan………16

F. Sistematika Penulisan……….17

BAB II LANDASAN TEORI A. Metode Tobat………...19

1. Pengertian Metode………19

2. Pengertian Tobat………...21

3. Macam-macam Tobat………...28

4. Syarat dan Etika Tobat……….31

5. Ciri-ciri Pertobatan yang Diterima………...35

6. Perintah Tobat………..36

B. NAPZA 1. Pengertian dan Jenis NAPZA………...40

a. Narkotika………40

b. Psikotropika………....42

c. Zat Adiktif………..45

2. Korban Penyalahgunaan NAPZA………45

a. Faktor Predisposisi……….46

b. Faktor Kontribusi………...46

c. Faktor Pencetus………..47

3. Ciri-ciri Pengguna NAPZA………..48

a. Tahap Awal………49

b. Tahap Kedua………...50

c. Tahap Ketiga………..51

d. Tahap Keempat………...52

4. Dampak Buruk NAPZA dalam Tubuh Manusia………..53

C. Kesalehan Individu………55


(10)

vi

3. Tujuan Kesalehan Individu………..59

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN PESANTREN NURUL JANNAH A. Sejarah Berdirinya Yayasan………...61

B. Visi dan Misi………..62

C. Struktur dan Organisasi dan Pengelolaan………..62

D. Sarana dan Prasarana………..64

E. Persyaratan……….65

F. Proses Pertobatan………...67

BAB IV ANALISIS METODE TOBAT BAGI PENANGANAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DALAM PEMBENTUKAN KESALEHAN INDIVIDU DI YAYASAN PESATREN NURUL JANNAH A. Pelaksanaan Metode Tobat……….69

1. Waktu Pelaksanaan………...69

2. Pelaksanaan Metode Tobat dan Materi………70

a. Pelaksanaan Metode Tobat………70

b. Materi Metode Tobat………..71

3. Tahap Pelaksanaan Metode Tobat………72

a. Tajap Detoxifikasi………..72

b. Tahap Pembinaan Total Mental spiritual………...73

c. Tahap Peningkatan Materi dalam Hal Ketauhidan kepada Allah………...74

d. Tarapi Air Laut………...75

e. Tahap Bimbingan Lanjut………75

B. Analisis Metode Tobat bagi Penanganan Korban Penyalahgunaan NAPZA dalam Membentuk Kesalehan Individu………...76

1. Pelaksanaan Metode Tobat bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA dalam Pembentukan Kesalehan Individu…………...76

2. Faktor Penghambat dan Penunjang dalam Penerapan Metode Tobat………78

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………..81

B. Saran………82

DAFTAR PUSTAKA……….84

LAMPIRAN A. Lampiran 1 : Materi Tobat Bagi Residen………88

B. Lampiran 2 : Wirid Al-Hasyr………...92

C. Lampiran 3 : Daftar Ayat-ayat………...97

D. Lampiran 4 : Susunan Organisasi………..104

E. Lampiran 5 : Jadwal Kegiatan………...105

F. Lampiran 6 : Data Residen………106


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baik ciptaan. Akan tetapi dibalik kesempurnaan itu manusia juga merupakan makhluk yang lemah, yang tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Karena manusia merupakan anak dan cucu Nabi Adam a.s. yang dalam sejarahnya telah melakukan dosa sehingga dia diturunkan oleh Allah ke bumi. Dan dari sinilah permulaan perjalanan manusia dimulai.

Apabila manusia tergelincir dalam perbuatan dosa, maka itu merupakan turunan dari perbuatan Nabi Adam. Namun sesungguhnya Nabi Adam telah menambal setelah memecahkan, membangun setelah menghancurkan, dan bertobat setelah berbuat dosa. Maka orang yang bertobat sesungguhnya telah menegakkan argumentasi atas keabsahan garis keturunannya Nabi Adam dengan cara tetap berpegang pada batas sebagai manusia. Sementara itu orang yang terus menerus berkubang dalam dosa dan kezhaliman berarti mencatatkan dirinya pada garis keturunan setan.1

1

Imam Abū Hāmid, Menebus Dosa; Makna dan Tatacara Bertobat. Penerjemah Saifuddin Zuhri (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), h.14.


(12)

Oleh karena itu Allah selalu memerintahkan kepada kita semua untuk bertobat memohon ampunan kepada-Nya. Sesuai dengan firman-Nya dalam surat Ali-Imran ayat 133 yang berbunyi:

Yang artinya: “Dan bersegeralah kamu mencari Ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan Syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa”. 2

Dalam Al-Qur`an dan Sunnah terdapat begitu banyak istilah dan perintah untuk bertobat. Dan Rasulullah pun bersabda:

Yang artinya: “Barang siapa yang bertobat sebelum matahari terbit

dari barat niscaya Allah akan mengampuninya”.3

Pengertian tobat itu sendiri menurut Sudirman Tebba dalam bukunya yang berjudul “Meraih Sukses dan Bahagia dengan Istighfar” adalah kembalinya seseorang ke jalan yang benar, sehingga kesuburan akan berlipat dan kekuatan akan bertambah lebih dari yang sebelumnya, sedangkan dosa-dosa yang lama dengan sendirinya akan diampuni oleh Allah dan mereka akan dapat menempuh jalan yang benar dan terang menderang dari

2

Dapertemen Agama RI, Al-Qur`an Terjemahan, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2004), h.67

3

HR. Muslim, Kitab ad-Dzikr Wa ad-Du’a, dalam Ibnu Taimiyah, Mutiara Taubah,


(13)

3

hidayah Allah.4 Karena mengingat tak seorang pun yang dapat terhindar dari perbuatan dosa, maka tobat merupakan jalan yang wajib ditempuh oleh setiap manusia.

Di Era Globalisasi ini banyak orang terpukau di dalamnya, karena mereka menyangka bahwa dengan modernisasi itu serta merta akan membawa mereka kepada kesejahteraan. Akan tetapi mereka lupa bahwa dibalik modernisasi yang serba gemerlap yang memukau itu ada gejala yang dinamakan the agony of modernization, yaitu dampak sengsara karena modernisasi.5

Hal ini dikemukakan oleh Prof. Nugroho Notosusanto pada pidato Dies Natalis Universitas Indonesia 1982 yang berjudul “Mengenali Medan Pengabdian”. Gejala the agony of modernization merupakan ketegangan psikososial itu dapat disaksikan oleh masyarakat, yaitu semakin meningkatnya angka-angka kriminalitas yang disertai dengan tindak kejahatan. Dikemukakan oleh para ahli bahwa gejala psikososial di atas, disebabkan karena semakin modern suatu masyarakat semakin bertambah intensitas dan eksistensi dari berbagai disorganisasi dan disintegrasi sosial di masyarakat.6

4

Sudirman Tebba, Meraih Sukses dan Bahagia dengan Istighfar, (Banten: Penerbit Pustaka Irvan, 2008), h. 193.

5

Dadang Hawari, Al-Qur`an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, edisi ke-3, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), h. 2.

6


(14)

Terjadinya fenomena di atas dalam kehidupan sehari-hari, maka masyarakat luas menjadi mudah terprovokasi melakukan kegiatan-kegiatan negatif, seperti halnya sekarang banyak orang yang mudah terjerumus kepada gaya hidup hedonis, yaitu kehidupan yang semata-mata memuja kenikmatan dunia, sehingga mereka mengenal bahkan akrab dengan salah satu barang terlarang yakni NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif).

Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat bahwa, pada tahun 2008 terdapat 3,6 juta orang Indonesia yang mengkonsumsi narkoba. Sekitar 1,355 juta adalah pelajar dan mahasiswa. Di DKI Jakarta terdapat 6.980.700 butir narkoba yang telah dikonsumsi oleh para pemakai, di Yogyakarta yang jumlahnya mencapai 2.537.000, dan di Maluku 968.900 butir.7

Dan untuk daerah Jawa Timur kasus penyalahgunaan narkoba pada tahun 2008, di mana tersangka kasus narkoba menyangkut PNS/TNI/Polri sebanyak 216 kasus, swasta sebanyak 2.517 kasus, mahasiswa 44 kasus dan pelajar 31 kasus.8 Berdasarkan jenjang pendidikan, pengguna narkoba yang terbanyak adalah remaja dengan jenjang pendidikan SMA sebanyak 2.586 kasus, SLTP 555 kasus, SD 85 kasus dan Perguruan Tinggi 61 kasus. Sedangkan di tahun 2009 terdapat 2.048 kasus dengan 2.650

7 Koran Jakarta, “Angka Penyalahgunaan Narkoba di Jakarta”, Artikel ini diakses pada

08 April 2011 dari http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=38603.

8

Ibid., “Data Kasus Narkoba”, Artikel ini diakses pada 08 April 2011 dari http://www.bnpjabar.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=328:data-ungkap-kasus-narkoba-tahun-2009&catid=52:hasil-operasi&Itemid=182.


(15)

5

tersangka. Dan untuk daerah Jawa Barat kasus narkoba pada tahun 2009 mencapai 5.254 kasus.9

Pada tahun 2009 Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat pengguna narkoba di Indonesia sekitar 3,2 juta orang, atau sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk Negeri ini. Dari jumlah tersebut sebanyak 8.000 orang menggunakan narkotika dengan alat bantu berupa jarum suntik, dan 60% terjangkit HIV/AIDS, serta sekitar 15.000 orang meninggal setiap tahunnya karena menggunakan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif).10

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hawari pada tahun 1990 telah dapat dibuktikan bahwa sebenarnya seorang pecandu NAPZA adalah seorang yang mengalami gangguan kejiwaan, orang yang sakit, atau seorang pasien yang memerlukan pertolongan terapi serta rehabilitasi, bukannya hukum. Adapun perbuatan penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA dengan segala dampaknya itu (kriminalitas dan perilaku anti sosial lainnya) adalah merupakan perkembangan lanjut dari gangguan kejiwaan. Oleh karena itu seharusnya penanganan terhadap mereka yang mengidap ketergantungan NAPZA adalah rehabilitasi.11

9 BPS, “Data Kasus Narkoba”, Artikel ini diakses pada 08 April 2011 dari

http://www.bnpjabar.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=328:data-ungkap-kasus-narkoba-tahun-2009&catid=52:hasil-operasi&Itemid=182.

10

Vera Farah Bararah, “Banyak Orang yang Memakai Narkoba.” Artikel ini diakses pada 12 Februari 2011 dari http://health.detik.com/read/2009/07/13/103136/1163810/763/36-juta-orang-indonesia-pakai-narkoba-di- 2008?ld991107763.

11

Dadang Hawari, Psikiater, Al-Qur`an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,


(16)

Untuk dapat menanggulangi permasalahan ini, maka kita harus peka untuk berupaya menyembuhkan dan menanggulangi para korban pecandu NAPZA. Salah satu caranya yaitu dengan mendirikan tempat rehabilitasi, yang di dalamnya terdapat terapi psikoreligius untuk memulihkan kesehatan baik fisik maupun mental bagi mereka yang menyalahgunakan NAPZA.

Salah satu jalannya adalah adanya konsep pertobatan dalam menangani pecandu NAPZA, untuk memperbaiki akidah dan meningkatkan keimanan serta tauhid kepada Allah, sehingga seseorang dapat mengetahui dan memahami dosa, kesalahan, dan kelalaiannya yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama.

Dalam buku Al-Qur`an; Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, Dadang Hawari menyatakan bahwa pendekatan psikoreligius sangat penting bagi upaya pencegahan, pengobatan, dan pemulihan. Karena ada kaitannya antara peran agama dengan penangulangan NAZA, Hawari telah menemukan sistem terpadu yaitu integrasi antara terapi medik, psikologik, dan agama, dengan filosofi berobat dan bertobat. Dengan metode ini angka rawat inap dapat ditekan dari 43,9% menjadi 12,21%. Kaitannya dengan ketaatan beribadah maka penderita NAZA yang telah menjalani terapi dengan metode berobat dan bertobat, bila penderita rajin menjalankan ibadah maka resiko kekambuhan hanya 6,83%. Sedangkan yang bersangkutan tidak menjalankan ibadah sama sekali resiko kambuh 71,67%.12

12

Dadang Hawari, Al-Qur`an; Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, edisi ke-3, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), h. 290.


(17)

7

Dari pernyataan di atas, menggambarkan bahwa pentingnya psikoreligius untuk penanganan korban penyalahgunaan NAPZA. Adapun salah satu tempat rehabilitasi yang menggunakan psikoreligius adalah Yayasan Pesantren Nurul Jannah.

Yayasan ini merupakan salah satu tempat rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA yang terletak di Kawasan Kebon Kopi, No.65 RT. 03/06, Desa Karang Asih, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat. Yayasan ini menggunakan metode tobat dalam upaya penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA, baik secara jasmani maupun rohani,13 dan menyembuhkan akhlak pribadi.

Sesuai dengan Visi Yayasan yang menyatakan bahwa melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia bebas dari pengaruh penyalahgunaan NAPZA (narkoba) dan mengupayakan penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS menuju masyarakat yang sehat dan berkualitas, yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa.14

Dari pernyataan di atas, penulis melihat bahwa yang menjadi tujuan utama dari Yayasan ini adalah membentuk keimanan dan ketaqwaan (kesalehan individu) para pengguna NAPZA. Sehingga mereka dapat menata kembali kehidupannya.

Penulis meneliti di Yayasan Pesantren Nurul Jannah adalah karena upaya penanganan korban penyalahgunaan NAPZA, yaitu dengan suatu metode tobat. Hingga kaitannya antara tobat dengan korban NAPZA

13

Sehat jasmani adalah sehat jiwa, sehat rohani adalah orang yang tidak sakit karena selalu berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan Hadits.

14


(18)

adalah memohon ampunan dan kesembuhan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas penulis merasa tertantang untuk meneliti metode tobat bagi para penyalahguna NAPZA dengan

memberi judul: “METODE TOBAT UNTUK PENANGANAN KORBAN

NAPZA DALAM PEMBENTUKAN KESALEHAN INDIVIDU DI YAYASAN PESANTREN NURUL JANNAH KEBON KOPI CIKARANG UTARA”

Adapun penting dan menariknya dari penelitian ini adalah metode yang digunakan dalam penanganan korban penyalahgunaan NAPZA yaitu dengan metode tobat, sehingga membuat kita yang mengetahuinya menjadi penasaran. Bagaimana metode tersebut dapat diterapkan pada korban penyalahgunaan NAPZA. Karena yang kita ketahui bahwa melaksanakan tobat itu sendiri harus berdasarkan atas keinginan atau kemauan hati kita, dan tanpa adanya hidayah Allah seseorang tidak akan tobat.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas dan berdasarkan hasil survei awal. Pimpinan Yayasan Pesantren Nurul Jannah menjelaskan bahwa terapi atau metode yang digunakan bagi penanganan korban NAPZA adalah metode tobat.15

Dengan demikian penulis memfokuskan pembahasan ini dengan membatasi masalah pada pelaksanaan metode tobat bagi para korban/pasien

15


(19)

9

penyalahgunaan NAPZA dalam membentuk kesholehan individu. Dan apa yang menjadi faktor hambatan serta apa yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan metode tobat. Dengan adanya batasan dalam masalah ini untuk dapat mempermudah dan menghindari salah pengertian serta mempertegas ruang lingkup pembahasan.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana cara pelaksanaan metode tobat bagi korban penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh Yayasan Nurul Jannah sehingga membentuk kesholehan individu?

2. Apa yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam penerapan metode tobat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui, memaparkan, dan menganalisis pelaksanaan metode tobat bagi korban penyalahgunaan NAPZA.

2. Menyebutkan faktor-faktor yang menjadi penghambat dan pendukung dalam proses penerapan metode tobat.


(20)

1. Ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan baru pada mata kuliah Ilmu Dakwah, Psikologi Konseling, dan Bimbingan Punyuluhan/Konseling Islam.

2. Akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang dapat dijadikan bahan acuan dalam menangani korban/pasien penyalahgunaan NAPZA yang semakin meningkat dari tahun ke tahun bagi Universitas dan Jurusan khususnya jurusan BPI (Bimbingan dan Penyuluhan Islam).

3. Lembaga, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan konstruktif dalam menangani para korban NAPZA. Seperti: membangun tempat-tempat rehabilitasi yang di dalamnya terdapat psikoreligius.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan suatu bagian dari penelitian yang memuat tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan, atau bahkan yang memberikan inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian.16

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah :

1. Pengaruh Pelaksanaan Dzikir Syifa’ Terhadap Kesehatan Mental Korban Pecandu Narkotika, Psikotrapika dan Zat Adiktif (NAPZA) Di Yayasan

16

Hamid Nasuhi, et.al, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, tesis dan disertasi)


(21)

11

Nurus Syifa’ Kelapa Dua Jakarta Barat. Oleh Tini Aulawiyah Komba, 104052002000, tahun 1429 H / 2008. Adapun kelebihan di dalam penelitian tersebut adalah mengetahui bagaimana pengaruh terapi dzikir terhadap kesehatan mental korban pecandu NAPZA. Sedangkan kekurangan di dalam penelitian ini adalah tidak terlalu jelas bagaimana pengaruh dzikir tersebut terhadap kesehatan pecandu NAPZA, karena penelitian ini lebih memaparkan bagaimana pelaksanaannya.

2. Pelaksanaan Terapi Seni Dalam Pengembangan Kreatifitas Pasien NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif) Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur Jakarta Timur. Oleh Siti Mutmainah, 104052001996, tahun 1430 H / 2009. Penelitian ini menggambarkan macam-macam pelaksanaan terapi seni dalam mengembangkan kreativitas pasien NAZA. Sayangnya kekurangan dari penelitian ini tidak mengungkap segi religius yang ditonjolkan dalam penanganan pasien NAPZA.

Skripsi ini penulis beri judul “Metode Tobat untuk Penanganan Korban NAPZA dalam Membentuk Kesalehan Individu di Yayasan Pesantren Nurul Jannah Kebon Kopi Cikarang Utara”. Penulis merasa bahwa penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya sangatlah berbeda dalam penanganan korban NAPZA. Karena penanganan yang diberikan kepada korban NAPZA adalah dengan menggunakan metode tobat.


(22)

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutif Lexy J. Maleong yaitu, “Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 17

Adapun sifat utama penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterprestasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain, penelitian deskriptif bertujuan memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini.

Dalam hal ini, penulis melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisa serta disajikan dalam suatu pandangan yang utuh. Dan penelitian ini bermaksud mengungkapkan fakta-fakta yang tampak di lapangan dan digambarkan sebagaimana adanya dengan berupaya memahami sudut pandang responden dan konteks subjek penelitian secara mendalam, sehingga dipergunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

17

Lexy J Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), h. 3.


(23)

13

2. Penempatan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pesantren Nurul Jannah yang bertempat di Kawasan Kebon Kopi, No.65 RT. 03/06, Desa Karang Asih, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat.

Alasan pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a. Yayasan ini merupakan tempat rehabilitas korban penyalahgunaan NAPZA dengan menggunakan metode tobat. Oleh karena itu menarik perhatian bagi yang para pembaca, karena ini merupakan hal yang baru yang telah ditemukan oleh penulis dan belum banyak dikaji oleh penulis-penulis yang lain.

b. Yayasan ini, merupakan Yayasan yang banyak dikenal oleh orang banyak. Siswa-siswa yang ada di dalamnya pun berasal dari berbagai macam tempat tinggal. Tidak hanya berasal dari lingkungan sekitar, akan tetapi ada juga berasal dari luar pulau Jawa lainnya.

c. Yayasan ini merupakan tempat lembaga yang resmi tercatat di Pemerintah. Di bawah naungan BNN (Badan Narkotika Nasional) yang tiap 3 (tiga) bulan sekali dari pihak Yayasan harus mengirimkan laporan.


(24)

3. Subyek dan Obyek

Adapun subjeknya adalah korban penyalahgunaan NAPZA. Sedangkan objeknya adalah metode tobat yang digunakan di Yayasan Pesantren Nurul Jannah Kebon Kopi Cikarang Utara.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dan sesuai dengan permasalahan penelitian dan data-data yang dibutuhkan. Maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.

a. Observasi

Observasi adalah teknik yang diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek tersebut.18 Selama observasi, penulis dibantu dengan alat-alat observasi seperti kamera, buku catatan, dan alat tulis.

18

Nuraida Halid, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Tangerang: Penerbit. Islamic Research Pulbishing, 2009), h. 155.


(25)

15

b. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mempergunakan tanya jawab antar pencari informasi dengan sumber informasi.19

Dalam hal ini, penulis akan mewawancara informan dengan teknik snow ball (bola salju). Dengan mewawancara beberapa orang secara acak yang benar-benar menguasai permasalahan dalam penelitian ini, kemudian penulis meminta rujukan untuk mendapatkan informasi dari informasi lainnya, begitu seterusnya sampai sekiranya sudah tidak muncul lagi informasi-informasi baru yang bervariasi.

Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi data yang akurat tentang waktu dan kegiatan pelaksanaan metode tobat yang dilakukan di Yayasan Nurul Jannah. Untuk itu, penulis melakukan Tanya jawab langsung secara lisan dan face to face dengan para pembimbing (guru/ustadz) dan para korban/pasien penyalahgunaan NAPZA.

Dan banyaknya informan yang diwawancarai oleh penulis yaitu berjumlah 4 orang. Adapun informannya adalah bapak K.H. Adang Miarsa yaitu sebagai ketua pimpinan Yayasan sekaligus pembina spiritual, bapak Jaja Tarsija yaitu sebagai asisten dari bapak

19

Nuraida Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah mada University Press, 2005), h. 111.


(26)

K.H Adang Miarsa, dan 2 residen laki-laki yaitu Yusuf dan Isa (bukan nama yang sebenarnya).

5. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, atau hukum-hukum dan lainnya yang berhubungan dengan masalah metode tobat.20

6. Teknik Analisis Data

Pengelolaan data yang dilakukan dengan pendekatan deskriftif kualitatif, yaitu menggunakan data secara verbal dan kualifikasi bersifat teoritis. Tujuannya untuk menggambarkan pelaksanaan metode tobat yang digunakan pembimbing (guru/ustadz) dalam menangani korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Pesantren Nurul Jannah. Penelitian kualitatif ini menghasilkan transkip wawancara, catatan lapangan, gambar, dan yang lainnya.

7. Teknik Penulisan

Penelitian ini penulis berpedoman dan mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan oleh CeQDA, April 2007,

20


(27)

17

cet. Ke-2. Selain itu penulis menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan metode penelitian dan Kamus Bahasa Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini sangat diperlukan yang baik, benar, dan tepat melalui aturan atau tata cara penulisan. Untuk dijadikan sebagai bahan acuan, maka penulis memasukkan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Mengemukakan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI. Meliputi Pengertian Metode, Pengertian Tobat, Macam-Macam Tobat, Syarat dan Etika Tobat, Ciri-Ciri Pertobatn yang Diterima, Perintah Tobat, Pengertian dan Jenis NAPZA, Korban Penyalahgunaan NAPZA, Ciri-ciri Pengguna NAPZA, Dampak Buruk NAPZA Dalam Tubuh Manusia, Pengertian Kesalehan Individu, Ciri-ciri Kesalehan Individu, Tujuan Kesalehan Individu.

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN NURUL JANNAH

KEBON KOPI CIKARANG UTARA. Meliputi Sejarah Berdirinya Yayasan Nurul Jannah, Visi, Misi Yayasan Nurul


(28)

jannah, Strutur dan Organisasi dan Pengelola, Saran dan Prasarana, Persyaratan, Proses Pertobatan.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA. Menjelaskan tentang Analisis Metode Tobat Bagi Penanganan Korban NAPZA dalam Pembentukan Kesalehan Individu yang meliputi; Pelaksanaan Metode Tobat dan Materi Metode Tobat, Tahapan Pelaksanaan, Analisis Metode Tobat bagi Penanganan Korban NAPZA dalam Pembentukan Kesalehan Individu.

BAB V PENUTUP. Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang Kesimpulan Penelitian ini dan Saran-saran yang diajukan kepada pihak-pihak terkait dalam masalah ini.


(29)

19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Metode Tobat

1. Pengertian Metode

Pada dasarnya semua manusia memiliki tujuan dalam hidupnya. Dan untuk mencapai semua itu, maka dibutuhkannya suatu metode atau cara. Sedangkan secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hedos” berarti “jalan”. Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa pula diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”.1

Dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia metode ialah “cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.2 Sedangkan menurut Kamus Manajemen Metode ialah “cara melaksanakan pekerjaan”3

1

M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.120.

2

Depdiknas, Kamus Besar bahasa Indonesia, edisi ke-3, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h. 740.

3


(30)

Penulis melihat dari ketiga pengertian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa metode adalah jalan atau cara yang sudah diatur untuk mempermudah pelaksanaan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Selain berbicara tentang metode ada pula kata yang sering orang banyak katakan yaitu kata teknik dan pendekatan. Dari ketiga kata ini kedengarannya seperti memiliki makna dan kegunaan yang sama antara kata yang satu dengan kata yang lainnya dalam melakukan suatu pekerjaan.

Sesungguhnya ada perbedaan antara teknik daan metode pada sisi fungsionalisnya. Metode merupakan unsur penggunaan yang bersifat teoritis dan lebih luas dari sebagai bagian dari upaya ilmiah. Sedangkan teknik dan atau pendekatan lebih bersifat teknis dan sesuatu yang empiris serta spesifik yang terjadi pada penerapan suatu pekerjaan tertentu. Dengan kata lain, teknik atau pendekatan bisa digunakan karena dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang ditentukan pada saat melakukan pekerjaan.4

Dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling) pada umumnya penggunaan istilah metode dan teknik kadang kala dipakai berganti-gantian tergantung kepada obyek yang sedang dilayani. Hal ini perlu dikemukakan untuk memberikan wacana yang lebih luas dan fleksibel mengenai berbagai metode dan teknik serta pendekatan yang

4

M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 121.


(31)

21

digunakan dalam memberikan pelayanan bimbingan penyuluhan dan konseling.

2. Pengertian Tobat

kata “tobat” yang sudah menjadi kosa kata bahasa Indonesia berasal dari kata bahasa Arab. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “tobat” mengandung dua pengertian. Pertama, tobat berarti sadar dan menyesali dosanya (perbuatan salah atau jahat) dan berniat untuk memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya. Kedua, kata “tobat” berarti kembali kepada agama (jalan, hal) yang benar. “Bertobat” berarti menyadari, menyesali, dan berniat hendak memperbaiki (perbuatan yang salah).5 Dalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, tâba berarti tobat, bertobat.6

Dalam bahasa Arab kata “tobat” itu adalah bentuk dasar (mashdar) dari kata ( ت ), ( وتي ), ( ةبوت ). Kata “tobat” berarti kembali ke jalan yang benar”. Secara istilah, tobat berarti kembali kepada Allah dengan melepaskan segala ikatan penyimpangan yang pernah dilakukan, kemudian bertekad untuk melaksanakan segala hak-hak Allah.7

Dalam Tafsir Al-Mishbah, bertobat atau menyucikan diri dari kotoran bathin, sedang menyucikan dari kotoran lahir adalah mandi atau

5

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar bahasa Indonesia, edisi ke. 3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1202.

6

Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer; Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Multi Karya Grafika, 1998), h. 98.

7

Yahya Jaya, Peranan Tobat dan Maaf Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Ruhama, 1995), h. 9.


(32)

berwudhu.8 Lain halnya istilah tobat yang dijelaskan dalam Ensiklopedia Tasawuf yang mengartikan tobat yaitu kembali dari sesuatu yang dicela oleh syara’ menuju sesuatu yang dipuji.9

Bila penulis melihat kedua penjelasan di atas, maka tampak adanya perbedaan konteks. Namun, pada dasarnya kedua istilah tersebut memiliki satu makna yaitu kembali kepada jalan Allah.

Sebelum penulis membicarakan tentang macam-macam tobat, syarat dan etika tobat, serta perintah tobat. Maka setidaknya kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan tobat. Maka di sini akan dijelaskan pengertian tobat menurut beberapa para ahli, diantaranya adalah:

Dalam buku Menembus Dosa; Makna dan Tatacara Bertobat, Saifuddin Zuhri menjelaskan bahwa tobat merupakan ungkapan dari suatu pengertian yang tersusun dari tiga unsur secara berurutan, yaitu diantaranya: ilmu, kondisi, dan perbuatan. Ilmu akan menghasilkan kondisi, kondisi akan menghasilkan perbuatan.10

Ilmu di sini adalah pengetahuan seorang hamba tentang besarnya bahaya yang diakibatkan oleh dosa-dosanya. Sehingga dosa tersebut menjadi penghalang antara dirinya dengan Allah (objek yang dicintainya).

8

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, Keserasian, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 480.

9

UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Tasawuf Jilid 3, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2008), h. 1337.

10

Imam Abū Hāmid, Menebus Dosa; Makna dan Tatacara Bertobat. Penerjemah Saifuddin Zuhri (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), h. 21.


(33)

23

Dengan begitu, timbullah perasaan sedih, dan sakit karena objek yang dicintainya hilang. Selanjutnya, apabila rasa sakit itu telah mendominasi hati dan menguasainya, maka perasaan itu akan menyadarkannya akan masa kini, masa lalu, dan masa yang akan datang.11

Bila penulis melihat penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan. Bahwa orang yang melakukan tobat pada dasarnya mereka mengetahui tentang apa yang dilakukannya. Sehingga mereka dapat merasakan bahwa apa yang mereka lakukan telah bertentangan dengan apa yang menjadi aturan Allah.

Kaitannya dengan masa kini, masa lalu, dan masa mendatang adalah bahwa masa kini tercermin melalui tindakan segera meninggalkan dosa yang sedang dikerjakannya; korelasinya dengan masa yang akan datang tercermin melalui tekad untuk menjauhi setiap dosa yang dapat menyebabkan hilangnya objek yang dicintai sampai akhir hayat; sementara korelasinya dengan masa lalu dilakukan dengan segera mengganti apa-apa yang pernah terlewatkan dengan kebaikan dengan mengerjakan ulang jika hal tersebut dapat diperbaiki.12

Menurut Abu Abdillah Sofyan Chalid Ruray menjelaskan dalam tulisannya.13 Bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin rahimahullah menerangkan, Makna taubat secara bahasa adalah

11

Ibid., h. 22.

12

Ibid., h. 23.

13

Chalid Ruray, “Kapan Itu Dilaksanakan” Artikel ini diakses pada 15 Februari 2011 dari http://mediasalaf.com/aqidah/taubat-muara-terindah-bagi-seorang-hamba/.


(34)

kembali, sedangkan menurut perngertian syar’i taubat adalah kembali dari maksiat kepada Allah Ta’ala menuju ketaatan kepada-Nya. Dan taubat yang paling agung serta paling wajib adalah taubat dari kekafiran kepada keimanan.

Dalam buku Menembus Dosa dengan Tobat menyatakan bahwa Sahal bin Abdullah At-Tustari, tobat adalah penggantian gerak-gerik yang tercela dengan gerak-gerik terpuji.14

Bila penulis melihat dari kedua pengertian di atas. Maka dapat diartikan bahwa tobat di sini hanya kembalinya seseorang ke jalan Allah dari kemaksiatan dan perubahan yang dilakukan ialah dengan mengganti perbuatannya yang dulu dengan kebaikan. Lain halnya dengan pengertian tobat di bawah ini.

Menurut H. Mahmus dalam bukunya Terjemahan Irsyadul Ibad, menyatakan bahwa Al-Qadhi Husain, Abutthoyyib Imam Mawardi dan Ulama yang lainnya berpendapat bahwa tobat masih perlu diisyaratkan lagi yaitu membaca istigfar dengan lidahnya, hatinya menyesal atas perbuatan yang dilakukan.15

Penulis melihat bahwa tobat yang dijelaskan di atas, adalah tobat yang mengharuskan seseorang melafalkan kata istighfar yang disertai dengan penyesalan. Namun tidak adanya penjelasan tentang apa yang harus

14Imam Abū Hāmid Muhammad bin Muhammad al

-Ghazālī, Menebus Dosa; Makna dan

Tatacara Bertobat. Penerjemah Saifuddin Zuhri (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), h. 23.

15


(35)

25

dilakukan oleh seseorang setelah bertobat. Berbeda dengan penjelasan tobat di bawah ini.

Dalam buku Kajian Lengkap Penyucian Jiwa: Tazkiyatun Nafs, Sa’id Hawwa menyatakan bahwa tobat dari dosa dengan cara kembali kepada Allah merupakan jalan pembuka bagi orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan, modal bagi orang-orang yang beruntung, langkah awal para murid, kunci istiqamah orang-orang yang condong kepada Allah, teropong bagi orang-orang pilihan dan orang-orang yang dekat kepada-Nya, yang dilakukan oleh para Nabi, mulai dari Adam dan umat para Nabi, termasuk kita sebagai umat Nabi Muhammad, adalah sangat layak dilakukan. Bertobat berarti mengikuti Sunnah para Nabi dan Rasulullah.16

Menurut Sudirman Tebba dalam bukunya Meraih dan Bahagia dengan Istighfar, tobat adalah kembali ke jalan yang benar, maka kesuburan akan berlipat dan kekuatan akan berlimpah dari yang selama ini, dan dosa-dosa yang lama itu dengan sendirinya akan diampuni oleh Allah dan mereka akan dapat menempuh jalan yang benar dan terang menderang dari hidayah Allah.17

Penulis melihat dari kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tobat merupakan tempat pertama yang harus dilakukan oleh

16 Sa’id

Hawwa, Kajian Lengkap Penyucian Jiwa: Tazkiyatun Nafs, (Jakarta: Penerbit Pena Pundi Aksara, 2007), h. 414.

17

Sudirman Tebba, Meraih dan Bahagia Dengan Istighfar, (Banten: Penerbit Pustaka Irvan, 2008), h.193.


(36)

seseorang untuk kembali ke jalan Allah. Karena selain dihapuskannya dosa-dosa yang lalu, tobat pun dapat mendatangkan hidayah Allah dalam kehidupan seseorang.

Adapun tobat yang diperintahkan kepada orang-orang Mukmin adalah tobat nashuha. Allah SWT., berfirman: Hai orang-orang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat nashuha (tobat yang semurni-murninya) (QS Al-Tahrim [66]: 8).18 Lalu, apa yang dimaksud dengan tobat nasuha?.

Al-Nasûh itu merupakan sîghah mubâlaghah (bentuk yang menunjukakan lebih) dari kata nâsih. Sebagaimana kata syakûr dan sabûr merupakan bentuk mubalaghah dari kata syâkir dan sâbir. Dalam bahasa arab, kata nasûh yang berasal dari huruf nûn, sâd, dan hâ itu, mengisyaratkan ungkapan bebas atau ikhlas (al-khulûs). Disebutkan, nasaha al-„asal (madu itu bersih), idzâ khalâ min al-ghisysy (jika kosong dari campuran). Dengan demikian, al-nush (bebas/ikhlas) dalam tobat itu layaknya al-nush dalam ibadah. Adapun al-nush dalam musyawarah, berarti membebaskan musyawarah itu dari bentuk penipuan, pengurangan, pengrusakan, dan melakukannya dalam kerangka yang paling sempurna. Al-nus (bersih/ikhlas) itu adalah lawan dari kata al-ghisysy (tipu/curang).19

18

Dapertemen Agama RI, Al-Qur`an Terjemahan, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2004), h. 561.

19

Yusuf Qardhawi, Kitab Petunjuk Tobat; Kembali ke Cahaya Allah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008), h.62.


(37)

27

Dalam buku Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, telah dikeluarkan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas, telah berkata bahwa tobat nasuha adalah bila seseorang hamba menyesali perbuatan yang telah dilakukannya, sehingga ia memohon maaf kepada Allah, kemudian tidak melakukan dosa itu lagi untuk selamanya, sebagaimana susu yang telah menetes tidak akan kembali kepada sumbernya.20

Menurut Sudirman Tebba dalam bukunya Nikmatnya Tobat. Menyatakan bahwa Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’/ab, dan Mu’adz bin Jabal sependapat bahwa tobat nashuha ialah tobat yang tidak mau lagi kembali kepada kesalahan.21

Dari kedua pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwasannya tobat nashuhah merupakan kemantapan hati seseorang untuk tidak kembali kepada perbuatan-perbuatan yang salah. Berbeda dengan pengertian tobat nashuhah di bawah ini.

Menurut Said bin Jabair berpendapat bahwa tobat nashuha ialah tobat yang diterima oleh Allah. Untuk diterima tobat itu hendaklah memenuhi tiga syarat, yaitu takut tobatnya tidak akan diterima, mengharap agar tobatnya diterima, dan mulai saat itu memenuhi hidup dengan taat. Sedangkan Said bin al-Musyyab berpendapat bahwa tobat

20

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abu Bakar, Lc., dkk., (Semarang: PT. CV Toha Putra, 1993), h. 265.

21


(38)

nashuha ialah menasehati diri, karena telah bersalah dan patuh menuruti nasehat itu. 22

Al-Quraizhiy berkata bahwa untuk mencapai tobat nashuha diperlukan empat hal, yaitu memohon ampun dengan lidah, berhenti dari dosa itu dengan badan, berjanji dengan diri sendiri tidak akan mengulangi lagi kesalahan dan dosa itu, dan menjauhkan diri dari teman-teman yang hanya akan membawa terperosok kepada yang buruk saja.23

Bila penulis melihat kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tobat nashuhah adalah tobat yang sebenar-benarnya tobat yang tidak hanya beristighfar dengan lisan, dan berhenti untuk tidak mengulangi kesalahan yang lalu. Namun kehidupannya selalu dipenuhi dengan ketaatannya kepada Allah, serta meninggalkan semua yang akan memicu timbulnya kemaksiatan.

3. Macam-macam Tobat

Tobat itu pada hakikatnya tidak hanya terkait dengan permohonan ampunan dosa yang pernah dilakukan, tetapi juga termasuk permohonan ampun yang bukan karena dosa. Imam al-Ghazali membagi tobat itu atas tiga macam, yaitu: 24

22

Sudirman Tebba, Nikmatnya Tobat, (Jakarta: Pustaka Irvan, 2007), h. 143.

23

Ibid., h. 144.

24

Ahmad Thib Raya, “Hakikat Tobat”, artikel ini diakses pada 23 Februari 2011 pada http://www.scribd.com/doc/47956120/19-9-07-DR-Ahmad-Thib-Raya-Hakikat-taubat.


(39)

29

a. Tobat (kembali), yaitu permohonan ampun dari segala dosa yang sudah dilakukan disertai tekad untuk tidak kembali dari kemaksiatan menuju kepada ketaatan kepada Allah SWT, tidak kembali dari perbuatan dosa menuju kepada perbuatan kebajikan.

b. Firar (lari, meninggalkan), yaitu permohonan ampun dengan tekad meninggalkan kemaksiatan menuju kepada kebijakkan, atau tekad untuk meningkatkan amal kebajikan, dari yang baik menuju kepada yang lebih baik, dari yang sempurna menuju kepada yang lebih sempurna.

c. Niyabat, yaitu permohonan ampun yang dilakukan secara terus menerus sekalipun tidak berdosa.

Penulis melihat penjelasan dari ketiga macam-macam bentuk tobat di atas, maka dapat memberikan gambaran kepada kita semua. Bahwa kita sebagai umat manusia merupakan termasuk dari golongan apa ketika melaksanaan tobat.

Sedangkan menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan dalam bukunya Mutiara Tobat, telah membagi tobat menjadi dua macam, yaitu wajib dan sunnah.25 Pertama, tobat wajib adalah bertobat dari meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan. Tobat ini wajib

25

Ibnu Taimiyyah, Mutiara Tobat. Penerjemah Farid Qurusy. (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2006) h. 28.


(40)

dilakukan oleh setiap hamba sebagaimana perintah Allah SWT dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya.

Kedua, tobat sunah adalah bertobat dari meninggalkan amalan-amalan sunah atau melakukan amalan makruh. Orang yang hanya melakukan tobat jenis pertama termasuk golongan moderat ( دصتقملا رارباا ), dan orang yang melakukan kedua jenis tobat di atas termasuk golongan yang berlomba dalam berbuat kebajikan ( ةيريخلا قب س ), sedangkan yang tidak melakukan keduanya termasuk golongan yang zhalim ( سف ل مل ظ ), mungkin kafir atau fasik.26

Penjelasan untuk kedua macam tobat di atas, sebelumnya telah dipertegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya Surat Al-waqiah ayat 7-12, yang berbunyi:

Yang artinya: “Dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). Mereka itulah orang

yang didekatkan (kepada Allah).berada dalam surga kenikmatan”.27

26

Ibid., h. 29.

27

Dapertemen Agama RI, Al-Qur`an Terjemahan, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2004), h. 56.


(41)

31

4. Syarat dan Etika Tobat

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika melakukan tobat. Syarat-syarat itu akan sangat terkait dengan dosa-dosa yang dilakukan karena pelanggaran terhadap hak-hak Allah atau terhadap hak-hak manusia.

Terhadap hak-hak Allah, syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:28

a. Menyadari dan mengakui adanya perbuatan dosa yang dilakukan.

b. Menyesali dari dari perbuatan maksiat yang dilakukan. c. Bertekad untuk tidak akan mengulangi lagi perbuatan seperti

itu.

d. Setelah bertobat, memperbanyak dan meningkatkan amal kebajikan, tidak hanya dari segi kuantitasnya, tetapi juga kualitasnya, tidak hanya yang wajib, tetapi juga yang sunah. Terhadap hak-hak manusia, syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:29

a. Menyadari dan mengakui adanya perbuatan dosa yang dilakukan terhadap sesama.

b. Memohon maaf kepada yang bersangkutan, jika dosa itu menyangkut kehormatan orang lain.

c. Mengembalikan harta kepada pemiliknya, jika itu menyangkut pengambilan harta benda orang lain tanpa hak. d. Menyesali diri dari perbuatan maksiat yang telah dilakukan. e. Setelah bertobat, memperbanyak dan meningkatkan amal

kebajikan, tidak hanya dari segi kuantitas, tetapi juga kualitasnya, tidak hanya yang wajib, tetapi juga yang sunah.

28

Chalid Ruray, “Taubat Muara Terindah Bagi Seorang Hamba”, Artikel ini diakses pada 23 Februari 2011 pada http://mediasalaf.com/aqidah/taubat-muara-terindah-bagi-seorang-hamba/.

29

Ibid., “Taubat Muara Terindah Bagi Seorang Hamba”, Artikel ini diakses pada 23 Februari 2011 pada http://mediasalaf.com/aqidah/taubat-muara-terindah-bagi-seorang-hamba/.


(42)

Dalam buku Kitab Petunjuk Tobat, Yusuf Qardhawi menyatakan ada beberapa syarat dan etika yang harus dipenuhi agar tobatnya yang kita lakukan diterima di sisi Allah, 30 antara lain:

a. Niat yang ikhlas dan mengharap ridha Allah dalam melakukannya. Sesungguhnya Allah SWT tidak akan menerima amal apapun, kecuali jika dilakukan secara ikhlas untuk mengharap keridhaan-Nya. Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niat. Dan seseorang

itu hanya akan mendapatkan pahala dari niat yang dia miliki” (HR. Al-Bukhari).31

b. Hati menyertai lisan sewaktu melakukan tobat. Oleh karena itu, jangan pernah seseorang berkata, “Aku memohon ampunan kepada Allah, sedangkan hatinya terus-menerus berbuat maksiat. Diriwayatkan dari Ibn „Abbas, dia berkata, “Orang yang memohon ampunan kepada Allah, tetapi berbuat maksiat, maka ia seperti orang yang mengolok-olok Tuhannya”.32

c. Etika yang harus diperhatikan dalam tobat adalah seseorang yang mesti melakukannya dalam keadaan suci, sehingga ia sedang

30

Yusuf Qardhawi, Kitab Petunjuk Tobat; Kembali Ke Cahaya Allah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2000), h. 109.

31

Abu Abdullah Al-Bukhori, Shohih Bukhori, (Bairut: Daar Ibnu Katsir, 1987), Jilid 1, h. 1.

32


(43)

33

benar berada dalam kondisinya yang paling baik, lahir maupun bathin. Sebagaimana dalam riwayat Ali ibn Abu Thalib, dia berkata, “Abu Bakar r.a. menceritakan kepadaku dan dia adalah seorang yang jujur, bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak ada seorangpun yang melakukan satu perbuatan dosa, lalu

dia segera bangkit dan bersuci, alangkah baiknya aktivitas bersuci yang dia lakukan, dan kemudian dia memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla, kecuali dia akan diampuni oleh-Nya”, lalu beliau membaca firman Allah, dan (juga) orang-orang yang apabila menegrjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka (segera) ingat akan Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui (QS: Ali Imram [3]: 135).33

d. Di antara etika tobat yang harus dijalani seseorang adalah memiliki perasaan takut dan harapan sewaktu meminta ampunan kepada Allah. Sungguh Allah telah menyifati diri-Nya dengan firman-Nya, Yang mengampuni dosa dan menerima tobat lagi keras hukuman-Nya (QS. Al-Mukmin [40]: 3); Ketahuilah, sesungguhnya Allah amat keras

33

Abu Isa At-Turmudzi, Sunan At-Turmudzi,(Bairut: Daar Ihya’ At-Turats Al-„Arabi, 1999), Jilid 1, h. 257.


(44)

siksaan-Nya, dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Maidah [5]: 98).34

Oleh karena itu tidak seharusnya orang yang berbuat maksiat meninggalkan tobat, bagaimanapun besarnya dosa yang telah ia lakukan. Sebab, sesungguhnya ampunan Allah itu lebih besar dari pada dosanya, rahmat-Nya Maha luas, dan pemaafan-Nya lebih banyak.

e. Dalam tobat, seseorang juga harus memilih waktu-waktu yang utama. Misalnya waktu sahur, sebagaimana Allah SWT berfirman: Dan yang memohon ampunan pada waktu pagi sebelum sahur (sebelum fajar). (QS. Ali „Imran [3]: 17); Dan selalu memohon ampunan pada waktu pagi sebelum fajar (akhir malam). (QS. Al-Dzariyat [51]: 18).35

f. Di antara etika tobat berdoa dan beristigfar dengan rangkaian doa yang disebutkan dalam Al-Qur`an dan Sunnah. Sesungguhnya doa yang diajarkan Al-Qur`an dan Sunnah sangat jelas, seimbang, lugas, teratur, dan memiliki pengaruh yang besar pada hati. Lain halnya dengan doa yang dibuat-buat oleh manusia dari rangkaian kata yang dipilih dan disusunnya, Karena ia tidak memiliki keindahan yang

34

Dapertemen Agama RI, Al-Qur`an Terjemahan, (Bandung ,PT. Syaamil Cipta Media: 2004), h. 124.

35


(45)

35

dimiliki kalimat Al-Qur`an, dan tidak mempunyai keluhuran yang tersimpan dalam rangkaian doa-doa Nabi.36

Di antara rangkaian doa-doa yang diajarkan dalam Al-Qur`an adalah doa-doa yang disebutkan Al-Qur`an dari Adam, Nuh, Ibrahim, dan yang lainnya dari pada Nabi, Rasul, dan orang-orang yang shaleh, diantaranya sebagai berukut:

Yang artinya: Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (QS. Ali Imran [3]: 147).37

5. Ciri-ciri Pertobatan yang Diterima

Pertobatan yang diterima memiliki beberapa ciri, dan berbeda dari pada pertobatan yang ditolak oleh Allah SWT. Adapun ciri-ciri pertobatan yang diterima menurut Yusuf Qordhawi dalam bukunya yang bejudul Kitab Petunjuk Tobat; Kembali ke Cahaya Allah, diantaranya adalah:38

a. Setelah melakukan pertobatan, seseorang menjadi lebih baik dari pada sebelumnya.

36

Yusuf Qardhawi, Kitab Petunjuk Tobat; Kembali Ke Cahaya Allah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2000), h. 114.

37

Dapertemen Agama RI, Al-Qur`an Terjemahan, (Bandung ,PT. Syaamil Cipta Media: 2004), h. 68.

38

Yusuf Qardhawi, Kitab Petunjuk Tobat; Kembali Ke Cahaya Allah, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2000), h.179.


(46)

b. Perasaan takut selalu menyertai pelaku pertobatan. Ia tidak pernah merasa aman dari makar Allah, sekalipun hanya sekedip mata.

c. Terkoyak-koyak hati karena rasa penyesalan dan rasa takut yang mendalam. Hal ini sesuai dengan kadar besar dan kecilnya perbuatan buruk yang telah ia lakukan.

d. Keterkoyakan hati, tidak ada sesuatu pun yang menyerupainya, tidak ada pada orang yang tidak berdosa, bukan karena lapar, bukan karena berolahraga, dan bukan hanya karena cinta. Sesungguhnya ia merupakan sesuatu yang ada dibalik semua hal tersebut, yang akan menghancurkan hati di hadapan Sang Tuhan.39

Ini semua merupakan pengaruh dari pertobatan yang diterima oleh Allah. Dan apabila seseorang telah melakukan tobat, namun tidak menemukan atau merasakan pengaruh dan perubahan dari tobat tersebut di dalam hatinya, maka seharusnya kita harus mencurigai pertobatan kita.

6. Perintah Tobat

Tobat merupakan salah satu bentuk kebajikan yang harus dilakukan oleh setiap manusia, baik yang merasa dirinya berdosa maupun tidak. Tobat bagi orang-orang yang berdosa merupakan jalan yang wajib di lalui untuk memohon ampunan kepada Allah agar

39


(47)

37

dosanya di ampunkan oleh Allah, sedangkan tobat bagi orang-orang yang merasa tidak berdosa merupakan jalan yang baik untuk memupuk pahala. Oleh karena itu, tobat merupakan salah satu perintah agama yang harus dilakukan oleh seluruh umat manusia.

Di dalam Al-Qur`an terdapat ayat yang memerintahkan untuk melakukan tobat, demikian pula di dalam haditsnya, Rasulullah memerintahkan dan memberikan pujian kepada orang-orang yang melakukan tobat.40 Adapun ayat-ayat yang memerintahkan tentang tobat, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. QS. Tahrim (66): 8:

Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan:

”Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan

ampunilah kami, Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatunya”.41

40

Yusuf, Mutiara Taubat, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2006), h. 28-29.

41

Dapertemen Agama RI, Al-Qur`an Terjemahan, (Bandung ,PT. Syaamil Cipta Media: 2004), h. 951.


(48)

b. QS. An-Nur: 31

Yang artinya: ”Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.42

c. QS. Hud: 52

Yang artinya: Dan (dia berkata): “Hai kaum-Ku, mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu

berpaling dengan berbuat dosa”.43 d. QS. Hud: 61

Yang artinya: “karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa-Nya)”.44

Di antara hadits Nabi yang memerintahkan tobat ialah:

a. Dan dalam Shahih Muslim dari Abi Burdah dari al-Aghar dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi SAW bersabda:

42

Ibid., 353.

43

Ibid., h. 228.

44

Dapertemen Agama RI, Al-Qur`an Terjemahan, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2004), h. 228.


(49)

39

Yang artinya: “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kalian kepada Allah, sesungguhnya aku bertobat kepada-Nya dalam sehari seratus kali”.45

b. Dari Abu Burdah dari al-aghar al-Muzani berkata: Rasulullah SAW bersabda:

Yang artinya: “Sesungguhnya hatiku-terkadang-lalai, dan sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah dalam sehari

seratus kali”.46

c. Diriwayatkan dari Nabi SAW oleh Ibnu Mas’ud, al-Bara ibn „Azib, an-Nu’man ibn Basyir, Abu Hurairah dan Anas ibn Malik r.a. Dalam ash-Shahihain dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda:

Yang artinya: “Sesungguhnya Allah benar-benar lebih gembira dengan tobat salah seorang diantara kalian dari pada seseorang yang bepergian di padang pasir nan tandus, ia membawa serta unta dengan makanan, minuman, pembekalan, dan barang-barang kebutuhannya, kemudian ia kehilangan unta tersebut, ia lalu

45

HR. Muslim, Kitab ad-Dzikru Wa ad-Du’a Wa at-Taubah wal Istigfar, Bab Istihbab

al-Istighfar Wal Istiktsar Minhu, dalam Ibnu Taimiyah, Mutiara Taubah, (Jakarta: Pustaka

as-Sunnah, 2004), h. 22.

46

HR. Muslim, Sunan Abu Dawud, Kitab al-Witr, Bab Fil Istighfar, dalam Ibnu Taimiyah, Mutiara Taubah, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2004), h. 23.


(50)

keluar untuk mencarinya sampai hampir matti tapi tetap tidak

menemukannya, ia lalu berkata: “Aku akan kembali ke tempat

pertama kali aku kehilangan untaku biar aku mati di sana”, ia lalu kembali ke tempat semula, kemudian ia tertidur dan ketika bangun ia dapati untanya berada di hadapannya bersama dengan makanan, minuman, pembekalan, dan barang-barang

kebutuhannya”.47

B. NAPZA

1. Pengertian dan Jenis NAPZA a. Narkotika

Narkotika berasal dari bahasa Inggris “Narcotics” yang berarti obat yang menidurkan atau obat bius.48 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Narkotika adalah “Obat untuk menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau ransangan (opium, ganja,dsb).”49

Dan menurut Pasal 1 butir (1) Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika (UU No.22/1997): “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan”.50

47

HR. Bukhari, Kitab ad-Da’awa,t Bab at-Taubah, dalam Ibnu Taimiyah, Mutiara

Taubah, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2004), h. 26.

48

Echols, M. John.,, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Jakarta: Penerbit. PT. Gramedia, t.t), h.390.

49

Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1988), h. 609.

50


(51)

41

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No.22 tahun 1997, Narkotika dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu:

1) Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sanggan tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya: Opium, Ganja, Heroin, Kokain, dan lain-lain.

2) Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Benzetidin, Betametadol, Difenoksilat, Hidromorfinal, Metadon, Morfin, Petidin, dan turunannya dan lain-lain.

3) Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya: Kodein, Norkodina, Propiran, dan lain-lain.51

Berdasarkan cara pembuatannya, Narkotika dibedakan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

51


(52)

1) Narkotika Alami

Adalah Narkotika yang zat aktifnya diambil dari tumbuh-tumbuhan (alam), contohnya adalah: Ganja, Hasis, Coca, Opium.

2) Narkotika Semi Sintetik

Adalah Narkotika alami yang diolah, diambil zat adiktifnya (intisarinya) agar memiliki khasiat lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran. Contohnya: Morfin, Codein, Heroin, Cocaine.

3) Narkotika Sintetik

Adalah Narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia, digunakan untuk pembiusan dan untuk pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan Narkoba sebagai Narkoba pengganti (Subssitusi), seperti: Petidine, Methadone, dan Naltrexon.52

b. Psikotropika

Psikotropika menurut Pasal 1 butir (1), Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika (UU No. 5/1997): “Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif

52

Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaannya, (T. tp.: LKP Yayasan Karya Bhakti, 2004), h.13-15.


(53)

43

pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”.53

Jenis-jenis dari psikotropika yang berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1997 psikotropika dibedakan menjadi empat golongan, yaitu :

1) Psikotropika Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya: LSD (Lysergic Acid Diethyltamide), MDMA (Shabu/SS atau Ekstacy).

2) Psikotropika Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya: Amfetamin, Metamfetamin, Metakulon.

3) Psikotrapika Golongan IV adalah psikotrapika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengatahuan serta mempunyai

53


(54)

potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya: Diazepam, Lefetamina, Nitrazepm.54

Berdasarkan Ilmu Farmakologi, Psikotropika dikelompokan kedalam tiga golongan : 55

1) Kelompok Deressant/Penekan Saraf Pusat/Penenang/Obat Tidur; Bila diminum memberikan rasa tenang, mengantuk, tentram, damai, menghilangkan rasa takut, was-was, dan gelisah. Contoh: Valium, Rohipnol, Mogadon.

2) Kelompok Stimulan/Peransang Saraf Pusat/Anti tidur; Bila diminum mendatangkan rasa riang gembira, hilang rasa bermusuhan, hilang rasa marah, ingin selalu aktif, dan badan merasa fit tidak terasa lapar. Daya kerja otak menjadi serba cepat namun kurang terkendali., kurang terkontrol. Contoh: Amfetamin, Estasy, Shabu.

3) Kelompok Halusinogen; Halusinogen adalah obat atau zat atau tanaman atau makanan atau minuman yang dapat menimbulkan khayalan. Bila diminum dapat mendatangkan ilusi atau khayalan tentang peristiwa-peristiwa yang mengerikan, menakutkan kadang-kadang khayalan nikmat, seks, dan sebagainya. Contoh: LSD (Lysergic Acid

54

Ibid., h. 17.

55

Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaannya, (T. tp. : LKP Yayasan Karya Bhakti,2004), h. 17.


(55)

45

Diethyltamide), Getah Tanaman Kaktus, Kecubung, Jamur tertentu (Misceline), Ganja.56

c. Zat Adiktif

Adalah zat-zat selain narkotika dan selain psikotrapika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contoh:

1) Rokok.

2) Kelompok alkohol dan minum lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan.

3) Thynner dan zat-zat lain seperti lem kayu, pelarut Type Ex, Acetone, Cat, Bensin, yang bila dihisap, dihirup, dicium dapat memabukkan.

2. Korban Penyalahgunaan NAPZA

Orang yang telah mengkonsumsi NAPZA dalam hidupnya, bukanlah tanpa alasan yang jelas. Menurut Dadang Hawari dalam bukunya yang berjudul Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif). Menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab penyalahgunaan NAZA yang ditinjau dari sudut pandang Psikodinamik.57 Diantaranya yaitu:

56

Ibid., h. 18.

57

Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA: Narkotika, Alkohol, dan


(56)

a. Faktor Predisposisi

Adalah gangguan kejiwaan yaitu gangguan kepribadian (antisosial). Seseorang dengan gangguan kepribadian tidak mampu untuk berfungsi secara wajar dan efektif dalam menjalani kehidupan sehari-hari atau bergaul dengan lingkungan sosial. Untuk mengatasi ketidakmampuan berfungsi secara wajar dan untuk menghilangkan kecemasan dan atau depresinya itu; maka orang cenderung menyalahgunakan NAZA. Upaya ini dimaksudkan untuk mencoba mengobati dirinya sendiri atau sebagai reaksi pelarian.

b. Faktor Kontribusi

Adalah kondisi keluarga yang terdiri dari tiga komponen, yaitu keutuhan keluarga, kesibukan keluarga, dan hubungan interpersonal antar keluarga. Seseorang yang berada dalam kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) akan merasa tertekan, dan ketertekanan yaitu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA.

Kondisi keluarga yang tidak baik atau disfungsi keluarga yang dimaksud adalah sebagai berikut:58

1) Keluarga tidak utuh, misalnya salah seorang dari orang tua meninggal, kedua orang tua bercerai atau berpisah. Dan kesibukan

58

Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA: Narkotika, Alkohol, dan


(57)

47

orang tua sehingga tidak adanya waktu luang untuk berkumpul dengan anggota keluarga yang lain.

2) Hubungan interpersonal yang tidak baik, yaitu hubungan antara anak dengan kedua orang tuanya, anak dengan sesama saudaranya (anak sesama anak), dan hubungan antara ayah dan ibu yang ditandai dengan sering cek-cok, bertengkar, dingin, masing-masing acuh tak acuh dan lain sebagainya sehingga suasana rumah menjadi tegang dan kurang kehangatan.

c. Faktor Pencetus

Adalah pengaruh teman kelompok sebaya dan NAZA-nya itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Hawari menyebutkan bahwa pengaruh teman kelompok sebaya mempunyai andil 81,3% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA. Sedangkan tersedianya dan mudahnya NAZA diperoleh mempunyai andil 88% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA.59

Ditinjau dari pendekatan kesehatan jiwa, pemakai zat dibagi menjadi beberapa golongan:60

1) Experimental Use yaitu pemakaian zat yang tujuannya ingin mencoba, sekedar memenuhi rasa ingin tahu.

59

Ibid., h. 29.

60

Satya Joewana, Gangguan Penggunaan Zat: Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lain,


(58)

2) Sosial Use, atau disebut juga recreational use yaitu penggunaan zat-zat tertentu pada waktu resepsi (minum whisky) atau untuk mengisi waktu senggang (merokok) atau pada waktu pesta ulang tahun atau waktu berkemah (mengisap ganja bersama-sama teman). 3) Situasional Use yaitu penggunaan zat pada saat mengalami ketegangan, kekecewaan, kesedihan, dan sebagainya dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan tersebut.

4) Abuse atau penyalahgunaan, yaitu suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial.

5) Dependent Use yaitu bila sudah dijumpai toleransi dan gejala putus zat bila pemakaian zat dihentikan atau dikurangi dosisnya.61

3. Ciri-ciri Pengguna NAPZA

Segala sesuatu yang pernah dilakukan oleh seseorang baik itu perbuatan yang benar maupun perbuatan yang salah. Setidaknya dapat dikenali atau dapat diketahui oleh orang lain, walaupun pada akhirnya memakan waktu yang lama. Sama halnya dengan seseorang yang telah menggunakan NAPZA dalam hidupnya, maka dengan sendirinya hal tersebut dapat diketahui oleh orang lain.

Kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai orang tua yang tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa anaknya telah

61


(59)

49

terlibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sudah sepantasnya semua orang memiliki ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk NAPZA.62

Oleh karena itu, Dr. Subagyo Partodiharjo dalam bukunya yang berjudul Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya, menyebutkan ciri-ciri pengguna NAPZA utnuk memberikan kemudahan kepada orang lain untuk mengetahuinya. Adapun ciri-cirinya terdiri dari empat tahap, yaitu sebagai berikut:63

a. Tahap Awal: Coba-coba, Eksperimen. 1) Gejala Psikologi:

Terjadi perubahan pada sikap anak. Orang tua peka dapat merasakan adanya sedikit perubahan perilaku pada anak yaitu timbulnya rasa takut dan malu, yang disebabkan karena ia merasa bersalah ia merasa berdosa. Anak menjadi lebih sensitif, jiwanya resah dan gelisah akan mengaku terus terang takut; akan terus merahasiakan, merasa berdosa, ia bingung. Kemesraan dan kemanjaannya hilang atau berkurang.

2) Pada Fisik:

Tidak nampak adanya perubahan pada tubuh anak. Belum terlihat adanya tanda perubahan pada tubuh sebagai dampak

62

Dadang Hawari, Konsep Agama Islam Menanggulangi NAZA, (Jakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), h. 18.

63

Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaanny, (T. tp.: LKP Yayasan Karya Bhakti, 2004), h. 98.


(60)

pemakaian NAPZA. Bila sedang memakai psikotrapika stimulans atau ecstacy atau shabu ia nampak riang, gembira, aktif, bahkan hiper aktif, murah senyum, dan ramah.

b. Tahap Kedua, adalah Pemula, Instrumen, Insidentil.64

1) Gejala Psikologi:

Sikap anak lebih menjadi tetutup, banyak hal yang tadinya terbuka menjadi rahasia. Jiwanya resah, gelisah, kurang tenang, dan lebih sensitif. Mulai semakin renggang hubungannya dengan orang tua dan saudara-saudaranya, tidak lagi riang gembira, cerah dan ceria. Ia mulai nampak seperti menyimpan rahasia, dan memiliki satu atau beberapa teman akrab.

2) Pada Fisik:

Tidak manpak perubahan yang nyata, gejala pemakaian berbeda sesuai jenis NAPZA yang dipakainya. Bilamana sedang memakai ia menjadi lebih lincah, lebih riang, lebih percaya diri berarti ia memakai (psikotropika, stimulant, shabu, ecstasy). Bilamana tampak lebih tenang, mengantuk berarti ia memakai penenang, ganja, putao. Untuk mengelabuhi orang tua dan teman bahwa ia memakai kadang-kadang ia menutupi kekurangannya dengan rajin berolah raga dan makan, sehingga tampak sehat dan energik. Seperti orang normal.

64


(61)

51

c. Tahap Ketiga, adalah Tahap Berkala:65 1) Ciri Mental:

Sulit bergaul dengan teman baru. Pribadinya lebih menjadi tetutup, lebih sensitif mudah tersinggung. Sering bangun siang, agak malas, mulai gemar berbohong. Keakraban dengan orang tua dan saudara sangat merosot berkurang. Kalau sedang memakai NAPZA penampilannya: riang (minum stimulans) atau tenang (minum depresan). Kalau sedang tidak memakai NAPZA, sikap dan penampilannya murung, gelisah, kurang percaya diri (PD).

2) Ciri Fisik:

Terjadi gejala sebaliknya dari tahap kesatu dan tahap kedua. Bila sedang memakai nampak normal, tidak nampak tanda-tanda yang jelas, biasa saja. Bila sedang tidak memakai, malah nampak kurang sehat, kurang percaya diri, murung, gelisah, malas. Tanda-tanda pada fisik semakin lebih jelas bila dibandingkan dengan tahap kedua.

Tanda yang spesifik tergantung jenis obat NAPZA yang dipakainya. Kadang-kadang malah tampak gemuk atau sehat karena usaha menutupi atau kompensasi, agar tidak diduga

65


(62)

memakai nampak kurang percaya diri, bahkan nampak tidak sehat, karena sakao.

d. Tahap Keempat, adalah Tahap Tetap (madat).66 1) Tanda-tanda Psikis:

Sulit bergaul dengan teman baru, eksklusif tertutup, sensitif, mudah tersinggung, egois mau menang sendiri, malas, sering bangun siang, lebih nikmat hidup di malam hari. Pandai berbohong, gemar menipu. Sering mencuri atau merampas. Tidak malu menjadi pelacur (pria maupun wanita). Demi memperoleh uang untuk mendapatkan NAPZA, tidak merasa berat untuk berbuat jahat, bahkan membunuh orang lain, termasuk membunuh orang tuanya sendiri, demi uang atau NAPZA.

2) Tanda-tanda Fisik:

Biasanya kurus atau lemah (loyo). Tetapi ada juga yang dapat menutupi diri dengan membuat dirinya gemuk ataupun fit atau sehat, karena melakukan kompensasi banyak makan, minum food supplement dan berolah raga. Mata sayu, gemar memakai kacamata gelap, gigi menguning kecoklatan dan sering kali keropos. Biasanya kulit agak jorok karena malas mandi. Sering nampak tanda bekas sayatan atau bekas tusukan jarum suntik di lengan, atau kaki, atau dada, atau di lidah, atau di kemaluan, dan lain-lain.

66


(63)

53

Tanda-tanda ini tidak khas bila pemakai NAPZA mengkonsumsi beberapa jenis NAPZA sekaligus.67

Dengan adanya ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, dapat mempermudah diri kita untuk mengenal ciri-ciri tersebut pada orang lain. Dan membuat kita lebih peka lagi terhadap lingkungan sekitar.

4. Dampak Buruk NAPZA dalam Tubuh Manusia

Heriady Willy dalam bukunya yang berjudul Berantas Narkoba tak Hanya Cukup Bicara, menjelaskan bahwa ada berbagai dampak buruk NAPZA dalam tubuh manusia sebagai berikut:68

a. Penyalahgunaan pada Heroin (Putaw), terjadi infeksi (abses) pada kulit akibat bekas suntikan, infeksi pada paru (bronchitis), paru-paru basah, infeksi pada jantung, gangguan otak, gangguan pada fungsi hati, tertular hepatitis B dan C, HIV/AIDS, gangguan pencernaan, badan semakin kurus dan kotor, gigi keropos, gangguan menstruasi pada wanita dan dapat terjadi impotensi pada pria.

b. Penyalahgunaan pada Marijuana atau Ganja atau Cimeng (Cannabis). Terjadi gangguan pada fungsi paru (TBC, Bronchitis), hipertensi, denyut jantung yang tidak teratur, kekebalan tubuh menurun, mata

67

Ibid., h.102.

68

Heriadi Willy, Berantas Narkoba Tak Cukup Hanya Bicara: Tanya Jawab dan Opini,


(1)

ix LAMPIRAN

A. Lampiran 1 : Materi Tobat Bagi Residen ... 91

B. Lampiran 2 : Wirid Al-Hasyr ... 95

C. Lampiran 3 : Daftar Ayat-ayat ... 99

D. Lampiran 4 : Susunan Organisasi ... 106

E. Lampiran 5 : Jadwal Kegiatan ... 107

F. Lampiran 6 : Data Residen ... 108


(2)

v DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Tinjauan Pustaka ... 10

E. Metodologi Penelitian ... 12

1. Metode Penelitian ... 12

2. Penempatan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

3. Subyek dan Obyek ... 14

4. Teknik Pengumpulan Data ... 14

5. Teknik Analisis Data ... 16

6. Teknik Penulisan ... 16

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Metode Tobat ... 19

1. Pengertian Metode ... 19

2. Pengertian Tobat ... 21

3. Macam-macam Tobat... 28

4. Syarat dan Etika Tobat ... 31


(3)

vi

6. Perintah Tobat ... 36

B. NAPZA 1. Pengertian dan Jenis NAPZA ... 40

a. Narkotika ... 40

b. Psikotropika ... 42

c. Zat Adiktif ... 45

2. Korban Penyalahgunaan NAPZA ... 45

a. Faktor Predisposisi ... 46

b. Faktor Kontribusi ... 46

c. Faktor Pencetus ... 47

3. Ciri-ciri Pengguna NAPZA ... 48

a. Tahap Awal ... 49

b. Tahap Kedua ... 50

c. Tahap Ketiga ... 51

d. Tahap Keempat ... 52

4. Dampak Buruk NAPZA dalam Tubuh Manusia ... 53

C. KESALEHAN INDIVIDU 1. Pengertian Kesalehan Individu ... 55

2. Ciri-ciri Kesalehan Individu ... 57

3. Tujuan Kesalehan Individu ... 59

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN PESANTREN NURUL JANNAH A. Sejarah Berdirinya Yayasan ... 61

B. Visi dan Misi ... 62


(4)

vii

D. Sarana dan Prasarana ... 64

E. Persyaratan ... 65

F. Proses Pertobatan ... 67

BAB IV ANALISIS METODE TOBAT BAGI PENANGANAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DALAM PEMBENTUKAN KESALEHAN INDIVIDU DI YAYASAN PESATREN NURUL JANNAH A. Pelaksanaan Metode Tobat ... 69

1. Waktu Pelaksanaa ... 69

2. Pelaksanaan Metode Tobat dan Materi ... 70

a. Pelaksanaan Metode Tobat ... 70

b. Materi Metode Tobat ... 73

3. Tahap Pelaksanaan Metode Tobat ... 75

a. Tajap Detoxifikas ... 75

b. Tahap Pembinaan Total Mental spiritual ... 76

c. Tahap Peningkatan Materi dalam Hal Ketauhidan Kepada Allah ... 77

d. Tarapi Air Laut ... 78

e. Tahap Bimbingan Lanjut ... 78

B. Analisis Metode Tobat bagi Penanganan Korban Penyalahgunaan NAPZA dalam Pembentukan Kesalehan Individu ... 79

1. Pelaksanaan Metode Tobat bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA dalam Pembentukan Kesalehan Individu ... 79

2. Faktor Penghambat dan Penunjang dalam Penerapan Metode Tobat ... 8

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 84


(5)

viii

B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA ... 87


(6)

ix LAMPIRAN

A. Lampiran 1 : Materi Tobat Bagi Residen ... 91

B. Lampiran 2 : Wirid Al-Hasyr ... 95

C. Lampiran 3 : Daftar Ayat-ayat ... 99

D. Lampiran 4 : Susunan Organisasi ... 106

E. Lampiran 5 : Jadwal Kegiatan ... 107

F. Lampiran 6 : Data Residen ... 108