Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
hidayah Allah.
4
Karena mengingat tak seorang pun yang dapat terhindar dari perbuatan dosa, maka tobat merupakan jalan yang wajib ditempuh oleh setiap
manusia. Di Era Globalisasi ini banyak orang terpukau di dalamnya, karena
mereka menyangka bahwa dengan modernisasi itu serta merta akan membawa mereka kepada kesejahteraan. Akan tetapi mereka lupa bahwa
dibalik modernisasi yang serba gemerlap yang memukau itu ada gejala yang dinamakan the agony of modernization, yaitu dampak sengsara karena
modernisasi.
5
Hal ini dikemukakan oleh Prof. Nugroho Notosusanto pada pidato Dies Natalis Universitas Indonesia 1982 yang berjudul “Mengenali Medan
Pengabdian”. Gejala the agony of modernization merupakan ketegangan psikososial itu dapat disaksikan oleh masyarakat, yaitu semakin
meningkatnya angka-angka kriminalitas yang disertai dengan tindak kejahatan. Dikemukakan oleh para ahli bahwa gejala psikososial di atas,
disebabkan karena semakin modern suatu masyarakat semakin bertambah intensitas dan eksistensi dari berbagai disorganisasi dan disintegrasi sosial di
masyarakat.
6
4
Sudirman Tebba, Meraih Sukses dan Bahagia dengan Istighfar, Banten: Penerbit Pustaka Irvan, 2008, h. 193.
5
Dadang Hawari, Al-Qur`an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, edisi ke-3, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004, h. 2.
6
Ibid., h. 3.
Terjadinya fenomena di atas dalam kehidupan sehari-hari, maka masyarakat luas menjadi mudah terprovokasi melakukan kegiatan-kegiatan
negatif, seperti halnya sekarang banyak orang yang mudah terjerumus kepada gaya hidup hedonis, yaitu kehidupan yang semata-mata memuja kenikmatan
dunia, sehingga mereka mengenal bahkan akrab dengan salah satu barang terlarang yakni NAPZA Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif.
Badan Narkotika Nasional BNN mencatat bahwa, pada tahun 2008 terdapat 3,6 juta orang Indonesia yang mengkonsumsi narkoba. Sekitar 1,355
juta adalah pelajar dan mahasiswa. Di DKI Jakarta terdapat 6.980.700 butir narkoba yang telah dikonsumsi oleh para pemakai, di Yogyakarta yang
jumlahnya mencapai 2.537.000, dan di Maluku 968.900 butir.
7
Dan untuk daerah Jawa Timur kasus penyalahgunaan narkoba pada tahun 2008, di mana tersangka kasus narkoba menyangkut
PNSTNIPolri sebanyak 216 kasus, swasta sebanyak 2.517 kasus, mahasiswa 44 kasus dan pelajar 31 kasus.
8
Berdasarkan jenjang pendidikan, pengguna narkoba yang terbanyak adalah remaja dengan jenjang pendidikan
SMA sebanyak 2.586 kasus, SLTP 555 kasus, SD 85 kasus dan Perguruan Tinggi 61 kasus. Sedangkan di tahun 2009 terdapat 2.048 kasus dengan 2.650
7
Koran Jakarta, “Angka Penyalahgunaan Narkoba di Jakarta”, Artikel ini diakses pada 08 April 2011 dari http:www.koran-jakarta.comberita-detail.php?id=38603.
8
Ibid., “Data Kasus Narkoba”, Artikel ini diakses pada 08 April 2011 dari
http:www.bnpjabar.or.idindex.php?option=com_contentview=articleid=328:data-ungkap- kasus-narkoba-tahun-2009catid=52:hasil-operasiItemid=182.
tersangka. Dan untuk daerah Jawa Barat kasus narkoba pada tahun 2009 mencapai 5.254 kasus.
9
Pada tahun 2009 Badan Narkotika Nasional BNN mencatat pengguna narkoba di Indonesia sekitar 3,2 juta orang, atau sekitar 1,5 persen
dari jumlah penduduk Negeri ini. Dari jumlah tersebut sebanyak 8.000 orang menggunakan narkotika dengan alat bantu berupa jarum suntik, dan 60
terjangkit HIVAIDS, serta sekitar 15.000 orang meninggal setiap tahunnya karena menggunakan NAPZA Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif.
10
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hawari pada tahun 1990 telah dapat dibuktikan bahwa sebenarnya seorang pecandu NAPZA adalah
seorang yang mengalami gangguan kejiwaan, orang yang sakit, atau seorang pasien yang memerlukan pertolongan terapi serta rehabilitasi, bukannya
hukum. Adapun perbuatan penyalahgunaanketergantungan NAPZA dengan segala dampaknya itu kriminalitas dan perilaku anti sosial lainnya adalah
merupakan perkembangan lanjut dari gangguan kejiwaan. Oleh karena itu seharusnya penanganan terhadap mereka yang mengidap ketergantungan
NAPZA adalah rehabilitasi.
11
9
BPS, “Data Kasus Narkoba”, Artikel ini diakses pada 08 April 2011 dari http:www.bnpjabar.or.idindex.php?option=com_contentview=articleid=328:data-ungkap-
kasus-narkoba-tahun-2009catid=52:hasil-operasiItemid=182.
10
Vera Farah Bararah, “Banyak Orang yang Memakai Narkoba.” Artikel ini diakses pada 12 Februari 2011 dari http:health.detik.comread20090713103136116381076336-juta-
orang-indonesia-pakai-narkoba-di- 2008?ld991107763.
11
Dadang Hawari, Psikiater, Al-Qur`an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, edisi ke-3, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa,2004, h. 15.
Untuk dapat menanggulangi permasalahan ini, maka kita harus peka untuk berupaya menyembuhkan dan menanggulangi para korban pecandu
NAPZA. Salah satu caranya yaitu dengan mendirikan tempat rehabilitasi, yang di dalamnya terdapat terapi psikoreligius untuk memulihkan kesehatan
baik fisik maupun mental bagi mereka yang menyalahgunakan NAPZA. Salah satu jalannya adalah adanya konsep pertobatan dalam
menangani pecandu NAPZA, untuk memperbaiki akidah dan meningkatkan keimanan serta tauhid kepada Allah, sehingga seseorang dapat mengetahui
dan memahami dosa, kesalahan, dan kelalaiannya yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama.
Dalam buku Al-Qur`an; Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, Dadang Hawari menyatakan bahwa pendekatan psikoreligius sangat penting
bagi upaya pencegahan, pengobatan, dan pemulihan. Karena ada kaitannya antara peran agama dengan penangulangan NAZA, Hawari telah menemukan
sistem terpadu yaitu integrasi antara terapi medik, psikologik, dan agama, dengan filosofi berobat dan bertobat. Dengan metode ini angka rawat inap
dapat ditekan dari 43,9 menjadi 12,21. Kaitannya dengan ketaatan beribadah maka penderita NAZA yang telah menjalani terapi dengan metode
berobat dan bertobat, bila penderita rajin menjalankan ibadah maka resiko kekambuhan hanya 6,83. Sedangkan yang bersangkutan tidak menjalankan
ibadah sama sekali resiko kambuh 71,67.
12
12
Dadang Hawari, Al-Qur`an; Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, edisi ke-3, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004, h. 290.
Dari pernyataan di atas, menggambarkan bahwa pentingnya psikoreligius untuk penanganan korban penyalahgunaan NAPZA. Adapun
salah satu tempat rehabilitasi yang menggunakan psikoreligius adalah Yayasan Pesantren Nurul Jannah.
Yayasan ini merupakan salah satu tempat rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA yang terletak di Kawasan Kebon Kopi, No.65 RT.
0306, Desa Karang Asih, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat. Yayasan ini menggunakan
metode tobat
dalam upaya
penyembuhan korban
penyalahgunaan NAPZA, baik secara jasmani maupun rohani,
13
dan menyembuhkan akhlak pribadi.
Sesuai dengan Visi Yayasan yang menyatakan bahwa melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, dalam rangka mewujudkan masyarakat
Indonesia bebas dari pengaruh penyalahgunaan NAPZA narkoba dan mengupayakan penanggulangan dan pencegahan HIVAIDS
menuju masyarakat yang sehat dan berkualitas, yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa.
14
Dari pernyataan di atas, penulis melihat bahwa yang menjadi tujuan utama dari Yayasan ini adalah membentuk keimanan dan ketaqwaan
kesalehan individu para pengguna NAPZA. Sehingga mereka dapat menata kembali kehidupannya.
Penulis meneliti di Yayasan Pesantren Nurul Jannah adalah karena upaya penanganan korban penyalahgunaan NAPZA, yaitu dengan
suatu metode tobat. Hingga kaitannya antara tobat dengan korban NAPZA
13
Sehat jasmani adalah sehat jiwa, sehat rohani adalah orang yang tidak sakit karena selalu berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan Hadits.
14
Dokumentasi Profil Sejarah Yayasan Pesantren Nurul Jannah 2009, h. 2.
adalah memohon ampunan dan kesembuhan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas penulis merasa tertantang
untuk meneliti metode tobat bagi para penyalahguna NAPZA dengan memberi judul:
“METODE TOBAT UNTUK PENANGANAN KORBAN NAPZA DALAM PEMBENTUKAN KESALEHAN INDIVIDU DI
YAYASAN PESANTREN NURUL JANNAH KEBON KOPI CIKARANG UTARA”
Adapun penting dan menariknya dari penelitian ini adalah metode yang digunakan dalam penanganan korban penyalahgunaan NAPZA yaitu
dengan metode tobat, sehingga membuat kita yang mengetahuinya menjadi penasaran. Bagaimana metode tersebut dapat diterapkan pada korban
penyalahgunaan NAPZA. Karena yang kita ketahui bahwa melaksanakan tobat itu sendiri harus berdasarkan atas keinginan atau kemauan hati kita, dan
tanpa adanya hidayah Allah seseorang tidak akan tobat.