Model Ekonomi Rumahtangga TINJAUAN PUSTAKA

15 sebagai organisasi terdiri dari rumahtangga itu sendiri, anggota keluarga dan usahatani. Penelitian mengenai rumahtangga pada umumnya memberikan pengertian yang sama mengenai konsep rumahtangga.

2.2. Model Ekonomi Rumahtangga

Perilaku ekonomi rumahtangga petani dapat dilihat dari segi pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan pada rumahtangga petani dapat didasarkan pada peran rumahtangga dalam mengambil keputusan ekonomi. Terdapat dua peran rumahtangga dalam pengambilan keputusan ekonomi yaitu peran tunggal dan ganda. Pada model rumahtangga berperan tunggal, rumahtangga hanya sebagai produsen atau konsumen saja. Dalam teori ekonomi, terdapat dua permasalahan yang menjadi perhatian yaitu masalah produsen dalam mengambil keputusan produksi dan masalah konsumen dalam mengambil keputusan konsumsi Henderson dan Quandt, 1980; Beattie dan Taylor, 1985; Debertin, 1986; Chambers, 1988. Pada umumnya kedua permasalahan tersebut dianalisis secara terpisah melalui perilaku produsen saja atau konsumen saja. Analisis tersebut dilakukan untuk menyederhanakan fenomena yang terdapat di lapangan. Sedangkan pada model rumahtangga berperan ganda, pengambilan keputusan produksi dan konsumsi dilakukan sebagai satu kesatuan oleh rumahtangga dan dianalisis secara terintegrasi. Dalam model rumahtangga berperan ganda ini, rumahtangga petani bertindak baik sebagai produsen dan konsumen. Model rumahtangga berperan ganda lebih realistis karena realitanya rumahtangga petani di negara-negara berkembang pada umumnya merupakan produsen sekaligus konsumen Nakajima, 1986; Sawit, 1993; Singh et al., 1986. 16 Model ekonomi pengambilan keputusan rumahtangga pertama kali dikemukakan oleh Chayanov Ellis, 1988 dengan teori maksimisasi utilitas rumahtangga. Teori tersebut memfokuskan pada pengambilan keputusan rumahtangga yang berkenaan dengan jumlah tenaga kerja keluarga yang menjalankan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dengan menggunakan asumsi waktu kerja dan santai leisure. Dari model rumahtangga tersebut, kemudian Becker 1976 mengembangkan dengan menggunakan asumsi bahwa alokasi waktu rumahtangga terdiri dari waktu kerja di rumah, kerja upahan dan santai. Dengan perkembangan waktu, model ekonomi rumahtangga dikembangkan oleh Barnum dan Squire Ellis, 1988 yang mana rumahtangga mempunyai kebebasan untuk menyewa tenaga kerja dari luar keluarga sedangkan tenaga kerja dalam keluarga juga dapat bekerja di luar dengan memperoleh tingkat upah tertentu. Selanjutnya model rumahtangga petani Low Ellis, 1988 mengkombinasikan beberapa model tersebut di atas dengan memberikan penekanan diantaranya pada pasar tenaga kerja, yang mana tingkat upah bervariasi berdasarkan kategori jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini mengimplikasikan perbedaan anggota rumahtangga mempunyai perbedaan potensial untuk penerimaan upah. Selain hal tersebut juga ada penekanan pada perbedaan harga pangan di tingkat rumahtangga petani dengan tingkat pengecer. Sedangkan Nakajima 1986 mengembangkan teori rumahtangga petani dengan berbagai perilaku rumahtangga yang mengkombinasikan curahan tenaga kerja keluarga dengan konsumsi produk yang dihasilkan. Adapun alternatif curahan tenaga kerja yaitu a tidak semua tenaga kerja keluarga tercurah untuk 17 usahatani, b semua tenaga kerja keluarga tercurah pada usahatani tanpa menyewa tenaga kerja, dan c semua tenaga kerja keluarga tercurah dan menyewa tenaga kerja. Sedangkan alternatif konsumsi produk mencakup usahatani komersial murni, usahatani komersial dengan sebagian produk dikonsumsi, usahatani subsisten dan usahatani dengan pembelian sebagian untuk konsumsi rumahtangga. Selanjutnya Singh et al. 1986 mengembangkan model rumahtangga pertanian agricultural household model khususnya dalam perilaku rumahtangga pertanian. Rumahtangga diasumsikan memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan tunai, waktu dan teknologi produksi. Dengan menurunkan keseimbangan pada rumahtangga dapat diperoleh fungsi penawaran output, permintaan input dan permintaan komoditas, termasuk leisure. Penawaran output dan permintaan input merupakan fungsi dari harga input, harga output dan karakterisitik usahatani termasuk input tetap. Sedangkan permintaan komoditas merupakan fungsi dari harga komoditas, full income dan karakterisitk rumahtangga. Keputusan produksi sangat mempengaruhi keputusan konsumsi. Model rumahtangga pertanian tersebut selanjutnya dikembangkan secara empiris dengan menganalisis keterkaitan antara keputusan produksi dan konsumsi dengan mengestimasi penawaran dan permintaan komoditas serta permintaan input Singh et al., 1986. Leisure merupakan salah satu produk yang dikonsumsi selain komoditas pertanian dan non pertanian. Dari hasil kajian tersebut terdapat perbedaan bahwa elastisitas harga sendiri terhadap konsumsi barang pertanian bernilai positif di Malaysia dan bernilai negatif di Jepang dan Thailand. Pada umumnya model rumahtangga petani yang sudah dilakukan tersebut masih berfokus pada satu komoditas yang dihasilkan. Oleh karena itu Singh dan 18 Subramanian 1986 dalam Singh et al.1986 dan Sawit 1993 mengembangkan model rumahtangga dengan mengkaji multicrop pada rumahtangga petani. Selain multicrop, Sawit 1993, Leones dan Feldman 1998 juga mengembangkan model dengan mempertimbangkan multiemployment yang diukur dari pendapatan yang berasal dari pertanian, non pertanian maupun non aktivitas seperti kiriman uang dan penyewaan aset. Dalam analisis kebijakan pada model ekonomi rumahtangga, Taylor dan Adelman 2003 mengkaji pengaruh kebijakan penurunan harga dasar barang pokok dan transfer pendapatan terhadap produksi dan pendapatan rumahtangga. Penurunan harga dasar barang pokok menyebabkan penurunan output barang pokok, permintaan tenaga kerja, pendapatan rumahtangga, permintaan konsumsi cash crop, market good dan leisure dan market surplus barang pokok. Sedangkan adanya transfer pendapatan menyebabkan adanya peningkatan pada indikator tersebut di atas kecuali market surplus dan cash crop. Dari segi metoda, model ekonomi rumahtangga selanjutnya telah dikembangkan dengan menggunakan persamaan simultan seperti yang dilakukan oleh Pradhan dan Quilkey 1985, dengan mengkaitkan adopsi teknologi dengan keputusan produksi, konsumsi dan penggunaan input serta dilakukan simulasi terhadap skenario kebijakan. Metoda tersebut selanjutnya digunakan oleh Basit 1996, Hardono 2002, Kusnadi 2005, Asmarantaka 2007 dan Bakir 2007. Sedangkan Hendratno 2006 dan Sawit 1993 menganalisis rumahtangga petani tetapi tidak menggunakan persamaan simultan. Selanjutnya Fabella 1986 menyatakan terdapat ketergantungan antara keputusan produksi dan konsumsi. Menurut Sadoulet et al. 1996 kedua 19 keputusan terkait melalui tingkat pendapatan yang dicapai dalam produksi. Apabila solusi blok produksi dapat ditentukan sebelum solusi blok konsumsi maka dinamakan blok recursive system. Dalam recursive system, keputusan konsumsi tidak memberikan pengaruh balik feed back terhadap keputusan produksi, atau keputusan produksi terpisah independent dari keputusan konsumsi. Konsep recursive identik dengan konsep model separable seperti yang dikemukakan oleh Wik et al. 1998 bahwa pada model separable semua harga adalah exogenous dan keputusan produksi bebas dari keputusan konsumsi. Sementara itu Lofgren dan Robinson 1999 mengembangkan model rumahtangga non separable dengan biaya transaksi sebagai endogenous dan menggunakan Computable General Equilibrium CGE. Keputusan produksi dan konsumsi pada rumahtangga petani bersifat non separable mengindikasikan ketidaksempurnaan pasar, sedangkan harga ditentukan secara endogenous oleh interaksi permintaan dan penawaran. Sementara itu perilaku dari rumahtangga antar waktu intertemporal telah dikaji oleh Mazzocco 2001.

2.3. Konsep Risiko Produksi dan Harga Produk