128
tersebut dikarenakan PPL tidak mengelola usahatani secara langsung sehingga pengalaman praktek dianggap kurang. Sedangkan petani langsung mengelola
usahataninya, sehingga dalam menghadapi permasalahan mengenai usahatani petani relatif lebih mampu dikarenakan pengalaman yang lebih banyak selama
mengelola usahatani. Disamping itu juga dengan didukung melalui SLPHT. Dalam kaitannya dengan kegiatan SLPHT, sekitar 14,7 persen rumahtangga petani
sayuran sampel pernah mengikuti kegiatan SLPHT dengan materi yang diperoleh tentang teknik budidaya sayuran dan pengendalian HPT dengan aplikasi 5 lima
tepat yaitu tepat waktu, tepat dosis, tepat arah, tepat penelitian dan tepat pemakaikeamanan.
5.3.3. Risiko Harga yang Dihadapi Rumahtangga Petani
Selain risiko dalam kegiatan produksi, rumahtangga petani sayuran sampel juga menghadapi risiko harga dari produk yang dihasilkan. Risiko harga yang
dihadapi rumahtangga petani sayuran sampel ditunjukkan oleh adanya fluktuasi harga produk yang diterima rumahtangga petani sayuran sampel. Fluktuasi harga
produk mengindikasikan adanya harga tertinggi, harga terendah dan harga normal yang pernah diterima rumahtangga petani sayuran sampel selama mengusahakan
dan menjual hasil produknya. Yang dimaksud dengan harga tertinggi yaitu harga yang paling tinggi yang
pernah diterima rumahtangga petani sayuran sampel selama mengusahakan dan menjual hasil produknya. Sebaliknya yang dimaksud dengan harga terendah yaitu
harga yang paling rendah yang diterima rumahtangga petani sayuran sampel selama mengusahakan dan menjual hasil produknya. Adapun harga normal yaitu
129
harga yang sering diterima rumahtangga petani sayuran sampel selama mengusahakan dan menjual hasil produknya.
Rata-rata rumahtangga petani sayuran sampel melakukan penjualan hasil panen produksi sayuran yang dihasilkan melalui lembaga pemasaran seperti
pedagang pengumpul bandar, Usaha Dagang distributor sayuran atau langsung ke pasar induk seperti pasar Induk Kramat Jati Jakarta IKJ, pasar Tanah Tinggi
Tangerang, pasar Caringin Bandung atau pasar Lembang. Pada umumnya rumahtangga petani sayuran sampel hanya menjalin hubungan dengan satu
lembaga pemasaran. Sebagian besar rumahtangga petani sayuran sampel menjual hasil produknya kepada pedagang pengumpul bandar. Hanya sebagian kecil
rumahtangga petani sayuran sampel yang menjual ke usaha dagang distributor sayuran yang terdapat di wilayah Kecamatan Pangalengan, atau yang menjual
langsung ke pasar. Khusus penjualan langsung ke pasar, hanya dilakukan oleh 13 rumahtangga petani sayuran sampel 9.1 yang sekaligus mempunyai peran
sebagai pedagang pengumpul bandar. Dalam kaitannya dengan harga sayuran, menunjukkan bahwa harga
sayuran secara umum yang berlaku di pasar Kecamatan Pangalengan pada umumnya didasarkan pada harga di pasar Induk Kramat Jati Jakarta IKJ.
Dengan demikian harga yang berlaku di pasar Induk Kramat Jati Jakarta menjadi harga acuan bagi pedagang pengumpul bandar di wilayah Kecamatan
Pangalengan. Pasokan sayuran ke Pasar Induk Kramat Jati Jakarta pada umumnya berasal dari sentra-sentra produksi sayuran seperti Jawa Barat Pangalengan
Bandung, Garut dan Kuningan, Medan Brastagi, Jawa Tengah Dieng Ambarawa dan Jawa Timur Malang.
130
Dilihat dari perkembangan harga produk sayuran di pasar, pada umumnya rumahtangga petani sayuran sampel menyatakan bahwa perubahan harga sayuran
relatif labil dengan adanya perubahan atau fluktuasi setiap hari. Terkait dengan adanya perubahan harga produk sayuran menunjukkan bahwa dalam hubungannya
dengan peningkatan harga relatif lambat sementara itu dalam hal penurunan harga relatif cepat. Rumahtangga petani sayuran sampel menyadari bahwa perubahan
harga produk sayuran sangat tergantung kondisi pasar yang diindikasikan oleh jumlah pasokan dan jumlah permintaan sayuran di pasar.
Adapun akses terhadap informasi harga sayuran di pasar, baik di pasar Induk Kramat Jati Jakarta, pasar Caringin Bandung dan pasar Lembang, dapat
diakses dengan mudah baik oleh pedagang pengumpul maupun rumahtangga petani sayuran sampel. Hal tersebut sangat berhubungan dengan peran dari alat
telekomunikasi yang mana hampir semua pedagang pengumpul dan sebagian besar rumahtangga petani sampel mempunyai alat komunikasi seperti telpon
seluler hand phone. Dilihat dari pengguna alat telekomunikasi pada rumahtangga petani sampel menunjukkan bahwa rumahtangga petani sayuran
lebih dinamis dalam mencari informasi tentang harga. Sepengetahuan penulis, hal tersebut menunjukkan rumahtangga petani sayuran relatif lebih berkembang
dibandingkan rumahtangga petani tanaman padi. Informasi harga yang diperoleh pedagang pengumpul tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menentukan
harga di tingkat rumahtangga petani. Sedangkan bagi rumahtangga petani yang memiliki informasi harga dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan
penjualan produk. Bagi rumahtangga petani yang tidak memiliki telpon seluler
131
memperoleh informasi dari rumahtangga petani yang baru menjual hasil produknya.
Pada komoditas kentang dan kubis, harga yang pernah diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel dan peluang terjadinya harga dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata Harga Kentang dan Kubis serta Peluang yang Diperoleh Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di
Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 20052006
Uraian Lahan Sempit
≤ 0.50 ha Lahan Sedang
0.51–1.0 ha Lahan Luas
1.0 ha Rata
rata SD Rata
rata SD Rata
rata SD
Harga tinggi Rpkg Kentang
3176 305
3265 339
3294 419
Kubis 1814
396 1572
425 1760
412 Harga rendah Rpkg
Kentang 1320
376 1502
310 1538
283 Kubis
583 192
521 221
466 200
Harga Normal Rpkg Kentang
2454 145
2429 161
2476 133
Kubis 1059
192 945
222 971
264 Peluang tinggi
Kentang 0.29 0.11 0.25 0.12 0.25 0.12
Kubis 0.18
0.08 0.20 0.1 0.17 0.07
Peluang rendah Kentang 0.14
0.06 0.15 0.06 0.15 0.06 Kubis
0.17 0.07 0.20 0.1
0.17 0.07 Peluang Normal
Kentang 0.57 0.11 0.60 0.12 0.60 0.14
Kubis 0.65
0.15 0.60 0.20 0.66 0.14 Ekspektasi harga
Kentang 2510
123 2481
150 2512
111 Kubis
1109 187
991 214
1009 233
Keterangan : SD : Simpangan Baku Standard Deviation
Rata-rata harga kentang yang sering diterima harga normal oleh rumahtangga petani sampel sebesar Rp 2 456kg. Sedangkan rata-rata harga
132
kentang tertinggi yang pernah diterima rumahtangga petani sayuran sampel sebesar Rp 3 236kg dan harga kentang paling rendah yang pernah diterima
rumahtangga petani sayuran sampel rata-rata sebesar Rp 1 435kg. Pada kubis, harga tertinggi yang diperoleh rumahtangga petani sayuran
sampel sebesar Rp 1 739kg sedangkan harga terendah mencapai Rp 530kg. Pada rumahtangga petani sayuran lahan luas ternyata rata-rata memperoleh harga
kentang tertinggi, terendah dan normal lebih tinggi dibandingkan harga yang diterima rumahtangga petani sayuran sampel lahan sempit dan sedang. Hal itu
dikarenakan rumahtangga petani sayuran sampel lahan luas mempunyai banyak kesempatan untuk mengatur pola tanam sehingga setiap waktu dapat panen dan
harga tertinggi yang diperoleh lebih tinggi daripada rumahtangga petani sayuran sampel skala usaha lainnya. Namun demikian untuk harga kubis ternyata
rumahtangga petani sayuran sampel lahan sempit yang memperoleh harga kubis lebih tinggi dibandingkan rumahtangga petani sayuran lahan sedang dan luas.
Secara umum banyak faktor yang menjadi penyebab rumahtangga petani sampel dapat memperoleh harga kentang dan kubis tertinggi. Rumahtangga
petani sampel dapat memperoleh harga tertinggi dikarenakan pasokan produk kentang dan kubis di pasar secara umum lebih sedikit dibandingkan
permintaannya. Salah satu diantaranya yang menyebabkan pasokan kentang dan kubis lebih sedikit karena pada saat itu banyak rumahtangga petani yang belum
waktunya untuk memanen hasil produknya baik rumahtangga petani yang berada di wilayah Kecamatan Pangalengan maupun yang berada di sentra-sentra sayuran
di Indonesia seperti Brastagi Medan, Dieng Jawa Tengah, Garut Jawa Barat dan lainnya. Di sisi lain permintaan masyarakat terhadap produk mengalami
133
peningkatan khususnya pada saat hari besar seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, hari Natal, Tahun Baru, bulan puasa dan hari besar lainnya.
Adapun beberapa penyebab rumahtangga petani sayuran sampel memperoleh harga terendah dikarenakan pasokan barang di pasar berlimpah
karena terjadi panen raya di wilayah sentra - sentra sayuran. Berlimpahnya pasokan sayuran khususnya kentang dan kubis, dikarenakan pengusahaan kentang
dan kubis yang diusahakan rumahtangga petani sayuran sampel pada saat musim hujan telah menghasilkan produktivitas kentang dan kubis lebih besar
dibandingkan pada saat musim kemarau. Kondisi tersebut yang menyebabkan harga kentang dan kubis rendah.
Selanjutnya dilihat dari peluang rumahtangga petani sayuran sampel untuk memperoleh harga kentang dan kubis menunjukkan bahwa rata-rata peluang
rumahtangga petani sayuran sampel memperoleh harga kentang dan kubis tertinggi masing-masing sebesar 0.26 26 dan 0.18 18 sedangkan peluang
memperoleh harga terendah masing- masing sebesar 0.14 14 dan 0.18 18 dan peluang memperoleh harga normal masing-masing sebesar 0.6 60 dan
0.64 64 . Pada umumnya harga tertinggi dan terendah relatif jarang dialami rumahtangga petani sayuran sampel, sementara peluang normal relatif sering
dialami rumahtangga petani sayuran sampel. Dengan diketahui harga tertinggi, terendah dan normal serta peluang
masing-masing maka dapat diketahui rata – rata ekspektasi expected harga kentang dan kubis pada rumahtangga petani sampel masing-masing sebesar Rp 2
503kg dan Rp 1 048kg. Sesuai dengan penjelasan dari rumahtangga petani sayuran sampel bahwa khusus untuk harga kentang yang diharapkan dapat
134
diperoleh rata-rata sekitar Rp 2 500kg, hal ini dikarenakan sangat berhubungan dengan kondisi impas usahataninya break event point.
Dalam hubungannya dengan keputusan menanam suatu komoditas sayuran, beberapa faktor yang menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran
sampel diantaranya adalah harga produk, ketersediaan modal dan pola tanam. Harga produk dapat menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran untuk
menanam komoditas tertentu. Pada umumnya harga pada musim sebelumnya yang dapat menjadi salah satu indikator rumahtangga petani sayuran sampel
dalam melakukan keputusan menanam komoditas tersebut. Jika harga panen periode sebelumnya relatif tinggi maka rumahtangga petani sayuran sampel ada
keinginan untuk menambah luas lahan dengan menyewa lahan, sedangkan kalau harga rendah kemungkinan luas areal akan dikurangi. Meskipun demikian
keputusan rumahtangga petani sayuran sampel dalam menanam kentang atau kubis pada musim berikutnya tidak selalu didasarkan pada harga kentang atau
kubis musim sebelumnya. Hal itu dikarenakan pada musim berikutnya harga kentang tidak selalu tinggi seperti yang diharapkan saat tertentu.
Selanjutnya mengenai ketersediaan modal yang dimiliki rumahtangga petani sayuran juga dapat mempengaruhi keputusan menanam. Seperti misalnya
pengusahaan kentang dirasakan oleh rumahtangga petani sayuran sampel membutuhkan dana yang relatif besar dibandingkan komoditas lainnya karena
terkait dengan biaya pembelian bibit kentang. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, harga bibit kentang per kilogram selalu lebih besar dari harga produk
kentang per kilogram. Dengan kendala anggaran maka pada umumnya
135
rumahtangga petani sayuran sampel yang mengusahakan kentang akan menggunakan bibit kentang dari hasil panen sebelumnya.
Selain harga dan ketersediaan modal, pola tanam yang sudah direncanakan akan menjadi pertimbangan rumahtangga petani sayuran sampel dalam menanam
komoditas. Seperti yang sudah dijelaskan bagian terdahulu pola tanam yang dominan diusahakan rumahtangga petani sayuran sampel yaitu kentang - kubis –
kentang atau kubis – kentang - kubis. Menghadapi adanya risiko produksi maupun risiko harga produk
menunjukkan bahwa salah satu tindakan yang telah dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel yaitu dengan melakukan diversifikasi cabang usahatani pada lahan
yang dikuasai. Diversifikasi dalam kegiatan usahatani dapat diartikan dalam dua hal yaitu pertama, menanam beberapa komoditas yang berbeda secara
tumpangsari intercropping pada setiap lahan yang sama dan pengertian kedua, menanam beberapa komoditas yang berbeda secara monokultur pada waktu yang
sama di lahan yang berbeda. Beberapa pertimbangan bagi rumahtangga petani sayuran sampel dalam
melakukan diversifikasi cabang usahatani diantaranya yaitu untuk mengurangi adanya risiko yang mungkin dihadapi oleh rumahtangga petani sampel bila
dibandingkan dengan menanam komoditas tunggal. Hal tersebut dimaksudkan, jika produksi atau harga komoditas tertentu yang diusahakan rumahtangga petani
sampel ternyata rendah maka rumahtangga petani sampel masih memiliki komoditas lain yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan usahatani.
Demikian halnya dengan pola tanam tumpangsari maka dapat dipanen minimal dua komoditas dalam satu lahan. Tanaman yang diusahakan secara tumpangsari
136
sebaiknya tidak saling menganggu dan umur panen tanaman tidak sama sehingga pendapatan dari satu tanaman dapat digunakan untuk menambah modal dalam
meneruskan proses produksi pada komoditas lain yang dikelola. Alasan lain rumahtangga petani sayuran sampel melakukan diversifikasi terkait dengan fungsi
lahan yaitu lebih produktif karena ada dua atau lebih komoditas yang diusahakan. Selain itu dengan pengusahaan secara tumpangsari maka pendapatan yang
diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel dapat berlangsung secara kontinyu. Pertimbangan lain dilakukan diversifikasi diantaranya jika rumahtangga petani
sayuran sampel menyewa lahan dengan harga mahal maka dengan tumpangsari ada tunjangan dari komoditas lainnya, selain itu juga dapat menekan biaya
khususnya jika harga obat-obatan tinggi.
5.4 . Karakteristik Petani dan Anggota Keluarga