Strategi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga produk

254

6.4. Strategi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga produk

Akibat adanya risiko produksi dan harga produk mempengaruhi perilaku rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Berbagai alternatif dalam mengurangi risiko produksi dan harga produk telah dilakukan rumahtangga petani sayuran baik yang menyangkut aktivitas internal maupun eksternal. Aktivitas internal yang dilakukan rumahtangga petani dalam mengatasi risiko produksi dan harga produk dengan melakukan diversifikasi tanaman. Diversifikasi tanaman yang lebih banyak dilakukan rumahtangga petani yaitu dengan menanam beberapa komoditas sayuran pada lahan yang berbeda. Hal ini dilakukan karena pengelolaan usahatani kentang dan kubis pada umumnya dilakukan secara monokultur. Rata-rata rumahtangga petani memiliki lebih dari satu persil sehingga diversifikasi dapat dilakukan. Untuk mengatasi masalah yang bersifat teknis seperti cuaca pada musim kemarau, hanya sekitar delapan persen rumahtangga petani mengatasi dengan penggunaan teknik pengairan sprinkle. Adapun untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tananaman, 100 persen rumahtangga petani sayuran sampel sudah mengaplikasikan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Namun demikian bagi rumahtangga petani lahan sempit, modal menjadi kendala dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hal ini dikarenakan aplikasi obat- obatan pada tanaman sayuran seperti kentang mencapai 18 kali dalam setiap musim sehingga membutuhkan modal yang relatif besar. Selanjutnya dalam mengatasi risiko produksi dan harga produk, aktivitas eksternal yang dilakukan rumahtangga petani diantaranya melalui berbagai bentuk 255 kelembagaan kerjasama. Salah satu bentuk kelembagaan modern yang dapat menjadi alternatif dalam mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk yang dihadapi rumahtangga petani sayuran diantaranya melalui bentuk kerjasama contract farming Daryanto, 2006. Secara konsep, contract farming merupakan bentuk kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah besar yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang bermitra. Namun demikian dengan adanya contract farming akan menimbulkan adanya moral hazard, asymmetric information dan imperfect market. Bentuk contract farming akan menguntungkan selama kesepakatan yang sudah dibuat kedua belah pihak dapat dipatuhi dan didukung dengan kepercayaan diantara kedua belah pihak. Terdapat beberapa bentuk pola contract farming yang spesifik terjadi di Kecamatan Pangalengan yaitu contract farming antara rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan pengolahan PT Indofood, rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang, seperti distributor sayuran, dan rumahtangga petani sayuran dengan pedagang pengumpul atau bandar. Selain bentuk contract farming tersebut, terdapat alternatif lain dalam mengatasi risiko yaitu dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil dilakukan antara pihak penyewa lahan dengan pemilik lahan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa bentuk contract farming dan sistem bagi hasil sebagai alternatif untuk mengatasi risiko produksi dan risiko harga produk yang terdapat di Kecamatan Pangelengan. a. Contract farming rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan pengolahan PT Indofood Salah satu alternatif yang dapat mengurangi risiko produksi dan harga produk yang dihadapi rumahtangga petani sayuran diantaranya dengan melakukan 256 contract farming dengan PT Indofood sebagai perusahaan pengolahan makanan. PT Indofood telah melakukan kerjasama dengan rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan sejak tahun 1994. Kerjasama yang dilakukan diantara kedua pelaku bisnis tersebut yaitu budidaya dan pemasaran kentang. Budidaya dan pemasaran kentang menjadi hal yang sangat penting bagi rumahtangga petani sayuran. Hal tersebut sangat berkaitan dengan adanya risiko produksi dan harga produk kentang yang sering dihadapi rumahtangga petani dalam mengusahakan komoditas kentang. Komoditas kentang menjadi pilihan dalam kerjasama PT Indofood dengan pertimbangan bahwa PT Indofood merupakan salah satu perusahaan pengolahan makanan yang berbahan baku dari kentang seperti berbagai macam produk olahan keripik kentang. Sementara itu kerjasama tersebut dilakukan dengan rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pangalengan merupakan wilayah sentra produksi kentang yang mana budidaya kentang dominan diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan. Dalam contract farming tersebut, tidak semua rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan dapat melakukan kerjasama dengan PT Indofood. Hal ini disebabkan PT Indofood mempunyai kapasitas pengolahan yang terbatas sehingga hanya 100 hektar yang dapat dilakukan kerjasama dengan rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan. Sementara itu di Kecamatan Pangalengan pada tahun 2005 terdapat sekitar 9 778 hektar tanaman kentang Koordinator Penyuluh Pertanian, 2006. Terbatasnya kapasitas PT Indofood sebagai perusahaan pengolahan makanan yang berbahan baku kentang varietas 257 atlantik, maka rumahtangga petani sayuran yang tidak kerjasama dengan PT Indofood mengusahakan budidaya kentang varietas granula. Kentang varietas granula lebih disukai konsumen langsung seperti rumahtangga dengan harga lebih rendah dibanding kentang varietas atlantik. Kesepakatan awal dalam contract farming antara rumahtangga petani sayuran dengan PT Indofood adalah semua varietas kentang, baik varietas atlantik maupun granula, dapat diterima oleh PT Indofood. Namun demikian dari penjelasan rumahtangga petani sayuran sampel peserta contract farming dengan PT Indofood menyatakan bahwa saat ini hanya kentang varietas atlantik yang dapat diterima oleh PT Indofood sedangkan kentang varietas granula tidak dapat diterima lagi. Dalam sistem contract farming tersebut, PT Indofood yang melakukan pengadaan benih kentang, yang selanjutnya didistribusikan kepada rumahtangga petani. Pengadaan benih kentang yang dilakukan oleh PT Indofood bertujuan agar perusahaan dapat mengontrol kualitas benih kentang yang digunakan oleh rumatangga petani, sehingga produksi kentang yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus dan kuantitas sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga PT Indofood menyediakan sarana produksi benih dengan pertimbangan bahwa harga benih kentang dapat dikatakan sangat mahal sekitar Rp 17 500kg – Rp19 000kg. Dengan demikian pihak PT Indofood menyediakan benih kentang bagi rumahtangga petani mitra. Hal tersebut menjadi kelebihan dalam contract farming antara rumahtangga petani sayuran kentang dengan PT Indofood. Namun demikian dengan sistem pengadaan benih tersebut, rumahtangga petani bersifat menunggu pendistribusian benih kentang dari PT Indofood, 258 sementara lahan yang sudah siap untuk ditanami masih harus menunggu pendistribusian benih dari PT Indofood. Hal tersebut terjadi karena PT Indofood juga menunggu pengiriman benih kentang varietas atlantik yang berasal dari impor. Pada umumnya kentang varietas atlantik yang didistribusikan kepada rumahtangga petani dimpor dari negara Canada, Australia dan Scotlandia. Proses pengadaan benih impor tidak selalu tepat waktu sesuai jadwal. Dengan kejadian tersebut akan menganggu jadwal kegiatan budidaya kentang yang sudah direncanakan. Jadwal pelaksanaan penanaman dan panen kentang diatur oleh pihak PT Indofood dan pada umumnya penanaman tidak dilakukan secara serentak tetapi bertahap. Pada umumnya setiap tahap penanaman kentang periode berikutnya berbeda waktu sekitar dua minggu sampai satu bulan dari penanaman sebelumnya. Penanaman secara bertahap tersebut dimaksudkan agar pada saat panen kentang dapat dilakukan secara kontinyu setiap dua minggu sampai satu bulan. Dari penjelasan rumahtangga petani sayuran sampel yang menjadi mitra PT Indofood menyatakan bahwa luas lahan untuk penanaman kentang pada setiap tahapnya dilakukan untuk satu 1 hektar lahan kentang. Dalam pelaksanaan budidaya kentang, rumahtangga petani mitra mendapatkan bimbingan dan pengawasan dari tenaga ahli pihak PT Indofood, dan seringkali perusahaan mendatangkan tenaga ahli langsung dari negara eksportir benih kentang. Tenaga ahli tersebut untuk mengontrol kegiatan budidaya kentang yang dilakukan rumahtangga petani mitra. Selain bimbingan tentang budidaya, rumahtangga petani juga memperoleh pengetahuan mengenai teknologi pengairan seperti teknik penggunaan sprinkle. Salah satu pertimbangan dalam penerapan 259 teknologi pengairan dikarenakan komoditas kentang sangat rentan terhadap kekeringan. Sementara itu di wilayah Kecamatan Pangalengan yang mengandalkan pengairan dari air sungai ternyata memiliki debit air yang sangat terbatas sehingga tidak semua lahan yang diusahakan dapat terairi. Oleh karena itu untuk mencukupi pengairan dapat dilakukan dengan menggunakan sprinkle yang dipasang pada pusat-pusat sumber air pada lahan yang ditanami kentang sehingga semua tanaman kentang mendapat pengairan yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Kentang yang dihasilkan rumahtangga petani seluruhnya harus dijual kepada PT Indofood. Hal itu menjadi kewajiban rumahtangga petani sebagai mitra PT Indofood. Sampai sejauh ini tidak ada rumahtangga petani yang menjual hasil panen kentang atlantik kepada pihak lain apalagi di pasar tradisional. Peluang untuk melakukan hal tersebut sangat kecil karena konsumen kentang atlantik sangat terbatas hanya untuk konsumen industri. Masih ada manfaat lain yang dinikmati rumahtangga petani selain pengadaan sarana produksi benih, bimbingan budidaya kentang dan pengetahuan teknologi. Dengan melakukan contract farming dengan PT Indofood, rumahtangga petani memperoleh harga kentang yang stabil. Sementara jika contract farming tidak dilakukan atau rumahtangga petani bersifat mandiri akan menghadapi masalah fluktuasi harga jual kentang, yang menunjukkan sebagai risiko harga produk. Meskipun demikian PT Indofood melakukan pembayaran kepada rumahtangga petani mitra setelah 10 hari dari penjualan kentang. Pembayaran dilakukan dengan memperhitungkan biaya sarana produksi benih yang telah disediakan pihak PT Indofood. 260 Dari uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa adanya contract farming rumahtangga petani sayuran dengan PT Indofood mampu mengurangi risiko produksi dan harga produk yang sering menjadi masalah bagi rumahtangga petani sayuran. Dengan demikian model contract farming yang terjadi antara rumahtangga petani sayuran dengan PT Indofood dapat menjadi model percontohan dan sangat minim kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan contract farming dan masing-masing pihak saling diuntungkan dengan contract farming tersebut. b. Contract farming rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang atau distibutor sayuran Model kerjasama lainnya yang terdapat di Kecamatan Pangalengan yaitu contract farming antara rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang sayuran. Perusahaan dagang sayuran bergerak dalam bidang pemasaran atau sebagai distributor sayuran. Pada umumnya hubungan contract farming yang terjalin antara rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang sayuran berbeda dengan model contract farming rumahtangga petani sayuran dengan PT Indofood. Contract farming antara rumahtangga petani dan perusahaan dagang sayuran pada umumnya tidak terbatas pada satu komoditas sayuran tetapi bisa lebih dari satu komoditas seperti kentang, kubis, dan sayuran lainnya. Pada awalnya hubungan kerjasama ini muncul karena masalah permodalan yang dihadapi rumahtangga petani dalam mengelola usahatani sayuran. Terdapat dua jenis hubungan diantara keduanya yaitu hubungan yang tidak mengikat dan mengikat. Dalam hubungan yang tidak mengikat, hubungan rumahtangga petani dengan perusahaan hanya sebatas pinjam meminjam yang sifatnya insidental, 261 tidak ada hubungan yang lainnya. Sementara itu dalam hubungan yang mengikat, bersifat rutin dan biasanya berhubungan dengan keterlibatan perusahaan dagang dengan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Dengan demikian uraian selanjutnya akan difokuskan pada hubungan yang mengikat antara rumahtangga petani sayuran dengan perusahaan dagang. Bagi rumahtangga petani yang menjalin kerjasama dengan perusahaan dagang, akan mendapatkan bantuan permodalan untuk melakukan kegiatan budidaya. Dalam pelaksanaan contract farming, perusahaan dagang akan terlibat dalam kegiatan budidaya dan pemasaran sayuran. Dalam arti perusahaan dagang akan melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap kegiatan budidaya sayuran yang telah diusahakan oleh rumahtangga petani sayuran sebagai mitranya. Hal tersebut dilakukan perusahaan dagang agar kualitas dan kuantitas sayuran yang dihasilkan seperti yang diharapkan. Keterlibatan lain perusahaan dagang yaitu dalam penentuan komoditas yang diusahakan rumahtangga petani mitra. Selanjutnya dari hasil panen, perusahaan dagang akan memasarkan produk yang dihasilkan dan pembayaran dilakukan secara tunai atau sampai 2 hari setelah penjualan, dengan memperhitungkan modal yang telah dipinjam. Hubungan dalam contract farming tersebut saling memperhatikan kebutuhan kedua belah pihak yang bermitra baik dalam kegiatan produksi maupun pemasaran. Bagi rumahtangga petani mitra adanya bantuan baik materi, bimbingan dan pengawasan dari perusahaan dagang akan membantu dalam mengurangi adanya risiko produksi yang dapat diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit tanaman atau kekeringan. Sementara itu dalam hubungan dengan 262 risiko harga produk, rumahtangga petani mitra dihadapkan pada kepastian pasar dan harga produk yang stabil. c. Hubungan kerjasama rumahtangga petani dengan pedagang pengumpul bandar Alternatif yang dapat dilakukan oleh rumahtangga petani sayuran dalam mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk yaitu dengan melakukan penjualan produk sebelum waktunya panen kepada pedagang pengumpul atau bandar dengan sistem tebasan. Dengan sistem tebasan ini, rumahtangga petani tidak akan lagi menghadapi risiko produksi dan harga produk sampai menjelang panen. Jika penjualan dilakukan pada saat panen kemungikian rumahtangga petani masih akan menghadapi risiko produksi dan harga produk. Rumahtangga petani sayuran melakukan penjualan produk sebelum waktunya panen dengan mempertimbangkan bahwa harga pada saat itu relatif tinggi dan stabil. Penjualan dapat dilakukan melalui pedagang pengumpul atau bandar yang datang mencari barang atau petani yang datang ke pasar Kecamatan sebagai tempat berkumpulnya para bandar. Selain hubungan tersebut di atas, sebelum waktunya panen petani juga dapat melakukan transaksi dengan bandar di pasar Pangalengan setiap harinya sekitar jam 07.00-09.00 WIB. Bila ada kesepakatan harga diantara petani dan bandar maka petani akan melakukan panen. Khusus untuk komoditas kentang, pada umumnya petani skala menengah ke atas akan menyimpan hasil panen di gudang bila harga tidak sesuai dengan kesepakatan. Hubungan lain yang sering dilakukan antara rumahtangga petani sayuran dengan pedagang pengumpul atau bandar yaitu hubungan yang terikat. Dalam 263 hubungan yang terikat ini rumahtangga petani akan mendapatkan bantuan permodalan untuk kegiatan budidaya dengan syarat produk dijual kepada pedagang pengumpul atau bandar tersebut. Perbedaan dengan bentuk kerjasama sebelumnya adalah pedagang pengumpul atau bandar pada sistem ini tidak melakukan bimbingan atau pengawasan dalam kegiatan budidaya, tetapi yang dipentingkan produk dijual ke pedagang pengumpul atau bandar. d. Sistem bagi hasil Sistem bagi hasil pada pengusahaan lahan pertanian merupakan salah satu alternatif kelembagaan tradisional yang terdapat di pedesaan yang dibangun sebagai respon untuk menghindari atau mengurangi risiko produksi dan harga produk. Hal ini dikarenakan pada sistem tersebut terdapat pembagian risiko antara pemilik lahan dan penggarap. Sampai saat ini sistem bagi hasil masih dapat ditemui pada rumahtangga petani sayuran di Kecamatan Pangalengan. Pengalihan sementara hak penggarapan lahan dari pemilik lahan kepada penggarap umumnya dilakukan secara lisan atas dasar kepercayaan. Dalam sistem tersebut terdapat hak dan kewajiban pemilik lahan dan penggarap yang biasanya dalam bentuk pembagian biaya dan hasil. Penggarap mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam mengusahakan lahan yang bukan miliknya tetapi dialihkan untuk sementara waktu. Beberapa sistem bagi hasil yang dapat ditemukan di Kecamatan Pangalengan diantaranya adalah sistem nengah atau maro dan sistem marapat. Dalam sistem nengah, pihak penggarap mempunyai kewajiban untuk menyediakan sarana produksi seperti bibit, pupuk dan obat-obatan sedangkan 264 pihak pemilik lahan menyediakan tenaga kerja. Dalam sistem nengah, hasil panen dibagi dua setelah dikurangi pengeluaran untuk pupuk dan obat-obatan. Sedangakn pada sistem marapat, pemilik lahan menyediakan semua permodalan untuk membiayai sarana produksi sedangkan penggarap menyediakan tenaga kerja. Dalam sistem marapat, pembagian hasil panen yaitu seperempat bagian 25 untuk pihak penggarap dan tiga per empat bagian 75 untuk pemilik lahan. Dalam sistem bagi hasil, pemilik lahan tidak mempunyai kewenangan untuk pengelolaan usahatani tetapi sudah menjadi kewenangan penuh penggarap. Dengan adanya pembagian hasil menunjukkan bahwa dalam sistem bagi hasil juga mendistribusikan risiko diantara pemilik lahan dan penggarap. Bentuk bagi hasil lainnya terjadi antara rumahtangga petani sayuran dengan lahan milik perhutani. Rumahtangga petani sayuran menyewa lahan milik perhutani dengan pembayaran sewa dalam bentuk bagi hasil sebesar 15 persen untuk perhutani. Bentuk yang lain juga terjadi dalam sistem sewa lahan dapat dilakukan petani dengan kontrak kehutanan dengan membayar sewa berupa hasil produksi yaitu untuk 100 tumbak lahan yang disewa dibayar dengan 1 karung 50 kg kentang. Pada umumnya untuk lahan kehutanan atau perhutani belum ada aturan yang jelas dan tertulis, sehingga periode waktu penggarapan juga mempunyai masa kontrak yang belum jelas. 265

VII. PENGARUH PENINGKATAN RISIKO PRODUKSI DAN HARGA PRODUK SERTA UPAH USAHATANI TERHADAP PERILAKU

EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN

7.1. Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran

Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan sebelum melakukan simulasi terhadap model. Simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perubahan dalam risiko produksi, risiko harga produk maupun upah tenaga kerja pada kegiatan usahatani. Perubahan-perubahan tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran. Dengan melakukan validasi model maka dapat diketahui kedekatan nilai hasil prediksi pada model dengan nilai aktualnya, yang dinyatakan dengan tingkat kesalahan error. Beberapa ukuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Root Mean Squares Percent Error RMSPE, Mean Squares Error MSE, Decomposition Proportions dan koeifisien U-Theil. Jika ukuran nilai statistik tersebut mendekati nol maka simulasi model mengikuti nilai aktualnya Pindyck and Rubinfield, 1981; Sitepu dan Sinaga, 2006. Validasi model ekonomi rumahtangga petani sayuran dilakukan berdasarkan strata luas lahan. Hal tersebut dilakukan karena pada simulasi model juga dilakukan berdasarkan strata luas lahan. Ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran lahan sempit, sedang dan luas jika terjadi perubahan-perubahan pada variabel eksogen. Hasil validasi model, pada model ekonomi rumahtangga petani sayuran pada masing – masing strata yaitu pada lahan sempit, sedang dan luas dapat dilihat masing-masing pada Lampiran 4, Lampiran 5 dan Lampiran 6.