119
mudah terbawa arus air sebelum terserap oleh tanaman. Namun demikian kemiringan lahan dapat tidak berpengaruh terhadap produktivitas dengan syarat
penggunaan input optimal. Terkait dengan tingkat kemiringan lahan, telah dikeluarkan suatu
kebijakan yang merupakan kesepakatan bersama antara Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Pertanian Provinsi Jawa Barat yang menyangkut perihal larangan
penanaman sayuran pada lahan dengan tingkat kemiringan di atas 40 derajat. Salah satu alasan munculnya kesepakatan mengenai larangan tersebut adalah
penanaman yang dilakukan pada lahan dengan tingkat kemiringan di atas 40 derajat dapat menyebabkan semakin tingginya tingkat erosi lahan. Berdasarkan
pengamatan pada wilayah yang merupakan sentra sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung maupun di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten
Garut menunjukkan bahwa lahan yang mempunyai tingkat kemiringan diatas 40 derajat hampir semuanya diusahakan untuk penanaman sayuran. Menurut
narasumber dari Balai Penelitian Tanamana Sayuran Balitsa menyatakan bahwa masih sangat sulit untuk mencegah rumahtangga petani untuk tidak menanam
sayuran pada lahan dengan tingkat kemiringan di atas 40 derajat. Hal itu dikarenakan rumahtangga petani sayuran akan kehilangan pendapatan jika
larangan tersebut dipatuhi. Khusus wilayah Kecamatan Pangalengan secara umum mempunyai tingkat kemiringan lahan sekitar 30 – 55 derajat Koordinator
Penyuluh Pertanian Kecamatan Pangalengan, 2006.
5.3.2. Hubungan Risiko Produksi dan Produktivitas yang Diharapkan
Risiko produksi akan mempengaruhi tingkat produktivitas yang dihasilkan rumahtangga petani sayuran sampel. Dengan demikian terjadinya fluktuasi dalam
120
produktivitas yang dihasilkan rumahtangga petani sayuran sampel menunjukkan rumahtangga petani sayuran sampel menghadapi adanya risiko dalam kegiatan
produksi atau usahatani. Risiko produksi yang dibahas dalam penelitian ini difokuskan pada risiko produksi kentang dan kubis.
Produktivitas yang berfluktuasi menunjukkan adanya nilai produktivitas yang tertinggi, terendah dan normal. Dengan adanya produktivitas yang berubah-
ubah maka peluang rumahtangga petani sayuran sampel memperoleh produktivitas tertinggi, terendah dan normal dapat diamati dengan
mempertimbangkan periode waktu pengusahaan komoditas yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan produktivitas tertinggi yaitu tingkat produktivitas yang
paling tinggi, yang pernah diperoleh rumahtangga petani sampel selama pengusahaan komoditas yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan
produktivitas terendah yaitu tingkat produktivitas yang paling rendah, yang pernah diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel selama pengusahaan
komoditas yang bersangkutan. Sementara itu yang dimaksud dengan produktivitas normal dalam kajian ini yaitu produktivitas yang sering diperoleh rumahtangga
petani sayuran sampel selama pengusahaan komoditas yang bersangkutan. Pada tanaman kentang, rata-rata produktivitas normal yang diperoleh
rumahtangga petani sayuran sampel sebesar 19.97 tonhamusim. Dengan adanya risiko produksi, yaitu adanya perubahan cuaca pada saat musim kemarau yang
diikuti gangguan hama dan penyakit tanaman yang semakin besar, menyebabkan produktivitas kentang yang dihasilkan rumahtangga petani sampel mengalami
penurunan dengan kisaran 30 persen-80 persen. Tingkat produktivitas kentang dan peluang kejadian yang dihadapi rumahtangga petani sampel karena adanya
121
risiko produksi dapat dilihat pada Tabel 7. Rata-rata produktivitas kentang tertinggi yang pernah dicapai rumahtangga petani sayuran sampel sebesar 28.72
tonhamusim, sedangkan produktivitas terendah yang pernah dicapai rata-rata sebesar 13.27 tonhamusim. Sementara itu produktivitas kentang yang diharapkan
expected rumahtangga petani sayuran rata-rata sebesar 20.29 tonhamusim.
Tabel 7. Rata-rata Produktivitas Kentang dan Peluang yang Dihadapi Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani
di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 20052006
Uraian Lahan Sempit
≤ 0.50 ha Lahan Sedang
0.51–1.0 ha Lahan Luas
1.0 ha Total
Rata rata
SD Rata Rata
SD Rata rata
SD Rata rata
SD Produktivitas
tertinggi tonha 27.77
5.9 30.15
8.8 28.96
7.5 28.72 7.2
Produktivitas terendah tonha
13.67 4.0
13.17 5.7
12.83 5.3 13.27
4.8 Produktivitas
normal tonha 19.38
4.1 20.9
6.7 20.1
5.4 19.97 5.2
Peluang tertinggi 0.20
0.2 0.20
0.1 0.21
0.10 0.20
0.1 Peluang terendah
0.20 0.1
0.24 0.1
0.20 0.10
0.21 0.1
Peluang normal 0.60
0.1 0.56
0.1 0.59
0.15 0.59
0.1 Produktivitas
Harapan tonha 19.87 3.9
20.7 6.2
20.49 5.2
20.29 4.9
Keterangan : SD : Simpangan Baku Standard Deviation
Selain tingkat produktivitas, pembahasan risiko juga berhubungan dengan adanya peluang terjadinya suatu kejadian dan peluang tersebut dapat diukur.
Dalam kegiatan pengelolaan usahatani, peluang terjadinya suatu kejadian, yaitu kejadian produktivitas tertinggi, terendah dan normal sangat menentukan
produktivitas yang diharapkan. Dalam penelitian ini, peluang produktivitas tertinggi, terendah dan normal diukur dari proporsi frekuensi atau berapa kali
rumahtangga petani sayuran sampel pernah mencapai produktivitas tertinggi, terendah atau normal selama periode pengusahaan komoditas yang bersangkutan.
122
Rata-rata peluang rumahtangga petani sayuran sampel mencapai produktivitas kentang tertinggi sekitar 0.2 atau 20 persen, yang dapat diartikan
jika rumahtangga petani melakukan pengusahaan kentang sebanyak 10 kali maka frekuensi rumahtangga petani sayuran sampel dapat mencapai produktivitas
tertinggi hanya dua 2 kali. Selanjutnya rata-rata peluang rumahtangga petani sampel memperoleh produktivitas kentang terendah sekitar 0.21 atau 21 persen
dan peluang produktivitas normal sekitar 0.59 atau 59 persen. Dengan memperhatikan angka peluang dari tingkat produktivitas yang diperoleh
rumahtangga petani sampel menunjukkan bahwa selama pengusahaan usahatani kentang, rata-rata rumahtangga petani sampel lebih sering memperoleh
produktivitas normal dibandingkan dengan produktivitas tertinggi dan terendah. Jika dibandingkan antar strata, menunjukkan bahwa produktivitas normal
yang dihasilkan rumahtangga petani masing-masing strata relatif sama. Namun demikian produktivitas tertinggi yang pernah diperoleh rumahtangga petani lahan
sedang relatif lebih besar dibandingkan strata lainnya, karena lahan yang digunakan merupakan lahan yang beririgasi atau ceboran.
Selanjutnya pada komoditas kubis, tingkat produktivitas dan peluang kejadian yang dihadapi rumahtangga petani sayuran sampel karena adanya risiko
produksi dapat dilihat pada Tabel 8. Tingkat produktivitas kubis tertinggi yang pernah dicapai rumahtangga petani sayuran sampel rata-rata mencapai 38.77
tonhamusim, sedangkan produktivitas kubis terendah yang pernah dialami rumahtangga petani sayuran sampel rata-rata mencapai 17.19 tonhamusim.
Adapun produktivitas kubis yang diharapkan expected rumahtangga petani sayuran sampel sekitar 26.64 tonhamusim.
123
Identik dengan kentang, peluang rumahtangga memperoleh produktivitas tertinggi dan terendah relatif hampir sama dan peluang memperoleh produktivitas
normal relatif sering diperoleh rumatangga petani sayuran sampel. Rata-rata peluang rumahtangga petani sayuran sampel memperoleh produktivitas kubis
tertinggi dan terendah masing-masing 0.18 atau 18 persen dan 0.20 atau 20 persen. Peluang rumahtangga petani sayuran sampel memperoleh produktivitas
normal relatif lebih besar dibandingkan produktivitas tertinggi dan terendah.
Tabel 8. Rata-rata Produktivitas Kubis dan Peluang yang Dihadapi Rumahtangga Petani Sayuran Sampel Berdasarkan Skala Usahatani di Kecamatan
Pangalengan, Kabupaten Bandung, Tahun 20052006
Uraian Lahan Sempit
≤ 0.50 ha Lahan Sedang
0.51–1.0 ha Lahan Luas
1.0 ha Total
Rata Rata
SD Rata Rata
SD Rata rata
SD Rata rata
SD Produktivitas
tertinggi tonha 36.99 6.0
39.66 8.7
40.47 11.1
38.77 8.7 Produktivitas
terendah tonha 17.27 3.2
17.18 3.4
17.30 4.2
17.19 3.6 Produktivitas
normal tonha 25.96
4.0 26.88
4.6 27.20
5.4 26.59 4.6
Peluang tertinggi 0.17 0.1
0.19 0.1
0.17 0.1
0.18 0.1 Peluang terendah
0.20 0.1
0.20 0.1
0.20 0.1
0.20 0.1
Peluang normal
0.63 0.1 0.61
0.1 0.63
0.1 0.62 0.1
Produktivitas Harapan
tonha 25.96 3.2 27.15
4.0 27.16
4.3 26.64 3.8
Keterangan : SD : Simpangan Baku Standard Deviation
Setiap rumahtangga petani sayuran sampel akan mengalami kondisi produktivitas baik yang tinggi, rendah maupun normal. Berdasarkan hasil
wawancara dengan rumahtangga petani sayuran sampel menyatakan bahwa beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan produktivitas kentang maupun
kubis mencapai angka tertinggi diantaranya adalah sebagai berikut :
124
a. Kondisi cuaca yang bagus, dalam arti curah hujan sesuai dengan kebutuhan
penanaman kentang maupun kubis b.
Serangan hama dan penyakit tanaman relatif sedikit. Populasi hama dan penyakit tanaman sangat berkaitan dengan kondisi cuaca atau kelembaban,
sehingga jika cuaca bagus maka populasi hama dan penyakit tanaman relatif sedikit.
c. Tingkat kesuburan lahan masih tinggi karena lahan yang digunakan untuk
usahatani merupakan bekas hutan yang baru dibuka d.
Penggunaan bibit impor dengan kualitas bagus. e.
Pengairan bagus Lebih lanjut, beberapa faktor yang diduga dapat menjadi penyebab
produktivitas kentang yang diperoleh rumahtangga petani sayuran sampel terendah diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Kondisi cuaca yang buruk karena curah hujan sangat tinggi pada saat musim
hujan sehingga serangan hama dan penyakit tanaman juga tinggi. b.
Serangan hama dan penyakit tanaman relatif banyak dan sulit diobati. c.
Pengairan sulit diperoleh khususnya pada saat musim kemarau sehingga tanaman kekurangan air
d. Penggunaan bibit dengan kualitas yang rendah. Saat ini sulit untuk
mendapatkan bibit impor atau dapat dikatakan sudah tidak ada lagi. e.
Tingkat kesuburan lahan yang rendah Beberapa hal yang dapat dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel
dalam menghadapi berbagai macam sumber munculnya kesenjangan produktivitas secara umum diantaranya sebagai berikut :
125
1. Pengusahaan komoditas sayuran secara umum sangat sensitif terhadap hama
dan penyakit tanaman HPT, sehingga serangan HPT tidak dapat dihindarkan dan di luar kuasa manusia secara umum dan rumahtangga petani
sayuran sampel khususnya. Oleh karena itu untuk mempertahankan produktivitas tanaman, rumahtangga petani sayuran sampel melakukan
aplikasi obat-obatan relatif lebih sering. Khususnya pada musim hujan yang mana serangan HPT relatif tinggi, maka untuk mencegah dan mengobati
terhadap HPT dilakukan dengan penyemprotan obat-obatan relatif lebih sering sekitar dua 2 hari sekali. Hal itu dilakukan karena pada musim
hujan obat-obatan akan terbawa air hujan. Jenis obat-obatan yang digunakan sangat tergantung preferensi rumahtangga petani sayuran sampel, dan
memungkinkan tumahtangga petani sayuran sampel melakukan trial and error terhadap setiap jenis obat-obatan sehingga tidak terpaku pada satu
jenis saja. Hal itu dikarenakan tidak setiap jenis obat-obatan mempunyai tingkat kemampuan tinggi atau paten untuk mencegah dan mengobati HPT,
disamping itu juga karena banyak beredar obat-obatan palsu. Dinamika penggunaan obat-obatan yang dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel
secara umum di wilayah Kecamatan Pangalengan relatif tinggi karena wilayah ini menjadi salah satu sasaran dari perusahaan-perusahaan produsen
obat-obatan sehingga relatif sering perusahaan-perusahaan produsen obat- obatan tersebut melakukan demo untuk setiap produk yang baru. Perusahaan
obata-obatan biasanya melakukan kerjasama dengan kelompok tani dalam kegiatan promosi terhadap produk yang dihasilkan.
126
2. Kondisi cuaca atau iklim merupakan gejolak alam yang berada di luar
jangkauan manusia sehingga manusia umumnya dan rumahtangga petani sayuran sampel khususnya sangat tidak mungkin untuk merubahnya. Dalam
hubungannya dengan pengusahaan sayuran secara umum, kondisi cuaca menyebabkan dua hal diantaranya yaitu munculnya serangan hama dan
penyakit tanaman pada musim hujan dan kekeringan atau kekurangan air pada musim kemarau. Dengan prasarana pengairan yang minim di wilayah
Kecamatan Pangalengan, seperti waduk dan sungai-sungai yang kecil-kecil yang tidak mampu mengairi semua lahan usahatani, maka sebagai
alternatifnya dapat digunakan mesin pompa sprinkle untuk menaikkan air sehingga dapat mengairi lahan rumahtangga petani sayuran.
3. Tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun harus segera diantisipasi.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan lahan yang diakibatkan oleh tingginya tingkat intensitas pemanfaatan lahan dengan
melakukan penanaman satu kali dalam setahun IPL = 100 atau tingkat intensitas pemanfaatan lahan diturunkan atau dengan memberakan lahan,
yang sering ditanami secara terus menerus. Dengan penanaman satu kali setahun maka pengambilan unsur hara dalam lahan tidak terlalu besar bila
dibandingkan pengambilan unsur hara dengan penanaman dua kali sampai tiga kali dalam setahun. Selanjutnya untuk meningkatkan kesuburan lahan
yang diakibatkan rendahnya pH lahan yaitu dengan melakukan pengapuran yang tinggi pada lahan sehingga pH lahan menjadi meningkat. Selain hal-hal
tersebut di atas, beberapa tindakan lainnya yang dapat dilakukan rumahtangga petani sayuran sampel yaitu melakukan pemupukan dengan
127
pupuk kandang dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk pabrik; melakukan pergiliran tanaman dan pengolahan lahan dengan
pembalikkan lahan. Rumahtangga petani sayuran sampel pada umumnya belum banyak yang melakukan pengapuran dan pemberaan lahan meskipun
sebenarnya sudah mengetahui lahan yang diusahakan sudah tidak subur atau sangat asam.
4. Jika lahan yang diusahakan mempunyai tingkat kemiringan tertentu tetapi
masih dalam batas normal, maka dapat dilakukan teknik penanaman dengan garitan vertikal pada musim hujan,dan garitan horizontal pada musim
kemarau serta dapat dibuat terasering yang tidak permanen. Terkait dengan pengetahuan yang diperoleh rumahtangga petani sampel
dalam mengatasi faktor-faktor risiko, khususnya risiko produksi, dapat bersumber dari berbagai pihak seperti pengalaman pribadi, Petugas Penyuluh Lapang PPL,
petani lain, Sekolah Lapang Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu SLPHT, kelompok tani, toko obat atau perusahaan obat. Sekitar 66.4 persen rumahtangga
petani sayuran sampel menyatakan bahwa untuk memperoleh pengetahuan dalam mengatasi risiko yang utama berasal dari pengalaman pribadi yang didukung dari
petani lain maupun SLPHT. Selanjutnya 23.1 persen rumahtangga petani sampel memperoleh pengetahuan dari pengalaman pribadi saja dan 6.3 persen
rumahtangga petani sampel memperoleh pengetahuan berasal dari petani lain saja dan hanya 4.2 persen rumahtangga petani sayuran sampel yang menyatakan
bahwa PPL mempunyai peran utama terhadap teknik mengatasi risiko produksi. Namun demikian sebagian besar petani menyatakan bahwa pengetahuan
tentang budidaya yang dimiliki PPL lebih rendah dibandingkan petani. Hal
128
tersebut dikarenakan PPL tidak mengelola usahatani secara langsung sehingga pengalaman praktek dianggap kurang. Sedangkan petani langsung mengelola
usahataninya, sehingga dalam menghadapi permasalahan mengenai usahatani petani relatif lebih mampu dikarenakan pengalaman yang lebih banyak selama
mengelola usahatani. Disamping itu juga dengan didukung melalui SLPHT. Dalam kaitannya dengan kegiatan SLPHT, sekitar 14,7 persen rumahtangga petani
sayuran sampel pernah mengikuti kegiatan SLPHT dengan materi yang diperoleh tentang teknik budidaya sayuran dan pengendalian HPT dengan aplikasi 5 lima
tepat yaitu tepat waktu, tepat dosis, tepat arah, tepat penelitian dan tepat pemakaikeamanan.
5.3.3. Risiko Harga yang Dihadapi Rumahtangga Petani