Produksi dan Produktivitas Community Based Forest Management (CBFM) Contribution to Farmer’s Household Income. A Case Study In Sukasari Village, Pulosari Sub District, Pandeglang Regency, Banten Province (RPH Mandalawangi BKPH Pandeglang KPH Banten)

2.12. Peramalan

Peramalan forecasting menurut Assauri 1984 dalam Purwanto 2004 adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Mulyono 2000 dalam Jauhari 2007 menambahkan bahwa peramalan adalah suatu proses memperkirakan secara sistematik tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan berdasar informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki agar kesalahannya selisih antara apa yang terjadi dengan hasil perkiraan dapat diperkecil. Hanke et al ., 2003 menambahkan bahwa prediksi mengenai kejadian masa depan jarang sekali yang akurat. Pelaku peramalan hanya dapat berusaha untuk membuat sekecil mungkin kesalahan. Peramalan adalah proses menduga masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, peramalan adalah alat bantu yang sangat penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien, terlebih dalam dunia bisnis dan ekonomi yang cenderung dinamis dan penuh resiko. Peramalan bertujuan agar para pengambil keputusan dan penentu kebijakan dapat memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian tersebut. Menurut Mulyono 2000 dalam Jauhari 2007 terdapat banyak teknik dan metode ilmiah untuk aktivitas peramalan yang dibedakan berdasarkan sifatnya seperti metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif judgement mengandalkan opini pakar dalam membuat prediksi masa depan dan berguna untuk tugas peramalan jangka panjang. Hasil peramalan dengan metode ini berdasarkan pengalaman masa lalu yang digabungkan dengan intuisi maupun ketajaman perasaan peramal sehingga bersifat sangat subyektif. Oleh sebab itu, metode ini disebut juga sebagai subjective atau intuitive method. Metode kuantitatif yang murni jelas tidak memerlukan input pendapat pribadi Hanke et al , 2003. Opini ini diperkuat oleh Firdaus 2006 yang menyatakan bahwa, peramalan kuantitatif sebaliknya menggunakan analisis statistik terhadap data- data masa lalu. Menurut Bey 1989 dalam Purwanto 2004 metode kuantitatif memerlukan data numerik. Syarat utama untuk peramalan kuantitatif adalah tersedianya informasi tentang masa lalu dalam bentuk data numerik dan adanya asumsi bahwa pola yang lalu akan terus berlangsung ke masa yang akan datang. Metode peramalan kuntitatif terbagi atas metode time-series dan metode kausal. Tujuan metode time-series adalah untuk menemukan pola dalam data berskala data historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. Adapun komponen –komponen yang terdapat di dalam deret waktu yaitu 1. Kecenderungan trend 2. Siklus 3. Variasi Musim 4. Fluktuasi tak beraturan

2.13. Tingkat Kesejahteraan

Kesejahteraan menurut Sukirno 1985 dalam Meilani 2003 adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda sehingga memberikan nilai-nilai yang berbeda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Biro Pusat Statistik 1991 juga menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain. Namun pada prinsipnya, kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar. Jika kebutuhan dasar bagi individu atau keluarga sudah dipenuhi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan dari individu atau keluarga tersebut sudah tercapai. Tinjauan atas tingkat kesejahteraan rakyat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki yaitu tempat tinggal. Perumahan papan adalah salah satu kebutuhan dasar yang penting selain makanan pangan dan pakaian sandang untuk mencapai kehidupan yang layak. Rumah pada saat ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat berteduh, tetapi sudah mencerminkan kehidupan rumahtangga atau masyarakat. Oleh karena itu, harus ditangani secara serius baik instansi swasta berkepentingan maupu pemerintah karena masih banyak masyarakat ekonomi lemah yang belum memiliki rumah memadai. BPS 1998 dalam Meilani 2003 mengemukakan bahwa keluarga dapat dikatakan sejahtera apabila memenuhi beberapa syarat yaitu : 1. Seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari keluarga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup masing-masing keluarga itu sendiri. 2. Mampu menyediakan sarana untuk mengembalikan hidup sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat kompleks dan tidak memungkinkan untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan indikator kesejahteraan rumahtangga yang telah ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik 1991 dan sudah dimodifikasi. Modifikasi diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi di daerah penelitian. Indikator tersebut terdiri atas : 1. Pendapatan rumahtangga 2. Konsumsi rumahtangga 3. Keadaan tempat tinggal 4. Fasilitas tempat tinggal 5. Kesehatan anggota rumahtangga 6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga medis atau paramedis, termasuk didalamnya kemudahan mengikuti Keluarga Berencana KB dan memperoleh obat-obatan. 7. Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan. 8. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi pengangkutan. 9. Kehidupan beragama. 10. Perasaan aman dari gangguan kejahatan 11. Kemudahan dalam melakukan olahraga. Pendapatan per kapita menurut Biro Pusat Statistik 1996 dalam Meilani 2003 sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Tingkat kesejahteraan keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 1996 dalam Primayuda 2002 adalah sebagai berikut: 1. Keluarga Pra Sejahtera PS, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara minimal serta kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan. 2. Keluarga Sejahtera tahap 1 S-1 adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya seperti pendidikan, Keluarga