35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Sejarah Lahan Hutan di Desa Sukasari
Desa Sukasari secara administratif termasuk wilayah hutan Resort Pemangkuan Hutan RPH Mandalawangi. Faktor geografis ini menyebabkan
interaksi antara masyarakat Desa Sukasari dengan wilayah hutan milik Perum Perhutani tergolong kuat. Interaksi tersebut dapat bersifat positif misalnya hubungan
mitra kerja dalam kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat PHBM atau juga dapat bersifat negatif yang dapat mengancam kelestarian hutan
misalnya penebangan pohon oleh masyarakat. Hutan negara di Desa Sukasari memiliki luas 67,6 ha yang terdiri dari satu
petak yaitu petak 43 dengan 3 anak petak a, b dan c. Namun, tidak semua lahan hutan Desa Sukasari dijadikan lahan garapan PHBM. Lahan yang digarap oleh
masyarakat seluas 60,46 dari luas hutan di Desa Sukasari. Penggarapan lahan hutan di Desa Sukasari yang masuk ke dalam RPH Mandalawangi pada petak 43 a, b
dan c sudah dimulai sejak tahun 1960. Hal ini terbukti dari adanya satu responden yang menyatakan telah menggarap di hutan sejak tahun 1960. Lahan yang digarap
ditanami dengan tanaman buah – buahan seperti duren yang menghasilkan buah yang bisa dikonsumsi dan dijual untuk menambah pendapatan keluarga. Menurut salah
seorang warga pada tahun 1955 sampai 1965, Partai Komunis Indonesia PKI masuk ke kampung-kampung dan juga memprovokasi masyarakat agar menggarap lahan
hutan dengan menanami tanaman pangan seperti palawija, padi dan singkong. Selanjutnya, PKI membentuk suatu perkumpulan dengan anggotanya adalah petani –
petani penggarap. Perkumpulan ini dinamakan Barisan Tani Indonesia BTI. Kemudian petani – petani yang masuk ke dalam BTI diperintahkan oleh PKI untuk
melakukan penggarapan lahan milik negara dan menjadikannya lahan pertanian. Setelah PKI ditumpas tahun 1966, PKI dan seluruh organisasi dibawahnya
juga dibubarkan termasuk BTI. Kemudian pada tahun 1972, dilakukan rehabilitasi hutan dengan penanaman mahoni oleh petugas kehutanan. Konflik penggunaan lahan
36
hutan, seperti petani menanam tanaman buah-buahan tanpa ada izin terlebih dahulu dan menebang tanaman lain, menimbulkan masalah bagi Perhutani sebagai pihak
pengelola hutan. Pada tahun 1998 masyarakat mulai merambah hutan, kemudian pada tahun 2001 masyarakat melakukan penebangan besar-besaran di lahan hutan,
menurut mandor tanam dan KRPH Kepala Resort Pemangkuan Hutan hal ini terjadi karena kebutuhan masyarakat terhadap tempat tinggal mereka, mereka menggunakan
kayu tersebut untuk membangun rumah mereka. Kemudian Perhutani mencari jalan keluar dengan membentuk suatu program yang melibatkan masyarakat yang sudah
menggarap lahan hutan ke dalam program PHBM. Ada beberapa alasan dan latar belakang yang dikemukakan oleh responden dalam menggarap lahan hutan sebelum
disosialisikannya program PHBM. Sebanyak 16 responden 51,61 menjadikan pendapatan sebagai alasan utama penggarapan lahan hutan. Sebagian yang lain 48,38
menggarap lahan hutan karena “ikut-ikutan“ saja, hanya ingin menggarap lahan hutan sebagai tempat untuk menanam tanaman musiman seperti melinjo, kopi,
cengkeh, petai dan jengkol. PHBM di Desa Sukasari mulai disosialisasikan pada tahun 2004, sekaligus
dengan pembentukan struktur LMDH. Dalam pelaksanaan PHBM, Perhutani juga melibatkan LSM Bina Mitra Bandung dengan melakukan PRAParticipatory Rural
Appraisal pada tahun 2003, kemudian pada saat pelaksanaan PHBM Perhutani melibatkan LSM Komite Peduli Lingkungan KOPLING pada tahun 2005 yang
berpusat di Kabupaten Pandeglang. Salah satu langkah pelaksanaannya adalah mengenalkan dan mengembangkan PHBM dalam bentuk penyuluhan. Namun pada
saat penelitian ini dilaksanakan banyak masyarakat yang tidak tahu LSM dan tidak merasakan peran dari LSM dalam menyukseskan program PHBM.
Kesepakatan tentang hak dan kewajiban masing – masing pihak dibuat dalam program PHBM. Masyarakat mendapatkan hak yang legal dalam menggarap hutan,
tetapi mereka pun diwajibkan untuk menjaga dan memelihara tanaman pokok mahoni yang tumbuh di lahan garapannya masing – masing. Berdasarkan sistem
bagi hasil yang telah disepakati, karena lahan PHBM di Gunung Aseupan termasuk hutan lindung, maka tidak ada bagi hasil kayu, yang ada hanyalah bagi hasil tanaman
37
buah-buahan. Para penggarap mendapatkan 75 dan Perhutani mendapatkan 25 . Hak dan Kewajiban peserta PHBM yang dituangkan dalam Perjanjian Pengelolaan
Sumberdaya Hutan antara Perum Perhutani KPH Banten dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH Sukakarya yaitu :
1. Kewajiban Peserta PHBM a. Memelihara tanaman Mahoni dan tanaman pertaniannya
b. Menyetorkan 25 hasil tanaman pertaniannya kepada Perhutani sebagai hak bagi hasil.
c. Menjaga keamanan tanaman hutan dan tanaman pertaniannya. d. Melaporkan setiap tindakan pelanggaran hukum kepada pihak yang
berwenang. e. Bersama-sama Perhutani melakukan pemantauan dan penilaian terhadap
keberhasilan tanaman pokok mahoni dan tanaman pertanian secara periodik. 2. Hak peserta PHBM
a Memperoleh informasi mengenai segala bentuk kegiatan dan kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan dari pihak Perhutani.
b. Bersama Perhutani menyusun rencana teknis pelaksanaan kegiatan
pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama. c. Memperoleh upah pelaksanaan kegiatan sesuai tarif yang berlaku di Perum
Perhutani sesuai kegiatan yang ada. d.
Mendapat pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama, minimal dua
bulan satu kali. e. Memperoleh 75 dari hasil tanaman pertanian yang ditanam peserta PHBM.
f. Memperoleh bibit tanaman mahoni untuk keperluan kegiatan penyulaman di lokasi penanaman.
3. Kewajiban Perum Perhutani :
a. Memberikan informasi mengenai segala bentuk kegiatan dan kebijakan pengelolaaan sumberdaya hutan kepada peserta PHBM.