yang cukup parah, mereka harus berobat ke dokter umum yang letaknya sekitar 3 km dari Desa Sukasari, yaitu di Desa Sukaraja.
Kondisi perumahan di Desa Sukasari umumnya sudah memiliki kontruksi yang permanen rumah yang ditembok sampai atas dan berlantai tembok.
Kebutuhan air untuk keperluan hidup sehari-hari seperti Mandi Cuci Kakus MCK maupun keperluan masak dan minum, masih tergantung pada sumber
mata air dari Gunung Aseupan. Untuk tipe rumah yang permanen umumnya mereka sudah memiliki sarana MCK tersendiri yang sudah berada di dalam rumah
dengan tetap memanfaatkan sumber mata air pegunungan yang disalurkan melalui selang – selang plastik. Jarak mata air pegunungan ke rumah penduduk sekitar 1 -
3 Km. Sedangkan untuk rumah semi permanen rumah yang hanya ditembok hingga jendela dan berlantai tanah atau tembok dan tidak permanen rumah yang
dindingnya terbuat dari bilik bambu anyaman bambu dan berlantai tanah atau tembok, mereka menggunakan sarana MCK yang tidak permanen hanya terbuat
dari kayu dan bambu serta berada di luar rumah dan ada beberapa responden yang menggunakan saranan MCK umum. Tabel 5 menunjukkan karakteristik tipe
rumah penggarap lahan PHBM. Tabel 5 Karakteristik tipe rumah penggarap lahan PHBM
Tipe Rumah Jumlah Responden
Persentase
Tidak permanen 8
26,67 Semi Permanen
3 10,00
Permanen 19
63,33
Jumlah 30
100,00
Sumber : Data potensi Desa Sukasari tahun 2006
5. Agama dan kepercayaan Penduduk Desa Sukasari seluruhnya beragama Islam 100. Prasarana
peribadatan yang tersedia yaitu Mesjid sebanyak 9 buah , Musholla sebanyak 16 buah, dan tempat perkumpulan keagamaan berupa Majelis Ta’lim ada 10 buah.
6. Kelembagaan Masyarakat Pemerintahan Desa dikepalai oleh seorang Kepala Desa yang dibantu
seorang sekretaris dan kepala urusan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa dapat dilihat pada Lampiran 2. Di Desa Sukasari juga sudah dibentuk BPD
Badan Perwakilan Desa. Selain itu terdapat 17 Kelompok Tani Hutan yang tergabung dalam LMDH Lembaga Masyarakat Desa Hutan .
Lembaga perokonomian yang sudah terbentuk yaitu Koperasi Karya Mulia. Namun, karena baru terbentuk bulan Maret tahun 2007, koperasi ini belum
aktif. Alasannya karena kepala Koperasi Karya Mulia adalah seorang mandor Perhutani yang cukup sibuk pada pekerjaannya sehingga belum sempat
mengaktifkan koperasi tersebut.
4.6. Sarana dan Prasarana Desa
Sarana dan prasarana yang cukup penting di Desa Sukasari antara lain terdiri dari sarana dan prasarana transportasi, ibadah, olah raga, kesehatan, dan
pendidikan. Untuk sarana transportasi terdiri dari jalan desa, jalan antar kecamatan, jembatan desa, jembatan antar desakecamatan. Sarana transportasi
belum ada angkutan umum di Desa Sukasari, sehingga untuk menempuh perjalanan antar desakecamatan penduduk menggunakan jasa ojek.
Aksesibilitas Desa Sukasari sudah sangat baik dengan kondisi jalan beraspal yang menjangkau sebagian besar wilayah kampung dan jalan ini juga
menjadi jalan alternatif menuju Pantai Carita. Sarana transportasi umum seperti angkutan kota angkot belum menjangkau ke desa ini. Angkot hanya sampai di
Kecamatan Menes saja. Untuk dapat masuk ke Desa Sukasari harus menggunakan ojek atau kendaraan pribadi.
Jalan desa terdiri dari jalan aspal sepanjang empat km yang menghubungkan antara Desa Banjarwangi dan Desa Sukaraja dalam kondisi baik,
jalan makadam sepanjang satu km dalam kondisi baik. Untuk jembatan desa terdapat jembatan beton sebanyak lima unit empat unit dalam kondisi baik dan
satu unit dalam kondisi rusak. Sedangkan jembatan antar desakecamatan terdapat jembatan beton sebanyak satu unit dalam kondisi baik. Selain itu terdapat
tiga pangkalan ojek. Sarana penerangan sudah menggunakan jasa PLN. Namun, keterbatasan
masih dapat dilihat untuk pengadaan penerangan jalan umum, baik itu jalan utama dan jalan setapak yang menghubungkan rumah – rumah penduduk yang tidak
terletak di jalan utama atau jalan desa. Untuk mengatasi hal tersebut masyarakat menggunakan senter untuk beraktifitas di luar rumah pada malam hari.
Sarana telekomunikasi berupa telepon selular sudah menjangkau Desa Sukasari, bahkan sudah ada pemancar Indosat yang didirikan di kampung Kadu
Kupa pada saat dilakukan penelitian. Media komunikasi yang telah dapat diakses oleh penduduk Desa Sukasari antara lain media elektronik, baik berupa radio
ataupun televisi, bahkan ada salah seorang warga yang sudah memiliki antena parabola.
35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Sejarah Lahan Hutan di Desa Sukasari
Desa Sukasari secara administratif termasuk wilayah hutan Resort Pemangkuan Hutan RPH Mandalawangi. Faktor geografis ini menyebabkan
interaksi antara masyarakat Desa Sukasari dengan wilayah hutan milik Perum Perhutani tergolong kuat. Interaksi tersebut dapat bersifat positif misalnya hubungan
mitra kerja dalam kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat PHBM atau juga dapat bersifat negatif yang dapat mengancam kelestarian hutan
misalnya penebangan pohon oleh masyarakat. Hutan negara di Desa Sukasari memiliki luas 67,6 ha yang terdiri dari satu
petak yaitu petak 43 dengan 3 anak petak a, b dan c. Namun, tidak semua lahan hutan Desa Sukasari dijadikan lahan garapan PHBM. Lahan yang digarap oleh
masyarakat seluas 60,46 dari luas hutan di Desa Sukasari. Penggarapan lahan hutan di Desa Sukasari yang masuk ke dalam RPH Mandalawangi pada petak 43 a, b
dan c sudah dimulai sejak tahun 1960. Hal ini terbukti dari adanya satu responden yang menyatakan telah menggarap di hutan sejak tahun 1960. Lahan yang digarap
ditanami dengan tanaman buah – buahan seperti duren yang menghasilkan buah yang bisa dikonsumsi dan dijual untuk menambah pendapatan keluarga. Menurut salah
seorang warga pada tahun 1955 sampai 1965, Partai Komunis Indonesia PKI masuk ke kampung-kampung dan juga memprovokasi masyarakat agar menggarap lahan
hutan dengan menanami tanaman pangan seperti palawija, padi dan singkong. Selanjutnya, PKI membentuk suatu perkumpulan dengan anggotanya adalah petani –
petani penggarap. Perkumpulan ini dinamakan Barisan Tani Indonesia BTI. Kemudian petani – petani yang masuk ke dalam BTI diperintahkan oleh PKI untuk
melakukan penggarapan lahan milik negara dan menjadikannya lahan pertanian. Setelah PKI ditumpas tahun 1966, PKI dan seluruh organisasi dibawahnya
juga dibubarkan termasuk BTI. Kemudian pada tahun 1972, dilakukan rehabilitasi hutan dengan penanaman mahoni oleh petugas kehutanan. Konflik penggunaan lahan
36
hutan, seperti petani menanam tanaman buah-buahan tanpa ada izin terlebih dahulu dan menebang tanaman lain, menimbulkan masalah bagi Perhutani sebagai pihak
pengelola hutan. Pada tahun 1998 masyarakat mulai merambah hutan, kemudian pada tahun 2001 masyarakat melakukan penebangan besar-besaran di lahan hutan,
menurut mandor tanam dan KRPH Kepala Resort Pemangkuan Hutan hal ini terjadi karena kebutuhan masyarakat terhadap tempat tinggal mereka, mereka menggunakan
kayu tersebut untuk membangun rumah mereka. Kemudian Perhutani mencari jalan keluar dengan membentuk suatu program yang melibatkan masyarakat yang sudah
menggarap lahan hutan ke dalam program PHBM. Ada beberapa alasan dan latar belakang yang dikemukakan oleh responden dalam menggarap lahan hutan sebelum
disosialisikannya program PHBM. Sebanyak 16 responden 51,61 menjadikan pendapatan sebagai alasan utama penggarapan lahan hutan. Sebagian yang lain 48,38
menggarap lahan hutan karena “ikut-ikutan“ saja, hanya ingin menggarap lahan hutan sebagai tempat untuk menanam tanaman musiman seperti melinjo, kopi,
cengkeh, petai dan jengkol. PHBM di Desa Sukasari mulai disosialisasikan pada tahun 2004, sekaligus
dengan pembentukan struktur LMDH. Dalam pelaksanaan PHBM, Perhutani juga melibatkan LSM Bina Mitra Bandung dengan melakukan PRAParticipatory Rural
Appraisal pada tahun 2003, kemudian pada saat pelaksanaan PHBM Perhutani melibatkan LSM Komite Peduli Lingkungan KOPLING pada tahun 2005 yang
berpusat di Kabupaten Pandeglang. Salah satu langkah pelaksanaannya adalah mengenalkan dan mengembangkan PHBM dalam bentuk penyuluhan. Namun pada
saat penelitian ini dilaksanakan banyak masyarakat yang tidak tahu LSM dan tidak merasakan peran dari LSM dalam menyukseskan program PHBM.
Kesepakatan tentang hak dan kewajiban masing – masing pihak dibuat dalam program PHBM. Masyarakat mendapatkan hak yang legal dalam menggarap hutan,
tetapi mereka pun diwajibkan untuk menjaga dan memelihara tanaman pokok mahoni yang tumbuh di lahan garapannya masing – masing. Berdasarkan sistem
bagi hasil yang telah disepakati, karena lahan PHBM di Gunung Aseupan termasuk hutan lindung, maka tidak ada bagi hasil kayu, yang ada hanyalah bagi hasil tanaman
37
buah-buahan. Para penggarap mendapatkan 75 dan Perhutani mendapatkan 25 . Hak dan Kewajiban peserta PHBM yang dituangkan dalam Perjanjian Pengelolaan
Sumberdaya Hutan antara Perum Perhutani KPH Banten dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH Sukakarya yaitu :
1. Kewajiban Peserta PHBM a. Memelihara tanaman Mahoni dan tanaman pertaniannya
b. Menyetorkan 25 hasil tanaman pertaniannya kepada Perhutani sebagai hak bagi hasil.
c. Menjaga keamanan tanaman hutan dan tanaman pertaniannya. d. Melaporkan setiap tindakan pelanggaran hukum kepada pihak yang
berwenang. e. Bersama-sama Perhutani melakukan pemantauan dan penilaian terhadap
keberhasilan tanaman pokok mahoni dan tanaman pertanian secara periodik. 2. Hak peserta PHBM
a Memperoleh informasi mengenai segala bentuk kegiatan dan kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan dari pihak Perhutani.
b. Bersama Perhutani menyusun rencana teknis pelaksanaan kegiatan
pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama. c. Memperoleh upah pelaksanaan kegiatan sesuai tarif yang berlaku di Perum
Perhutani sesuai kegiatan yang ada. d.
Mendapat pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama, minimal dua
bulan satu kali. e. Memperoleh 75 dari hasil tanaman pertanian yang ditanam peserta PHBM.
f. Memperoleh bibit tanaman mahoni untuk keperluan kegiatan penyulaman di lokasi penanaman.
3. Kewajiban Perum Perhutani :
a. Memberikan informasi mengenai segala bentuk kegiatan dan kebijakan pengelolaaan sumberdaya hutan kepada peserta PHBM.
38
b. Bersama peserta PHBM menyusun rencana teknis pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama.
c. Menyerahkan upah pelaksanaan kegiatan yang menjadi hak peserta PHBM sesuai tarif yang berlaku di Perum Perhutani sesuai kegiatan yang ada.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama.
e. Menyerahkan bibit tanaman mahoni untuk keperluan kegiatan penyulaman di lokasi penanaman.
4. Hak Perum Perhutani a. Memperoleh kondisi tanaman pokok dan tanaman pertanian yang terpelihara
dan terjaga dengan baik. b. Memperoleh 25 hasil tanaman pertanian yang ditanam peserta PHBM
c. Memperoleh informasi dari peserta PHBM mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan kondisi tanaman mahoni dan tanaman
pertanian yang menjadi obyek kerjasama. d. Memperoleh laporan mengenai segala bentuk kejadian dan pelanggaran
hukum yang terjadi dalam kawasan hutan Negara yang terikat dalam perjanjian itu.
e. Memperoleh laporan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan peserta PHBM. Dalam pelaksanaan bagi hasil di Desa Sukasari, ada keterangan tambahan, yaitu
dari 25 yang disetorkan ke Perhutani dibagi lagi menjadi 10 untuk Perhutani, 10 untuk LMDH, dan 5 untuk desa. Namun, sampai sekarang dari pihak desa
Kepala Desa belum pernah menerima bagi hasil tersebut untuk pembangunan desa. Hal ini dikarenakan administrasi yang tidak jelas dan rapih di LMDH Sukakarya.
5.2. Sosialisasi PHBM dan Bentuk Kegiatannya.
Pelaksanaan PHBM di Desa Sukasari ini diawali dengan pembentukan Kelompok Tani Hutan KTH yang merupakan penggarap – penggarap lahan hutan,
pada bulan Agustus 2004. Kemudian pada tanggal 14 September 2004 dibentuklah Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH yang diikuti oleh masyarakat penggarap,
39
Badan Perwakilan Desa BPD, aparat desa, Kepala RPH Mandalawangi, dan tokoh agama Ust. Abdurrohim di MI Madrasah Ibtidaiyah Bojong Hejo. Pada tanggal 7
Desember 2004 dibuat perjanjian kerjasama PHBM antara Perum Perhutani KPH Banten dengan LMDH Sukakarya yang disaksikan oleh Kepala Desa Sukasari dan
Camat Menes. Kegiatan PHBM yang dilakukan oleh para penggarap dimulai dari pengolahan
tanah, penanaman, dan pemeliharaan yang meliputi kegiatan penyulaman tanaman pokok, pemangkasan, penyiangan dilanjutkan dengan pemanenan dan pemasaran
hasil selain tanaman pokok yaitu mahoni. Dalam kegiatan penanaman, pihak Perhutani memberikan ketentuan jarak tanam untuk tanaman mahoni sebesar 6m x
2m, sedangkan untuk tanaman musiman tidak diberikan ketentuan mengenai jarak tanaman oleh Perhutani.
Pada tahap pemeliharaan, para penggarap jarang sekali melakukan pemupukan, karena keterbatasan dana untuk membeli pupuk. Pada tahap ini, para penggarap lebih
banyak melakukan penyiangan dan pemangkasan. Untuk pemanenan tanaman musiman yang diperoleh oleh penggarap umumya dijual dan hanya sedikit yang
dikonsumsi. Responden tidak ada yang menjual hasil panen buah - buahan dengan sistem ijon, mereka menjual hasilnya langsung kepada pemborong yang berada di
kampung mereka.
5.3. Karakteristik PHBM di Desa Sukasari
Para penggarap menggunakan pola kebun campuran dalam mengelola lahan garapan PHBM. Status lahan garapan PHBM adalah milik negara. Jumlah responden
yang memiliki lahan garapan dari pemberian saudaranya yaitu satu orang. Responden lain sebanyak 29 orang memperoleh lahan berdasarkan siapa yang lebih dahulu
menggarap lahan, maka orang tersebut berhak untuk mengelolanya. Tidak ada responden yang melakukan jual beli lahan garapan karena mereka sudah mengerti
bahwa lahan garapan tersebut adalah milik negara sehingga tidak bisa diperjualbelikan. Pengelolaan lahan garapan PHBM rata-rata dilakukan sendiri tanpa
menggunakan tenaga kerja tambahan, selain itu ada yang mempekerjakan orang lain
40
untuk membersihkan lahan garapan dengan cara mengupah kuli. Namun, hal itu terjadi karena pemilik lahan tersebut adalah perempuan.
Lahan garapan di Desa Sukasari terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 500 mdpl. Jarak lahan garapan PHBM dari rumah responden cukup beragam antara 1
km-5 km. Topografi sebagian besar lahan garapan PHBM adalah curam, meskipun ada beberapa responden yang lokasi lahan garapannya cukup landai.
Gambar 1 Lahan garapan PHBM. Jenis tanaman yang ditanam pada lahan garapan PHBM didominasi oleh
tanaman pokok mahoni daun besar Swietenia macrophilla dan mahoni daun kecil Swietenia mahagoni dimana jumlah mahoni daun kecil Swietenia mahagonilebih
banyak. Selain tanaman pokok, tanaman musiman yang ditanam oleh masyarakat didominasi oleh tanaman melinjo Gnetum gnemon dan kopi Coffea robusta.
Selain itu para penggarap juga menanam cengkeh Sygizium aromaticum, petai Parkia speciosa, pisang Musa paradisiaca, jengkol Pithecellobium jiringa dan
durian Durio zibethinus. Secara umum para penggarap PHBM mengkombinasikan antara tanaman keras
atau tahunan yaitu mahoni, sengon, puspa, mahoni afrika, atau durian dengan tanaman musiman seperti melinjo, kopi, cengkeh, durian, pisang, jengkol, petai, dan
cokelat. Para penggarap ada yang menanam tanaman tersebut dengan jarak tanam teratur, tetapi juga ada beberapa responden yang menanam tanaman dengan jarak
yang tidak teratur. Para penggarap hanya berusaha memaksimalkan lahan yang ada.