Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Hukum Islam

46 bukan semata-mata hak wartawan dan pengelola media pers yang saat ini telah menggurita. Kemampuan pers dalam menjalankan peranannya tersebut banyak bergantung kepada seberapa jauh kemerdekaan dari negara dan kekuatan-kekuatan lainnya “direbut” oleh kalangan praktisi media. Hanya pers yang bebas yang dapat melayani masyarakat yang demokratis. Ia harus bebas mengkritik segala kebijakan, tingkah laku para pejabat yang menyimpang dan pers harus mempunyai hak untuk mengetahui aktivitas pemerintahan yang sedang berjalan demi menjaga kepentingan publik. Oleh karena itu, kebebasan pers pada dasarnya merupakan hak yang sifatnya korelatif, yaitu hak untuk terealisasinya hak lain, yakni; hak warga untuk mendapat informasi serta hak menyatakan pendapat dan mengontrol kekuasaan, kekuatan negara atau pemerintah, tetapi juga kekuasaan masyarakat, termasuk kekuasaan pers sendiri. 13 Begitu juga dengan “penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil, dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab”Pasal 2. 14

C. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Hukum Islam

13 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta : PT Raja Grafindo, 2003,h. 190. 14 Undang-Undang, Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 47 Media komunikasi massa akan menghantarkan perubahan transpormasi budaya masyarakat. Umat Islam merupakan salah satu produk dunia dan merupakan salah satu konsumen dari berbagai produk media massa. Oleh karena itu, peranan kita sebagai pembeli atau pengguna jelas terlihat dalam bidang komunikasi. Sejalan dengan itu, perubahan-perubahan besar telah dan akan terjadi dalam perkembangan media massa kita, baik media massa cetak maupun elektronik. Persoalan yang kita hadapi adalah bagaimana kita melafalkan hal itu dengan sebaik-baiknya bagi pembangunan dan transpormasi budaya bangsa kita. 15 Bagi umat Islam kehadiran aneka macam media komunikasi massa dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan keimanan dan sarana takwa disamping lebih meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam menjalankan pekerjaan bidang komunikasi massa, seseorang haruslah tunduk pada etika dan norma yang berlaku, terutama dalam peliputan berita yang berlebihan, dengan tujuan membuat berita yang sensasional dan menarik perhatian pembaca. 16 Perbuatan yang dilakukan insan pers, harus disertai dengan tanggung jawab. Sebab, menurut Islam, tidak ada perbuatan yang hilang begitu saja tanpa ada pertanggungjawabannya. Allah SWT berfirman : 15 Alfian, Transpormasi Sosial Budaya dalam Pembangunan Nasional, UI Press, 1986,h. 167. 16 William L Rivers dan Cleve Methews, Ethic for Media, terj. Arwah Setiawan dan Danan Priyatmoko, Jakarta : Gramedia, 1994,h. 60. 48               “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasanNya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah- pun, niscaya dia akan melihat balasanNya” QS. Az-Zalzalah 99 : 7-8 Tanggung jawab diberikan kepada setiap muslim dewasa mukallaf karena mereka dinilai sebagai orang merdeka. Bahkan disebut sebagai pemimpin, minimal untuk diri sendiri. Atas dasar kemerdekaan itulah, manusia dimintai tanggung jawab untuk setiap perbuatannya. Rasulullah bersabda : اق ه ا م س ه ع ها ص ب لا ع ر ع با ع : ر ع ّم م ك عار م ك اا هت ع . “Dari Ibn Umar bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, „Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dipertanyakan tentang kepemimpinannya ” HR. Muslim. Dengan demikian, setiap manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan perbuatannya itu harus disertai tanggung jawab. Bila hal ini dikaitkan dengan pers maka pers memiliki kebebasan untuk memperoleh dan menyampaikan berita, dengan syarat akurasi dan akibat berita itu harus diperhatikan. Menurut konsep Islam, dalam menjalankan tugasnya pers tidak semata-mata bertanggung jawab pada manusia baik itu pemerintah atau masyarakat, maupun lembaga pers sendiri, tetapi lebih dari itu, pers harus bertanggung jawab kepada Allah SWT. Segala yang ditulis, diinformasikan, dan dikomunikasikan oleh pers tidak hanya berdampak duniawi tapi 49 juga ukhrawi, sebab semua aktivitas pers termasuk kategori amal sebagaimana disebutkan dalam surat az-Zalzalah, 99 : 7-8 diatas. 17 Pers bebas yang tidak disertai tanggung jawab akan membawa pada ekses- ekses negatif dan destruktif, bagian dari ulah manusia penyebab kerusakan di muka bumi. Allah SWT berfirman dalam surat ar-Rum 30 : 41 :                 Artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, oleh manusia Islam, termasuk insan pers, tidak diberi beban di luar kemampuannya. Setiap mereka dipersilahkan berbuat sesuai kemampuannya itu. Islam tidak pernah memaksa seseorang berbuat sesuatu, segala sesuatu dilakukan sesuai dengan kesadaran dan kebebasannya, tetapi dengan konsekuwnsi bahwa semua perbuatan itu harus dipertanggungjawabnkan di dunia maupun akhirat. Firman Allah SWT dalam surat al- An’am : 6 : 137                      17 Idri Shaffat, Kebebasan Tanggung Jawab, dan Penyimpangan PERS Jakarta : Prestasi Pustaka, 2008,h.146. 50 Artinya : “Katakanlah: Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat pula. kelak kamu akan mengetahui, siapakah di antara kita yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang- orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.” Menurut Al- Qur’an, dalam hal tanggung jawab terhadap perbuatannya, manusia tidak mempunyai ketergantungan satu sama lain. Seseorang tidaklah bertanggung jawab terhadap perbuatan orang lain selama perbuatan itu tidak ada hubungan dengan dirinya. 18 Bagi umat Islam etika yang dijadikan dasar adalah nilai-nilai moral yang terdapat dalam Al- Qur’an dan Hadits, sebagai wahyu Allah SWT yang telah memberikan prinsip-prinsip dasar yang mendasari etika komunikasi, termasuk komunikasi massa. Tanpa memperhatikan tata nilai Islam dalam menjalankan tugas maka pekerja komunikasi massa yang beragama Islam akan menebarkan dusta dan kebohongan ditengah masyarakat. Ada beberapa aspek moral yang atau etika, diantaranya : 1. Fairness Wartawan harus jujur dalam mencari, mengumpulkan dan mengelolah berita. Bersifat objektif terhadap data dan fakta yang dikumpulkan. Tidak memutarbalikkan fakta, dituntut sportif mengakui bila mengalami kekeliruan. Adil tidak memihak, kecuali kepada kebenaran yang ditemui di lapangan. Bersikap wajar dan patut, sesuai yang dipublikasikan tidak boleh terlepas dari unsur kepatuhan dari etika yang berlaku. Bersikap memegang perasaan pembaca, 18 Ibid, h, 148. 51 terutama dalam suatu kelompok masyarakat dimana media massa diharuskan menjadi penopang masyarakat. 19 Unsur objektifitas atau kejujuran dalam menyampaikan informasi menjadi salah satu kunci sukses seseorang wartawan dan juga kunci sukses institusi tempat bekerja. Masyarakat pembaca, tidak kehilangan kepercayaan dari informasi yang dipublikasikan. Sekali lagi masyarakat merasa dibohongi, maka boleh jadi selamanya kepercayaan akan hilang. 20 Jika mayoritas sumber informasi masyarakat berperilaku tanpa mengindahkan komunkasi yang jujur, maka semua komunikasi melemah kepercayaan kepada sumber merupakan syarat yang dibutuhkan komunikasi verbal. Selama kepercayaan itu hilang, maka bahasa itu sendiri menjadi runtuh. 21 Etika kejujuran dan objektifitas menjadi dasar paling pokok bagi komunikasi massa. MC. Donald menyatakan “para wartawan yang serius dalam mencapai suatu objektifitas yang akan meningkatkan upaya mereka untuk menyampaikan suatu gambaran yang akurat mengenai d unia”. 22 2. Accuracy Ketepatan data atau informasi yang disiarkan kepada khalayak. Akurasi datang hanya bisa didapatkan apabila seseorang melakukan penelitian dengan cermat 19 William L Rivers dan Cleve Methews, Ethic for Media, terj. Arwah Setiawan dan Danan Priyatmoko,..... h. 22. 20 Ibid., h. 22. 21 J. Micheal Sproule, Argumen, New York : MC. Gray Hill, 1980,h. 282. 22 William L Rivers dan Cleve Methews, Ethic for Media, terj. Arwah Setiawan dan Danan Priyatmoko,..... h. 106. 52 terhadap info dan data yang ditemui dilapangan Check and Recheck, dengan cara komunikasi kepada nara sumber. 23 Penelitian juga dilakukan terhadap unsur rasionalitas informasi, karena adanya kemungkinan sumber salah menyampaikan informasi atau kesalahan juga bisa terjadi pada wartawan, oleh karena itu diperlukan ketelitian dan kecermatan, faktor dead line bukan alasan untuk mengecek informasi. Dalam meneliti kebenaran berita, kode etik jurnalistik PWI menegaskan pada pasal 12 : “Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas sumber berita”. Hal itu berarti bahwa sumber berita merupakan jaminan kebenaran dan ketepatan bahan berita. Karena itu wartawan perlu memastikan kebenaran bahan berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat atau outentik. Upaya dan proses memastikan kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud itikad, sikap dan prilaku jujur dan adil setiap wartawan professional. Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat : kesaksian langsung, ketokohan atau keterkenalan, pengalaman, jabatan, dan keahlian. 24 3. Bebas dan bertanggung Jawab Terhadap pemberitaan yang dipublikasikannya, hati-hati dalam menyajikan berita dan mempertimbangkan pula efek yang timbul. 4. Kritik konstruktif 23 Richard L Johannesen, Ethics in Human Communication, terj. Dedy Djamaluddin dan Deddy Mulyana, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1996, h. 10. 24 Kode Etik Jurnalistik PWI yang diberlakukan sejak 11 Januari 1995. 53 Wartawan memiliki sifat kritik atas kekeliruan yang terjadi, apabila diketahui terjadi penyimpangan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang, maka tanggung jawab wartawan untuk melakukan perbaikan. Wartawan harus memiliki etika kepekaan dan keperdulian demi keselamatan orang banyak. Wartawan harus bersama membela kebenaran, menyampaikan berita yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Tulisan yang ada di media massa disamping sebagai sarana Dakwah bil Qalam, juga dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif dengan khalayak untuk mempublikasikan ide-ide, opini atau pemikiran tentang berbagai masalah. Melalui tulisan di media massa, seseorang dapat menciptakan opini publik, mempengaruhi massa, bahkan melakukan “propaganda”. Namun tentunya tak lepas dari batasan-batasan yang telah ditetapkan, seperti yang terdapat dalam Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia pasal 5 yang berbunyi : “wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan kerapihan, serta tidak mencampuradukan antara fakta dengan opini sendiri. 25 Sebuah pesan yang disampaikan oleh Zainuddin Sardar dari Center for Police and Future Studies di Chicago bahwa seorang wartawan muslim hendaknya mampu berperan sebagai penjaga kebudayaan Islam yang handal sekaligus mampu menjadi Creator budaya yang dinamis. 25 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktek,h. 47. Kode Etik Jurnalisme pertama kali dibuat tahun 1947 di Yogyakarta, disusun kembali dan ditetapkan oleh persatuan wartawan Indonesia PWI tahun 1995 di Prapat Sumatra Utara dan mengalami penyempurnaan kongres kerja nasional PWI tahun 1994 di Batam Riau, dalam kongres XXI PWI di Palangkaraya, Kalimantan Tengah 2-5 Oktober 2003 kode etik ini lebih disempurnakan lagi. 54 Selain itu ada lima peran jurnalis muslim, yakni : 1. Sebagai pendidik Muaddab, yakni melaksanakan fungsi edukasi yang Islami, dengan cara memahami kata dan kalimat yang teradapat di media massa. 2. Sebagai pelurus informasi Musaddid, yakni ada tiga hal yang harus dilakukan oleh jurnalis Islam, yakni : memberikan informasi tentang ajaran Islam, menghasilkan karya yang Islami, serta melakukan Investigation reporting dari hasil pemberitaan yang diperoleh. 3. Sebagai pembaharu Mujaddid, yakni sebagai juru bicara yang menyebarkan ajaran Islam serta pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari. 4. Sebagai pemersatu Muwaddid, yakni sebagai penghubung antara umat Islam dan non-Islam demi terwujudnya persatuan umat. 5. Sebagai penjuang Mujahid, yaitu pejuang pembela Islam. 26 Pada dasarnya, dalam setiap pemberitaan sebuah media mempunyai Frame tertentu. Surat kabar dapat menyampaikan suatu isu yang berkembang dalam masyarakat dengan sangat cepat. Karena surat kabar dapat langsung dikonsumsi oleh khalayak, maka surat kabar dapat membentuk opini publik yang bersifat Cash, cepat dan dapat berubah atau bergeser pada saat yang singkat dari suatu kesimpulan yang satu kepada kesimpulan yang lain. Karena itu, selain surat kabar menyampaikan pemberitaan, ia juga berfungsi sebagai media dakwah. 26 Aep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2005, h. 122-123. 55 Media sering kali menampilkan lingkungan sosial yang tidak sebenarnya. Dengan cara itu media membentuk cerita khalayak ke arah yang dikehendaki media tersebut. Tapi pengaruh media massa tidak terhenti sampai disitu, media juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayak. 27 Menurut Mafri Amir, dalam buku yang berjudul Etika komunikasi massa dalam pandangan Islam. Bahwa ada beberapa unsur dalam ilmu komunikasi yang meliputi beberapa etis. Misalnya menterapkan etika kejujuran atau objektivitas berdasarkan fakta, berlaku adil atau tidak memihak dengan menulis berita secara berimbang, serta menerapkan etika kepatutan atau kewajaran. 28 1. Kejujuran Informasi, Aspek kejujuran atau objektivitas dalam komunikasi merupakan etika yang didasarkan kepada data dan fakta. Faktualisasi menjadi kunci dari etika kejujuran. Menulis dan melaporkan dilakukan secara jujur, tidak memutarbalikkan fakta yang ada. Dalam istilah lain adalah informasi yang teruji kebenarannya dan orangnya terpercaya atau dapat diakui integritas dan kredibelitasnya. Dalam al- Qur’an kejujuran ini dapat diistilahkan dengan amanah ة اما , ghair al-takdzi, بي د ثلا ريغ , shid قدص , al-haq قحلا . Dengan dasar ketika istilah-istilah tersebut, maka seseorang pekerja komunikasi massa dalam pandangan Al- Qur’an tidak akan 27 Jalaludin Rachmat, Psikologi Komunikasi Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004, h. 226. 28 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam Ciputat : Logos, 1999,h.66. 56 berkomunikasi secara dusta, atau dengan istilah lahw al-hadits ثي دحلا ل dan al-ifk كف اا . 29 2. Adil, Tidak Memihak Dalam praktek jurnalistik berlaku prinsip etis adil dan berimbang. Artinya tulisan harus disajikan secara tidak memihak. Menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing- masing terhadap suatu kasus berdasarkan prinsip berimbang dan adil. Berlaku adil adalah ajaran Islam. 3. Kewajaran dan Kepatutan Dalam komunikasi massa, wartawan wajib mempertimbangan patut tidaknya menyiarakan berita, tulisan atau gambar dengan tolok ukur, yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara dan bangsa. Dalam hal ini tidak boleh menyiarakan berita rahasia meliter atau negara. Atau berita yang dapat menyinggung perasaan umat beragama, suku, ras, dan golongan tertentu. 30 Peran jurnalis muslim dimaknai sebagai proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat muatan dan sosialisasi nilai-nilai Islam. Jurnalis Islam dapat dikatakan sebagai Crousade journalisme, yakni jurnalisme yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, dalam hal ini nilai-nilai Islam. Jurnalistik Islam mengemban misi amar ma‟ruf nahi mungkar. 29 Ibid, h.66. 30 Ibid, h. 84. 57 “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar : merekalah orang-orang yang beruntung .” Jurnalis Islami adalah jurnalis dakwah, maka setiap jurnalis muslim, yakni wartawan dan penulis yang beragama Islam, berkewajiban menjadikan jurnalistik Islami sebagai ideologi dalam profesinya. Baik bekerja pada media massa umum maupun pada media massa Islam. Karena dakwah memang merupakan kewajiban yang melekat dalam diri setiap muslim. Jurnalis muslim adalah sosok juru dakwah dai’ di bidang pers, yakni mengemban dakwah bil Qalam dakwah melalui pena. Ia adalah khalifah atau wakil Allah SWT, di dunia media massa yang terkait dengan dan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai norma dan etika Islam Syariat Islam. Ia bertanggung jawab terhadap kode etik Islam serta aktual dalam kehidupan jurnalis muslim. Jurnalis muslim tidak boleh tinggal diam jika ada kemungkaran dalam dunia yang digelutinya. Dakwah bil Qalam memiliki beberapa fungsi, seperti yang diungkapkan oleh Hartono A. Jaiz, yakni : 1. Melayani kebutuhan masyarakat akan informasi Islam. Informasi yang dimaksud adalah informasi yang bersumber dari Al- Qur’an dan Hadits. 2. Berupaya mewujudkan atau menjelaskan seruan Al- Qur’an secara cermat melalui berbagai media cetak untuk mengembalikannya kepada fikrah keuniversalannya serta menyajikan produk-produk Islam yang selaras dengan pemikirannya. 58 3. Menghidupkan dialog-dialog bernuansa pemikiran, politik, budaya, sosial, dan lain-lain. Media massa cetak memiliki keunggulan, terutama dalam hal Dakwah bil Qalam, seperti sebuah ilustrasi yang diungkapkan oleh Hasan al-Banna bahwa juru dakwah ibarat gardu listrik yang menyebarkan aliran listik untuk menerangi setiap sudut dan pelosok kota. Adalah tugas dan tanggung jawab jurnalis muslim dai’ menyampaikan sinar nilai-nilai Islam ke segenap lapisan masyarakat. 1. Lebih dalam pengaruhnya dari gelombang lisan ahli pidato. Pidato lisan dari sang orator dapat memikat jutaan massa rakyat dalam sesaat. Tapi tidak meninggalkan bekas dan menyerap dalam hati. Itulah sebabnya sang orator kembali mengulang pidatonya dihadapan massa. 2. Tulisan atau sari pena seorang pengarang cukup berbicara satu kali akan melekat terus menerus dalam hati serta bisa menjadi buah tutur setiap hari. 3. Bahasa tulisan lewat media cetak lebih rapi dan teratur. 4. Pembaca bisa membawa berulang-ulang hingga meresapi. 5. Terekam. Nasihat-nasihat yang disiarkan di media massa cetak tersusun dalam alinea, kalimat dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf yang dicetak pada kertas. Dengan demikian, setiap pesan- pesan yang diberitakan “terekam” sedemikian rupa sehingga dapat dibaca setiap saat dan dapat diulangi untuk dikaji, bisa dijadikan dokumentasi dan dapat pula dipakai sebagai keperluan tertentu. 59 6. Dapat diproduksi. Dapat digunakan kembali sehingga memudahkan mereka yang tidak berlanganan untuk memperolehnya. Kelemahannya hanya pada segi kecepatan penyampaian informasi. 31 Dalam hal, menyampaikan informasi secara tepat merupakan landasan pokok untuk tidak mengakibatkan masyarakat, pembaca, pendengar, dan pemirsa mengalami kesalahan. Kesalahan yang ditimbulkan oleh kesesatan informasi pada media massa, tentu bisa diperkirakan betapa besar bahaya dan kerugian yang diderita masyarakat banyak. 32 Stasiun TV harus berhati-hati dalam menayangkan berita kriminalitas. Dalam hal ini P3SPS menentukan bahwa gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan termasuk bencana alam tidak boleh disorot secara close up big close up, medium close up, extreme close up. Gambar-gambar lain yang tidak boleh disorot secara close up adalah gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan dan bencana, harus disamarkan serta durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi. Selain itu, gambar saat-saat kematian dan adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan. Adegan rekontruksi kejahatan tidak boleh disiarkan secara rinci dan harus memperoleh izin dari korban kejahatan atau pihak-pihak yang dapat dipandang 31 Suf Kasman, Jurnalisme Universal Menelurusi Prinsip-Prinsip Dakwah Bil Qalam dalam Al- Qur‟an, Bandung : TERAJU, 2004, h. 124-129. 32 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa, .... h. 96. 60 sebagai wakil korban. Namun, untuk adegan rekontruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan tidak boleh disiarkan. Selain itu, siaran rekontruksi yang memperlihatkan modus kejahatan secara rinci dilarang. Larangan juga berlaku bagi adegan rekontruksi yang memperlihatkan cara pembuatan alat kejahatan. Stasiun TV dilarang menyajikan isi siaran yang memberikan gambaran eksplisit dan rinci tentang cara membuat bahan peledak serta menyiarkan gambar secara eksplisit dan rinci adegan bunuh diri. 33

D. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers dalam Hukum Islam

Dokumen yang terkait

Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Studi Pada Radio Most Fm Medan)

5 74 74

Tinjauan Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Lembaga Penyiaran Berlangganan Melalui Kriminalisasi Di Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

0 40 133

Kebebasan informasi menurut undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbuakaan informasi publik dalam perspektif hukum islam

1 4 104

Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam

0 6 177

PERAN DEWAN PENGAWAS LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TVRI DAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DALAM MENJAGA NETRALITAS ISI PROGRAM SIARAN TVRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN.

0 0 1

ASPEK HUKUM TAYANGAN PROGRAM REPORTASE INVESTIGASI DI TRANS TV YANG MEMPENGARUHI ANAK BERPERILAKU NEGATIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN.

0 0 2

IMPLEMENTASI KEWENANGAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI TENGAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN | KARATE | Legal Opinion 6671 22196 1 PB

0 0 18

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

0 0 20

BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN A. Peraturan Perundang-Undangan tentang Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran - Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lok

0 0 7

BAB IV ANALISIS PENGATURAN USIA PERKAWINAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERSPEKTIF POLITIK HUKUM ISLAM - Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam. - Ra

0 0 37