46
bukan  semata-mata  hak  wartawan  dan  pengelola  media  pers  yang  saat  ini  telah menggurita.
Kemampuan pers dalam menjalankan peranannya tersebut banyak bergantung kepada  seberapa  jauh  kemerdekaan  dari  negara  dan  kekuatan-kekuatan  lainnya
“direbut” oleh kalangan praktisi media. Hanya pers yang bebas yang dapat melayani masyarakat  yang  demokratis.  Ia  harus  bebas  mengkritik  segala  kebijakan,  tingkah
laku  para  pejabat  yang  menyimpang  dan  pers  harus  mempunyai  hak  untuk mengetahui aktivitas pemerintahan  yang sedang berjalan demi menjaga  kepentingan
publik. Oleh karena itu, kebebasan pers pada dasarnya merupakan hak yang sifatnya korelatif,  yaitu  hak  untuk  terealisasinya  hak  lain,  yakni;  hak  warga  untuk  mendapat
informasi  serta  hak  menyatakan  pendapat  dan  mengontrol  kekuasaan,  kekuatan negara atau pemerintah, tetapi juga  kekuasaan masyarakat, termasuk kekuasaan pers
sendiri.
13
Begitu  juga  dengan  “penyiaran  diselenggarakan  berdasarkan  Pancasila  dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat,
adil,  dan  merata,  kepastian  hukum,  keamanan,  keberagaman,  kemitraan,  etika, kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab”Pasal 2.
14
C.  Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Hukum Islam
13
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta : PT Raja Grafindo, 2003,h. 190.
14
Undang-Undang, Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
47
Media  komunikasi  massa  akan  menghantarkan  perubahan  transpormasi budaya masyarakat. Umat  Islam merupakan salah satu produk dunia dan merupakan
salah satu konsumen dari berbagai produk media massa. Oleh  karena  itu,  peranan  kita  sebagai  pembeli  atau  pengguna  jelas  terlihat
dalam bidang komunikasi.  Sejalan dengan itu, perubahan-perubahan besar telah dan akan terjadi dalam perkembangan media massa kita, baik media massa cetak maupun
elektronik.  Persoalan  yang  kita  hadapi  adalah  bagaimana  kita  melafalkan  hal  itu dengan sebaik-baiknya bagi pembangunan dan transpormasi budaya bangsa kita.
15
Bagi  umat  Islam  kehadiran  aneka  macam  media  komunikasi  massa  dapat dimanfaatkan  sebagai  sarana  untuk  meningkatkan  keimanan  dan  sarana  takwa
disamping lebih meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam menjalankan pekerjaan bidang komunikasi  massa, seseorang haruslah
tunduk  pada  etika  dan  norma  yang  berlaku,  terutama  dalam  peliputan  berita  yang berlebihan,  dengan  tujuan  membuat  berita  yang  sensasional  dan  menarik  perhatian
pembaca.
16
Perbuatan yang dilakukan insan pers, harus disertai dengan tanggung jawab. Sebab,  menurut  Islam,  tidak  ada  perbuatan  yang  hilang  begitu  saja  tanpa  ada
pertanggungjawabannya. Allah SWT berfirman :
15
Alfian,  Transpormasi  Sosial  Budaya  dalam  Pembangunan  Nasional,  UI  Press,  1986,h. 167.
16
William  L  Rivers  dan  Cleve  Methews,  Ethic  for  Media,  terj.  Arwah  Setiawan  dan  Danan Priyatmoko, Jakarta : Gramedia, 1994,h. 60.
48
 
 
 
 
 
 
 
“Barangsiapa  yang  mengerjakan  kebaikan  seberat  dzarrahpun,  niscaya  dia  akan melihat  balasanNya.  Dan  barangsiapa  yang  mengerjakan  kejahatan  sebesar
dzarrah- pun, niscaya dia akan melihat balasanNya”
QS. Az-Zalzalah 99 : 7-8 Tanggung  jawab  diberikan  kepada  setiap  muslim  dewasa  mukallaf  karena
mereka  dinilai  sebagai  orang  merdeka.  Bahkan  disebut  sebagai  pemimpin,  minimal untuk diri sendiri. Atas dasar kemerdekaan itulah, manusia dimintai tanggung jawab
untuk setiap perbuatannya. Rasulullah bersabda :
اق ه ا م س   ه ع ها  ص  ب لا  ع ر ع  با  ع :
ر  ع  ّم م ك   عار م ك اا هت ع
.
“Dari Ibn Umar bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, „Ketahuilah, setiap kalian adalah
pemimpin dan
setiap pemimpin
akan dipertanyakan
tentang kepemimpinannya
” HR. Muslim. Dengan  demikian,  setiap  manusia  mempunyai  kebebasan  untuk  berbuat  dan
perbuatannya  itu  harus  disertai  tanggung  jawab.  Bila  hal  ini  dikaitkan  dengan  pers maka pers memiliki kebebasan untuk memperoleh dan menyampaikan berita, dengan
syarat akurasi dan akibat berita itu harus diperhatikan. Menurut konsep Islam, dalam menjalankan tugasnya pers tidak semata-mata bertanggung jawab pada manusia baik
itu  pemerintah  atau  masyarakat,  maupun  lembaga  pers  sendiri,  tetapi  lebih  dari  itu, pers  harus  bertanggung  jawab  kepada  Allah  SWT.  Segala  yang  ditulis,
diinformasikan, dan dikomunikasikan oleh pers tidak hanya berdampak duniawi tapi
49
juga  ukhrawi,  sebab  semua  aktivitas  pers  termasuk  kategori  amal  sebagaimana disebutkan dalam surat az-Zalzalah, 99 : 7-8 diatas.
17
Pers  bebas  yang  tidak  disertai  tanggung  jawab  akan  membawa  pada  ekses- ekses  negatif  dan  destruktif,  bagian  dari  ulah  manusia  penyebab  kerusakan  di  muka
bumi. Allah SWT berfirman dalam surat ar-Rum 30 : 41 :
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya  : “Telah  nampak  kerusakan  di  darat  dan  di  laut  disebabkan  Karena
perbuatan  tangan  manusi,  supay  Allah  merasakan  kepada  mereka  sebahagian  dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.
Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, oleh manusia Islam, termasuk insan  pers,  tidak  diberi  beban  di  luar  kemampuannya.  Setiap  mereka  dipersilahkan
berbuat  sesuai  kemampuannya  itu.  Islam  tidak  pernah  memaksa  seseorang  berbuat sesuatu, segala sesuatu  dilakukan sesuai dengan  kesadaran dan kebebasannya, tetapi
dengan  konsekuwnsi  bahwa  semua  perbuatan  itu  harus  dipertanggungjawabnkan  di dunia maupun akhirat. Firman Allah SWT dalam surat al-
An’am : 6 : 137
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
17
Idri  Shaffat,  Kebebasan  Tanggung  Jawab,  dan  Penyimpangan  PERS  Jakarta  :  Prestasi Pustaka, 2008,h.146.
50
Artinya  : “Katakanlah:  Hai  kaumku,  berbuatlah  sepenuh  kemampuanmu,
Sesungguhnya  akupun  berbuat  pula.  kelak  kamu  akan  mengetahui,  siapakah  di antara  kita  yang  akan  memperoleh  hasil  yang  baik  di  dunia  ini.  Sesungguhnya
orang- orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.”
Menurut  Al- Qur’an,  dalam  hal  tanggung  jawab  terhadap  perbuatannya,
manusia  tidak  mempunyai  ketergantungan  satu  sama  lain.  Seseorang  tidaklah bertanggung  jawab  terhadap  perbuatan  orang  lain  selama  perbuatan  itu  tidak  ada
hubungan dengan dirinya.
18
Bagi  umat  Islam  etika  yang  dijadikan  dasar  adalah  nilai-nilai  moral  yang terdapat  dalam  Al-
Qur’an  dan  Hadits,  sebagai  wahyu  Allah  SWT  yang  telah memberikan  prinsip-prinsip  dasar  yang  mendasari  etika  komunikasi,  termasuk
komunikasi  massa.  Tanpa  memperhatikan  tata  nilai  Islam  dalam  menjalankan  tugas maka  pekerja  komunikasi  massa  yang  beragama  Islam  akan  menebarkan  dusta  dan
kebohongan ditengah masyarakat. Ada beberapa aspek moral yang atau etika, diantaranya :
1.  Fairness Wartawan harus jujur dalam mencari, mengumpulkan dan mengelolah berita.
Bersifat objektif terhadap data dan fakta yang dikumpulkan. Tidak memutarbalikkan fakta,  dituntut  sportif  mengakui  bila  mengalami  kekeliruan.  Adil  tidak  memihak,
kecuali kepada kebenaran yang ditemui di lapangan. Bersikap wajar dan patut, sesuai yang dipublikasikan tidak boleh terlepas dari
unsur  kepatuhan  dari  etika  yang  berlaku.  Bersikap  memegang  perasaan  pembaca,
18
Ibid, h, 148.
51
terutama dalam suatu kelompok masyarakat dimana media massa diharuskan menjadi penopang masyarakat.
19
Unsur  objektifitas  atau  kejujuran  dalam  menyampaikan  informasi  menjadi salah  satu  kunci  sukses  seseorang  wartawan  dan  juga  kunci  sukses  institusi  tempat
bekerja.  Masyarakat  pembaca,  tidak  kehilangan  kepercayaan  dari  informasi  yang dipublikasikan. Sekali lagi masyarakat merasa dibohongi, maka boleh jadi selamanya
kepercayaan akan hilang.
20
Jika mayoritas sumber informasi masyarakat berperilaku tanpa mengindahkan komunkasi  yang  jujur,  maka  semua  komunikasi  melemah  kepercayaan  kepada
sumber  merupakan  syarat  yang  dibutuhkan  komunikasi  verbal.  Selama  kepercayaan itu hilang, maka bahasa itu sendiri menjadi runtuh.
21
Etika kejujuran dan objektifitas menjadi dasar paling pokok bagi komunikasi massa. MC. Donald menyatakan “para
wartawan  yang  serius  dalam  mencapai  suatu  objektifitas  yang  akan  meningkatkan upaya mereka untuk menyampaikan suatu gambaran yang akurat mengenai d
unia”.
22
2.  Accuracy Ketepatan  data  atau  informasi  yang  disiarkan  kepada  khalayak.  Akurasi
datang hanya bisa didapatkan apabila seseorang melakukan penelitian dengan cermat
19
William  L  Rivers  dan  Cleve  Methews,  Ethic  for  Media,  terj.  Arwah  Setiawan  dan  Danan Priyatmoko,..... h. 22.
20
Ibid., h. 22.
21
J. Micheal Sproule, Argumen, New York : MC. Gray Hill, 1980,h. 282.
22
William  L  Rivers  dan  Cleve  Methews,  Ethic  for  Media,  terj.  Arwah  Setiawan  dan  Danan Priyatmoko,..... h. 106.
52
terhadap  info  dan  data  yang  ditemui  dilapangan  Check  and  Recheck,  dengan  cara komunikasi kepada nara sumber.
23
Penelitian juga dilakukan terhadap unsur rasionalitas informasi, karena adanya kemungkinan sumber salah menyampaikan informasi atau kesalahan juga bisa terjadi
pada wartawan, oleh karena itu diperlukan ketelitian dan kecermatan, faktor dead line bukan alasan untuk mengecek informasi.
Dalam meneliti kebenaran berita, kode etik jurnalistik PWI menegaskan pada pasal 12 : “Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan
kredibilitas sumber berita”. Hal itu berarti bahwa sumber berita merupakan jaminan kebenaran  dan  ketepatan  bahan  berita.  Karena  itu  wartawan  perlu  memastikan
kebenaran bahan berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat atau outentik. Upaya  dan  proses  memastikan  kebenaran  dan  ketepatan  bahan  berita  adalah
wujud itikad, sikap dan  prilaku jujur dan adil setiap wartawan professional.  Sumber berita  dinilai  memiliki  kewenangan  bila  memenuhi  syarat-syarat  :  kesaksian
langsung, ketokohan atau keterkenalan, pengalaman, jabatan, dan keahlian.
24
3.  Bebas dan bertanggung Jawab Terhadap  pemberitaan  yang  dipublikasikannya,  hati-hati  dalam  menyajikan
berita dan mempertimbangkan pula efek yang timbul. 4.  Kritik konstruktif
23
Richard  L  Johannesen,  Ethics  in  Human  Communication,  terj.  Dedy  Djamaluddin  dan Deddy Mulyana, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1996, h. 10.
24
Kode Etik Jurnalistik PWI yang diberlakukan sejak 11 Januari 1995.
53
Wartawan memiliki sifat kritik atas kekeliruan yang terjadi, apabila diketahui terjadi  penyimpangan  yang  dilakukan  seseorang  atau  kelompok  orang,  maka
tanggung  jawab  wartawan  untuk  melakukan  perbaikan.  Wartawan  harus  memiliki etika  kepekaan  dan  keperdulian  demi  keselamatan  orang  banyak.  Wartawan  harus
bersama  membela  kebenaran,  menyampaikan  berita  yang  benar  adalah  benar  dan yang salah adalah salah.
Tulisan  yang  ada  di  media  massa  disamping  sebagai  sarana  Dakwah  bil Qalam,  juga  dapat  menjadi  sarana  komunikasi  yang  efektif  dengan  khalayak  untuk
mempublikasikan ide-ide, opini atau pemikiran tentang berbagai masalah. Melalui  tulisan  di  media  massa,  seseorang  dapat  menciptakan  opini  publik,
mempengaruhi massa, bahkan melakukan  “propaganda”. Namun tentunya tak lepas dari  batasan-batasan  yang  telah  ditetapkan,  seperti  yang  terdapat  dalam  Kode  Etik
Jurnalistik  Wartawan  Indonesia  pasal  5  yang  berbunyi  :  “wartawan  Indonesia menyajikan  berita  secara  berimbang  dan  adil,  mengutamakan  kecermatan  dan
kerapihan, serta tidak mencampuradukan antara fakta dengan opini sendiri.
25
Sebuah  pesan  yang  disampaikan  oleh  Zainuddin  Sardar  dari  Center  for Police and Future Studies di Chicago bahwa seorang wartawan muslim hendaknya
mampu  berperan  sebagai  penjaga  kebudayaan  Islam  yang  handal  sekaligus  mampu menjadi Creator budaya yang dinamis.
25
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat,  Jurnalistik Teori dan Praktek,h. 47. Kode Etik Jurnalisme pertama kali dibuat tahun 1947 di Yogyakarta, disusun kembali dan ditetapkan
oleh  persatuan  wartawan  Indonesia  PWI  tahun  1995  di  Prapat  Sumatra  Utara  dan  mengalami penyempurnaan  kongres  kerja  nasional  PWI  tahun  1994  di  Batam  Riau,  dalam  kongres  XXI  PWI  di
Palangkaraya, Kalimantan Tengah 2-5 Oktober 2003 kode etik ini lebih disempurnakan lagi.
54
Selain itu ada lima peran jurnalis muslim, yakni : 1.  Sebagai pendidik Muaddab, yakni melaksanakan fungsi edukasi yang Islami,
dengan cara memahami kata dan kalimat yang teradapat di media massa. 2.  Sebagai pelurus informasi Musaddid, yakni ada tiga hal yang harus dilakukan
oleh jurnalis Islam, yakni : memberikan informasi tentang ajaran Islam, menghasilkan karya yang Islami, serta melakukan Investigation reporting dari
hasil pemberitaan yang diperoleh. 3.  Sebagai pembaharu Mujaddid, yakni sebagai juru bicara yang menyebarkan
ajaran Islam serta pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari. 4.  Sebagai pemersatu Muwaddid, yakni sebagai penghubung antara umat Islam dan
non-Islam demi terwujudnya persatuan umat. 5.  Sebagai penjuang Mujahid, yaitu pejuang pembela Islam.
26
Pada  dasarnya,  dalam  setiap  pemberitaan  sebuah  media  mempunyai  Frame tertentu.  Surat  kabar  dapat  menyampaikan  suatu  isu  yang  berkembang  dalam
masyarakat dengan sangat cepat. Karena surat kabar dapat langsung dikonsumsi oleh khalayak, maka surat kabar dapat membentuk opini publik yang bersifat  Cash, cepat
dan dapat  berubah  atau  bergeser pada saat  yang  singkat  dari suatu kesimpulan  yang satu  kepada  kesimpulan  yang  lain.  Karena  itu,  selain  surat  kabar  menyampaikan
pemberitaan, ia juga berfungsi sebagai media dakwah.
26
Aep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2005, h. 122-123.
55
Media  sering  kali  menampilkan  lingkungan  sosial  yang  tidak  sebenarnya. Dengan cara itu media membentuk  cerita khalayak ke arah  yang dikehendaki  media
tersebut.  Tapi  pengaruh  media  massa  tidak  terhenti  sampai  disitu,  media  juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayak.
27
Menurut  Mafri  Amir,  dalam  buku  yang  berjudul  Etika  komunikasi  massa dalam  pandangan  Islam.  Bahwa  ada  beberapa  unsur  dalam  ilmu  komunikasi  yang
meliputi  beberapa  etis.  Misalnya  menterapkan  etika  kejujuran  atau  objektivitas berdasarkan  fakta,  berlaku  adil  atau  tidak  memihak  dengan  menulis  berita  secara
berimbang, serta menerapkan etika kepatutan atau kewajaran.
28
1.  Kejujuran Informasi, Aspek  kejujuran  atau  objektivitas  dalam  komunikasi  merupakan  etika  yang
didasarkan  kepada  data  dan  fakta.  Faktualisasi  menjadi  kunci  dari  etika  kejujuran. Menulis  dan  melaporkan  dilakukan  secara  jujur,  tidak  memutarbalikkan  fakta  yang
ada.  Dalam  istilah  lain  adalah  informasi  yang  teruji  kebenarannya  dan  orangnya terpercaya  atau  dapat  diakui  integritas  dan  kredibelitasnya.  Dalam  al-
Qur’an kejujuran ini dapat diistilahkan dengan amanah
ة اما
, ghair al-takdzi,
بي د ثلا ريغ
, shid
قدص
,  al-haq
قحلا
.  Dengan  dasar  ketika  istilah-istilah  tersebut,  maka seseorang  pekerja  komunikasi  massa  dalam  pandangan  Al-
Qur’an  tidak  akan
27
Jalaludin Rachmat, Psikologi Komunikasi Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004, h. 226.
28
Mafri  Amir,  Etika  Komunikasi  Massa  dalam  Pandangan  Islam  Ciputat  :  Logos, 1999,h.66.
56
berkomunikasi  secara dusta, atau dengan istilah  lahw  al-hadits
ثي دحلا  ل
dan al-ifk
كف اا
.
29
2.  Adil, Tidak Memihak Dalam  praktek  jurnalistik  berlaku  prinsip  etis  adil  dan  berimbang.  Artinya
tulisan harus disajikan secara tidak memihak. Menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing-
masing  terhadap  suatu  kasus  berdasarkan  prinsip  berimbang  dan  adil.  Berlaku  adil adalah ajaran Islam.
3.  Kewajaran dan Kepatutan Dalam komunikasi  massa, wartawan  wajib mempertimbangan patut tidaknya
menyiarakan  berita,  tulisan  atau  gambar  dengan  tolok  ukur,  yang  dapat membahayakan  keselamatan  dan  keamanan  negara  dan  bangsa.  Dalam  hal  ini  tidak
boleh  menyiarakan  berita  rahasia  meliter  atau  negara.  Atau  berita  yang  dapat menyinggung perasaan umat beragama, suku, ras, dan golongan tertentu.
30
Peran  jurnalis  muslim  dimaknai  sebagai  proses  pemberitaan  atau  pelaporan tentang berbagai hal yang sarat muatan dan sosialisasi nilai-nilai Islam. Jurnalis Islam
dapat dikatakan
sebagai Crousade
journalisme, yakni
jurnalisme yang
memperjuangkan nilai-nilai tertentu, dalam hal ini nilai-nilai Islam. Jurnalistik Islam mengemban misi
amar ma‟ruf nahi mungkar.
29
Ibid, h.66.
30
Ibid, h. 84.
57
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,  menyuruh  kepada  yang  ma‟ruf  dan  mencegah  dari  yang  mungkar  :
merekalah orang-orang yang beruntung .”
Jurnalis  Islami  adalah  jurnalis  dakwah,  maka  setiap  jurnalis  muslim,  yakni wartawan  dan  penulis  yang  beragama  Islam,  berkewajiban  menjadikan  jurnalistik
Islami  sebagai  ideologi  dalam  profesinya.  Baik  bekerja  pada  media  massa  umum maupun  pada  media  massa  Islam.  Karena  dakwah  memang  merupakan  kewajiban
yang melekat dalam diri setiap muslim. Jurnalis  muslim  adalah  sosok  juru  dakwah  dai’  di  bidang  pers,  yakni
mengemban dakwah bil Qalam dakwah melalui pena. Ia adalah khalifah atau wakil Allah  SWT,  di  dunia  media  massa  yang  terkait  dengan  dan  memperjuangkan
tegaknya  nilai-nilai  norma  dan  etika  Islam  Syariat  Islam.  Ia  bertanggung  jawab terhadap  kode  etik  Islam  serta  aktual  dalam  kehidupan  jurnalis  muslim.  Jurnalis
muslim tidak boleh tinggal diam jika ada kemungkaran dalam dunia yang digelutinya. Dakwah bil Qalam memiliki beberapa fungsi, seperti yang diungkapkan oleh
Hartono A. Jaiz, yakni : 1.  Melayani  kebutuhan  masyarakat  akan  informasi  Islam.  Informasi  yang  dimaksud
adalah informasi yang bersumber dari Al- Qur’an dan Hadits.
2.  Berupaya mewujudkan atau menjelaskan seruan Al- Qur’an secara cermat melalui
berbagai media cetak untuk mengembalikannya kepada fikrah keuniversalannya serta menyajikan produk-produk Islam yang selaras dengan pemikirannya.
58
3.    Menghidupkan  dialog-dialog  bernuansa  pemikiran,  politik,  budaya,  sosial,  dan lain-lain.
Media  massa  cetak  memiliki  keunggulan,  terutama  dalam  hal  Dakwah  bil Qalam,  seperti  sebuah  ilustrasi  yang  diungkapkan  oleh  Hasan  al-Banna  bahwa  juru
dakwah  ibarat  gardu  listrik  yang  menyebarkan  aliran  listik  untuk  menerangi  setiap sudut  dan  pelosok  kota.  Adalah  tugas  dan  tanggung  jawab  jurnalis  muslim  dai’
menyampaikan sinar nilai-nilai Islam ke segenap lapisan masyarakat. 1.  Lebih dalam pengaruhnya dari gelombang lisan ahli pidato. Pidato lisan dari sang
orator  dapat  memikat  jutaan  massa  rakyat  dalam  sesaat.  Tapi  tidak  meninggalkan bekas  dan  menyerap  dalam  hati.  Itulah  sebabnya  sang  orator  kembali  mengulang
pidatonya dihadapan massa. 2.  Tulisan atau sari pena seorang pengarang cukup berbicara satu kali akan melekat
terus menerus dalam hati serta bisa menjadi buah tutur setiap hari. 3.  Bahasa tulisan lewat media cetak lebih rapi dan teratur.
4.  Pembaca bisa membawa berulang-ulang hingga meresapi. 5.  Terekam.  Nasihat-nasihat  yang  disiarkan  di  media  massa  cetak  tersusun  dalam
alinea, kalimat dan kata-kata  yang terdiri  atas huruf-huruf  yang dicetak pada kertas. Dengan  demikian,  setiap  pesan-
pesan  yang  diberitakan  “terekam”  sedemikian  rupa sehingga  dapat  dibaca  setiap  saat  dan  dapat  diulangi  untuk  dikaji,  bisa  dijadikan
dokumentasi dan dapat pula dipakai sebagai keperluan tertentu.
59
6.  Dapat diproduksi. Dapat digunakan kembali sehingga memudahkan mereka yang tidak berlanganan untuk  memperolehnya.  Kelemahannya hanya pada segi  kecepatan
penyampaian informasi.
31
Dalam hal, menyampaikan informasi secara tepat merupakan landasan pokok untuk tidak mengakibatkan masyarakat, pembaca, pendengar, dan pemirsa mengalami
kesalahan. Kesalahan yang ditimbulkan oleh kesesatan informasi pada  media massa, tentu  bisa  diperkirakan  betapa  besar  bahaya  dan  kerugian  yang  diderita  masyarakat
banyak.
32
Stasiun  TV  harus  berhati-hati  dalam  menayangkan  berita  kriminalitas. Dalam  hal  ini  P3SPS  menentukan  bahwa  gambar  luka-luka  yang  diderita  korban
kekerasan,  kecelakaan  termasuk  bencana  alam  tidak  boleh  disorot  secara  close  up big  close up, medium close up, extreme close up. Gambar-gambar lain  yang tidak
boleh  disorot  secara  close  up  adalah  gambar  penggunaan  senjata  tajam  dan  senjata api.
Gambar  korban  kekerasan  tingkat  berat,  serta  potongan  organ  tubuh  korban dan  genangan  darah  yang  diakibatkan  tindak  kekerasan,  kecelakaan  dan  bencana,
harus  disamarkan  serta  durasi  dan  frekuensi  penyorotan  korban  yang  eksplisit  harus dibatasi.  Selain  itu,  gambar  saat-saat  kematian  dan  adegan  eksekusi  hukuman  mati
tidak boleh disiarkan. Adegan  rekontruksi  kejahatan  tidak  boleh  disiarkan  secara  rinci  dan  harus
memperoleh  izin  dari  korban  kejahatan  atau  pihak-pihak  yang  dapat  dipandang
31
Suf Kasman, Jurnalisme Universal Menelurusi Prinsip-Prinsip Dakwah Bil Qalam dalam Al-
Qur‟an, Bandung : TERAJU, 2004, h. 124-129.
32
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa, .... h. 96.
60
sebagai  wakil  korban.  Namun,  untuk  adegan  rekontruksi  kejahatan  seksual  dan pemerkosaan  tidak  boleh  disiarkan.  Selain  itu,  siaran  rekontruksi  yang
memperlihatkan  modus  kejahatan  secara  rinci  dilarang.  Larangan  juga  berlaku  bagi adegan rekontruksi yang memperlihatkan cara pembuatan alat kejahatan.
Stasiun  TV  dilarang  menyajikan  isi  siaran  yang  memberikan  gambaran eksplisit  dan  rinci  tentang  cara  membuat  bahan  peledak  serta  menyiarkan  gambar
secara eksplisit dan rinci adegan bunuh diri.
33
D.  Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers dalam Hukum Islam