125
Tayangan televisi merupakan media massa yang paling banyak dipergunakan oleh masyarakat. Tidak mengherankan jika banyaknya tindak kekerasan yang
ditayangkan di televisi mempengaruhi perilaku seseorang. Efek tayangan kekerasan sangatlah berbahaya bagi orang-orang yang kurang bisa menganalisis
32
dan mengidentifikasi tayangan-tayangan kekerasan di televisi. Seiring dengan semakin
banyaknya tayangan yang mengandung unsur kekerasan maka kemungkinan seseorang untuk meniru perilaku itu semakin besar.
Dampak tayangan kekerasan di televisi paling sering melanda anak-anak. Dimana anak-anak menganggap adegan kekerasan tersebut sebagai hiburan. Hal itu
akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak ketika telah menjadi lebih dewasa. Dia akan merasa sudah terbiasa dengan tindakan kekerasan dan tidak merasa takut
untuk melakukannya. Sampai saat ini upaya untuk menanggulangi penyimpangan perilaku karena
tayangan kekerasan di televisi masih sulit untuk dilakukan. Kita sebagai seorang penonton televisi seharusnya lebih pandai untuk tidak meniru adegan-adegan
kekerasan yang ada di televisi.
C. Analisis Kaidah Sadd al- Dzari’ah dalam Etika Penyiaran
Sebagai salah satu upaya dalam merealisasikan aspek fleksibilitas Islam, maka Rasulullah sallalâhu alahi wasallam membolehkan kepada para sahabat untuk
berijtihad. Hal inilah yang dijadikan salah satu landasan para mujtahid dalam
32
http:el-nashfi.blogspot.com201012efek-tayangan-kekerasan-di-tv.html. Diakses pada tanggal 10 juli 2011.
126
berijtihad mengenai suatu hukum yang tidak terdapat dalam nash shorih mengenai penetapan hukumnya.
33
Hukum Islam tidak hanya mengatur tentang perilaku manusia yang sudah dilakukan tetapi juga yang belum dilakukan. Hal ini bukan berarti bahwa hukum
Islam cenderung mengekang kebebasan manusia. Tetapi karena memang salah satu tujuan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari
kerusakan mafsadah. Jika suatu perbuatan yang belum dilakukan diduga keras akan menimbulkan kerusakan mafsadah, maka dilaranglah hal-hal yang mengarahkan
kepada perbuatan tersebut. Metode hukum inilah yang kemudian dikenal dengan sadd adz-
dzari’ah. Sebaliknya, jika suatu perbuatan diduga kuat akan menjadi sarana terjadinya perbuatan lain yang baik, maka diperintahkanlah perbuatan yang menjadi
sarana tersebut. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah fath adz-dzariah. Guna menentukan apakah suatu perbuatan dilarang atau tidak, karena ia bisa
menjadi sarana adz-dzariah terjadinya suatu perbuatan lain yang dilarang, maka
secara umum hal itu bisa dilihat dari dua hal, yaitu:
34
1. Motif atau tujuan yang mendorong seseorang untuk melaksanakan suatu
perbuatan, apakah perbuatan itu akan berdampak kepada sesuatu yang dihalalkan atau diharamkan. Misalnya, jika terdapat indikasi yang kuat bahwa
33
http:pwkpersis.wordpress.com20080322sadd-adz-dzarai-dan-keabsahannya-sebagai- dalil. Diakses pada tanggl 12 Agustus 2011.
34
http:racheedus.wordpress.commakalahkumakalah-nyoba. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011.
127
seseorang yang hendak menikahi seorang janda perempuan talak tiga adalah karena sekedar untuk menghalalkan si perempuan untuk dinikahi oleh mantan
suaminya terdahulu, maka pernikahan itu harus dicegah. Tujuan pernikahan tersebut bertentangan dengan tujuan pernikahan yang digariskan syara’ yaitu
demi membina keluarga yang langgeng. 2.
Akibat yang terjadi dari perbuatan, tanpa harus melihat kepada motif dan niat si pelaku. Jika akibat atau dampak yang sering kali terjadi dari suatu
perbuatan adalah sesuatu yang dilarang atau mafsadah, maka perbuatan itu harus dicegah. Misalnya, masalah pemberian hadiah gratifikasi yang diawasi
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Berdasarkan beberapa peristiwa yang sebelumnya terjadi, seorang pejabat yang mendapat hadiah kemungkinan
besar akan mempengaruhi keputusan atau kebijakannya terhadap si pemberi hadiah. Karena itulah, setiap pemberian hadiah gratifikasi dalam batasan
jumlah tertentu harus dikembalikan ke kas negara oleh pihak KPK. Menurut Ibnu Qayyim Aj-Jauziyah, pembagian dari segi ini antara lain
sebagai berikut :
35
a. Perbuatan yang membawa kepada suatu kemasfsadatan, seperti meminum
minuman keras yang dapat mengakibatkan mabuk, sedangkan mabuk adalah perbuatan yang mafsadat.
35
Rahmat, Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih “Untuk UIN, STAIN, dan PTAIS, Bandung : PUSTAKA SETIA, 2010, h. 135.
128
b. Suatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan atau dianjurkan tetapi
dijadikan sebagai jalan untuk melakukan suatu perbuatan yang haram, baik disengaja maupun tidak, seperti seorang laki-laki menikahi perempuan yang
ditalak tiga dengan tujuan agar wanita itu bisa kembali kepada suaminya yang pertama nikah at-tahlil.
Menurut Ibnu Qayyim, kedua bagian di atas terbagi lagi dalam : 1.
Kemaslahatan suatu perbuatan lebih kuat dari kemafsadatan-nya. 2.
Kemafsadatan suatu perbuatan lebih kuat daripada kemanfaatannya; Kedua pembagian inipun, menurutnya dibagi lagi menjadi empat bentuk :
a. Sengaja melakukan perbuatan yang mafsadat, seperti minum arak, perbuatan
ini dilarang syara’. b.
Perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan atau dianjurkan, tetapi dijadikan jalan untuk melakukan suatu perbuatan yang haram baik disengaja maupun
tidak, seperti seorang laki-laki menikahi perempuan yang ditalak tiga dengan tujuan agar wanita itu bisa kembali kepada suaminya yang pertama nikah al-
tahlil. c.
Perbuatan yang hukumnya boleh dan pelakunya tidak bertujuan untuk melakukan
suatu kemafsadatan,
tetapi berakibat
timbulnya suatu
kemafsadatan, seperti mencaci maki persembahan orang musyrik mengakibatkan orang musyrik juga mencaci maki Allah.
d. Suatu pekerjaan yang pada dasarnya dibolehkan tetapi adakalanya
menimbulkan kemafsadatan, seperti melihat wanita yang dipinang. Menurut
129
Ibnu Qayyim, kemaslahatannya lebih besar, maka hukumnya dibolehkan sesuai kebutuhan.
Maka menurut hemat penulis dalam konteks kaidah sadd adz- dzari’ah
menentukan hukum dalam hal perbuatan atau etika penyiaran dalam perihal ekspose berita kriminal di media massa, dapat dibagi menjadi dua pembagian hukumnya
yaitu: 1.
Mubah Apabila perbuatan itu dilakukan untuk memberikan informasi kepada
khalayak dengan kehati-hatian dan mempertimbangkan segala kemungkinan dampak yang akan dihasilkan dari tayangan yang disiarkan dan
mengedepankan edukasi pendidikan bagi penontonnya untuk lebih waspada dengan lingkungan sekitar yang kurang aman sebagai langkah preventif
pencegahan bagi
para pemirsa
untuk lebih
berhati-hati. 2.
Haram Ketika dalam mengabarkan sebuah peristiwa dengan tujuan ataupun maksud-
maksud tertentu demi kepentingan sendiri dengan mengejar rating siaran yang laku ditonton oleh masyarakat dengan memberikan suatu informasi atau berita bohong
yang jelas-jelas melanggar kode etik jurnalistik. Kemudian dalam siaran tidak melakukan suatu tampilan yang vulgar, bombastis, dan lainnya dalam penyiaran suatu
berita atau informasi kepada pemirsa, karena ada beberapa masyarakat yang bisa terpengaruh dengan berita-berita yang ditampilan secara vulgar, bombastis dan tidak
130
menjaga aturan dalam kode etik jurnalistik yang baik. Hampir setiap hari tayangan berita kriminal dengan porsi sadisme, kekerasan, pemerkosaan dan lainnya
ditampilkan dilayar kaca secara berkesinambungan atau terus-menerus tanpa jeda, di waktu pagi, siang, sore, dan malam dihampir semua stasiun TV menyiarkan berita
kriminal tanpa mempertimbangkan dampak ataupun efek negatif yang dihasilakan dari berita yang ditayangkan tersebut. Apalagi ketika anak-anak juga ikut
menyaksikan adegan kriminal yang secara jelas tampil atau reka ulang rekontruksi adegan-adegan pembunuhan, mutilasi, pemerkosaan, tawuran, perkelahian dan lain-
lainnya yang pasti seorang anak atau anak-anak akan meniru apa-apa yang dilihatnya.
131
BAB V PENUTUP