Prespektif Hukum Islam a. Pandangan Hukum Islam Mengenai Bingkai Etika Komunikasi Massa

80

BAB IV PUBLIKASI KASUS KRIMINAL OLEH MEDIA MASSA

A. Prespektif Hukum Islam a. Pandangan Hukum Islam Mengenai Bingkai Etika Komunikasi Massa

Etika komunikasi seakan tak berdaya menghadapi maraknya kekerasan dalam media massa. Pornografi, kekerasan naratif, agresivitas, kekerasan virtual, kekerasan simbolik, dan kekerasan lembut yang manipulatif merajalela tanpa ada struktur kuat yang melawannya. Bahkan kekuatan moral, termasuk agama, seperti kehabisan akal untuk menangkalnya. Ketidakperdulian, ketidaktahuan atau keengganan terlibat dari pendidik, agamawan, orang tua, politikus atau organisasi profesi semakin melemahkan perjuangan etika komunikasi. Sebagai wacana normatif, etika komunikasi membutuhkan topangan hukum, deontologi profesi, analisis kritis, militansi asosiasi perlindungan pemirsa, pembaca atau pendengar untuk mengusung cita-cita terwujudnya informasi yang sehat dan benar. 1 Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat mengerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Akan tetapi untuk mengetahui secara tepat dan terperinci mengenai kekuatan sosial yang dimiliki oleh komunikasi massa dan hasil yang dapat dicapainya dalam menggerakkan proses sosial tidaklah mudah. Oleh karena itu, efek atau hasil yang 1 Haryatmoko, Etika Komunikasi “Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi, Yogyakarta: Kanisius, 2007, Cet, Ke-5, h. 119. 81 dapat dicapai oleh komunikasi yang dilaksanakan melalui berbagai media lisan, tulisan, visualaudio visual perlu dikaji melalui berbagai media tertentu yang bersifat analisis sosial. Yang dimaksud dengan analisis psikologi adalah kekuatan sosial yang merupakan hasil kerja dan berkaitan dengan watak serta kodrat manusia. Sedangkan analisis sosial adalah peristiwa sosial yang terjadi akibat komunikasi massa dengan penggunaan media massa yang sangat unik serta kompleks. 2 Menurut Assegaff seperti yang di kutip oleh Mondry dalam bukunya yang berjudul “Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik” bahwa Informasi di media massa secara umum terdiri atas berita dan opini, yang tentu saja dilengkapi dengan foto bagi media cetak atau gambar bagi media elektronik dan iklan. Berita dikatakan sebagai informasi yang menarik perhatian masyarakat pembaca atau pendengar yang disusun sedemikian rupa dan disebarluaskan secepatnya sesuai periodisasi media. 3 Kemampuan menarik perhatian massa itulah yang sering menjadi masalah. Tidak semua informasi dapat menarik perhatian pembaca media tertentu sehingga media tersebut akan memilih informasi yang diminati pembacanya dengan dasar perhitungan ekonomis. Bungin 2006 seperti yang di kutip oleh Mondry dalam bukunya yang berjudul “Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik” menyebutkan, media massa 2 Elvinaro, Lukiati. dkk. Komunikasi Massa “Suatu Pengantar”, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2007, Cet, Ke-1 Edisi revisi, h. 49. 3 Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, Bogor : Ghalia Indonesia, 2008, Cet, Ke-1, h. 83. 82 merupakan institusi yang berperan sebagai agent of change yang menjadi lembaga pelapor perubahan ini merupakan paradigma utama media massa. Dalam menjalankan paradigma tersebut, media massa berperan sebagai berikut : 4 a. Institusi pencerahan masyarakat; melalui perannya sebagai media edukasi. Media massa menjadi yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya dan menjadi masyrakat maju. b. Media massa juga menjadi media informasi kepada masyarakat. Dengan informasi yang terbuka, jujur, dan benar yang disampaikan media massa kepada masyarakat, akan menjadikan masyarakat kaya terhadap informasi, masyarakat menjadi terbuka dengan informasi. Sebaliknya pula, masyarakat akan menjadi masyarakat informatif, masyarakat yang dapat menyampaikan informasi dengan jujur kepada media massa. Selain itu, dengan banyaknya informasi yang dimiliki masyarakat, menjadikan mereka sebagai masyarakat dunia dapat berpartisipasi dengan berbagai kemampuannya. c. Media massa sebagai media hiburan. Sebagai agent of change, media massa juga menjadi institusi budaya; merupakan institusi yang setiap saat menjadi corong kebudayaan dan kasalisator perkembangan budaya masyarakat. Sebagai agen perubahan itu, media massa juga mendorong agar perkembangan budaya itu bermanfaat bagi kepentingan manusia bermoral dan masyarakat madani. Dengan demikian, media massa juga berperan mencegah berkembanganya budaya-budaya yang justru merusak peradaban manusia dan masyarakat. 4 Ibid, h. 86. 83 Secara lebih spesifik, peran media massa saat ini lebih menyentuk persoalan- persoalan yang terjadi di masyarakat secara aktual, yaitu seperti berikut ini. a. Harus lebih spesifik dan proposional dalam melihat sebuah persoalan sehingga mampu menjadi media edukasi dan media informasi sebagaimana diharapkan masyarakat. b. Dalam memotret realitas, media massa harus fokus pada realitas masyarakat, bukan potret kekuasaan yang ada di masyarakat itu sehingga informasi tidak menjadi propaganda kekuasaan, potret figur kekuasaan. c. Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan pencerahan dan kepentingan media massa sebagai lembaga-lembaga produksi sehingga kasus-kasus pengaburan berita dan iklan tidak harus terjadi dan merugikan masyarakat. d. Media massa juga harus menjadi early warning system. Hal ini terkait dengan peran media massa sebagai media informasi, misalnya yang saat ini tidak teraganya kelestarian lingkungan bisa menjadi sumber ancaman. Media massa menjadi sebuah sistem dalam sistem besar peringatan terhadap ancaman lingkungan, bukan hanya memberikan informasi setelah terjadi bahaya dari lingkungan tersebut. e. Dalam menghadapi ancaman masyarakat yang lebih besar. Seperti terorisme, media massa lebih banyak menyoroti aspek fundamental pada terorisme, seperti men-gap terorisme untuk terjadi, bukan hanya sekedar menyampaikan berita aksi-aksi terorisme tersebut. 84 Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan, dan saluran hiburan, namun kenyataannya media massa memberi efektif lain di luar fungsinya itu. Efek media massa dapat pula mempengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga dengan cepat mempengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam waktu yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam waktu yang lama. Hal tersebut karena efek media massa terjadi secara disengaja, namun juga ada efek media yang diterima masyarakat tanpa disengaja. 5 Ade Erlangga Masdiana, kriminolog dari Universitas Indonesia yang juga mengajar mata kuliah Media Massa dan Kejahatan, menjelaskan, mekanisme peniruan atau imitasi terjadi baik secara langsung direct effect maupun tertunda delayed effect. Pada anak-anak, media memberikan dampak langsung, seperti kasus tayangan Smackdown di televisi. Bagi orang dewasa, dampaknya tertunda. ”Orang dewasa bisa melakukan hal yang sama seperti di televisi ketika ia berada pada kondisi yang serupa seperti peristiwa di televisi itu,”. 6 Bahaya kekerasan dalam media mempunyai alasannya yang kuat, meskipun sering lebih mencerminkan bentuk ketakutan daripada ancaman riil. Apa yang ditakutkan ialah skenario penularan kekerasan dalam media menjadi kekerasan sosial riil. Informasi tentang kekerasan juga bisa menambah kegelisahan umum sehingga 5 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi “Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat”, Jakarta : Kencana, 2008, Cet, Ke-3, h. 137. 6 http:www.siaga24.comindex.php?pilih=newsmod=yesaksi=lihatid=62. Diakses pada tanggal 4 April 2011. 85 membangkitkan sikap represif masyarakat, alat penegak hukum. Politikus sering mengeksploitasi perasaan tidak aman untuk kepentingannya. Ketika kekerasan dalam media berfungsi seperti nilai barang, ia digunakan menjadi alat untuk menormalisir situasi, sarana untuk memecah belah dan alat efektif untuk demoralisasi individu atau kelompok tertentu. 7 Media massa cenderung kian menginspirasi orang dalam melakukan kejahatan. Pelaku kriminalitas cenderung meniru praktik kejahatan lainnya melalui media massa. Indikasinya adalah munculnya gejala kemiripan kasus-kasus kriminalitas. 8 Tabel 3 Beberapa kasus mutilasi yang pernah terjadi di Indonesia: 9 Juli 2005 Tubuh seorang pria berusia 29 tahun ditemukan terpotong menjadi tiga bagian di depan warung nasi Kampung Jembatan, Kebon Nanas, Jakarta Timur. Potongan mayat dalam sebuah karung plastik itu teridentifikasi bernama Yulius Alexander Matital, beralamat Jalan Warakas, Tanjung Priuk, Jakarta Utara. 19 Januari 2006 Dua potong tubuh korban pemutilasian yang sudah membusuk ditemukan terapung hanyut di Kali Baru, Kompleks Perumahan Harapan Baru II, Kota Baru, Bekasi Barat. 10 Agustus 2006 Korban mutilasi tanpa kepala teridentifikasi bernama Samini ditemukan warga di pinggiran Kali Sasak, Kelurahan Teluk Pucung. Saat ditemukan sosok jazadnya dibungkus selimut dan karpet. Jenazah perempuan yang diduga sedang hamil itu dimutilasi pacarnya sendiri, Ibnu. 19 Mei 2007 Seorang laki-laki korban mutilasi. Korban adalah seorang waria bernama Ismail. 5 Juni 2007 Enam potongan tubuh Sofa Rianti 28, warga Desa Wonoyoso, 7 Haryatmoko, Etika Komunikasi “Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi,..... h. 124. 8 http:www.siaga24.comindex.php?pilih=newsmod=yesaksi=lihatid=62. Diakses pada tanggal 4 April 2011. 9 http:www.berita-indonesia.comnasionalmutilasi-dan-media-massa. Diakses pada tanggal 4 April 2011. 86 Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang ditemukan di tempat pembuangan akhir sampah Jatibarang, Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, Semarang. 14 Januari 2008 Seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun ditemukan tewas dengan kondisi terpotong-potong menjadi beberapa bagian di tepi Jalan HM Joyomartono, tidak jauh dari pusat perbelanjaan Bekasi Trade Center. 18 Januari 2008 Seorang janda beranak satu bernama Atika Septiani warga Jakarta Utara ditemukan tewas tanpa kepala di sebuah Hotel Bulan Mas, Rawa Badak, Jakarta Utara. Empat hari kemudian kepala korban ditemukan petugas dinas kebersihan yang lokasinya tidak jauh dari losmen itu. Pelaku tak lain adalah kekasihnya sendiri Zaki Afrizal. 17 April 2008 Di pinggir Jalan Letnan Aswan, Margahayu, Bekasi Timur ditemukan 10 potongan tubuh wanita tanpa kepala yang teridentifikasi bernama Eka Putri, warga Losari Brebes, Jawa Tengah. Awal Mei 2008 Korban mutilasi terjadi di Cigegol Purwakarta, Jawa Barat. Korbannya adalah seorang Ustad bernama Eman. Jazad Eman ditemukan tanpa kepala di sebuah Mushollah. Kepala korban ditemukan dalam sumur yang tidak jauh dari lokasi kejadian. Eman dibunuh Dani, tetangganya. Dari hasil pemeriksaan, polisi menduga pelaku mengalami gangguan jiwa. 15 Mei 2008 Ditemukan mayat bocah laki-laki tanpa kepala di Terminal Pulo Gadung. Korban mutilasi tidak diketahui identitasnya. 30 Agustus 2008 Sri Magdalena 45 ditemukan dalam kondisi terpotong menjadi empat bagian di rumahnya Jalan Kompleks Citra Graha Blok C No.6. Kelurahan Cicendo, Sukajaya, Bandung, Jawa Barat. Pelaku mutilasi adalah Firman Huda, pembantu korban. 12 Juli 2008 Potongan tubuh pria bernama Heri Santoso ditemukan di kawasan Ragunan. Pemutilasi adalah Very Idam Henyansyah alias Ryan. Ryan mengaku memutilasi pria berusia 40 tahun itu karena cemburu. Kekasihnya, Novel Andreas cinta sesama jenis ditaksir korban. Ryan menghabisi Heri di Apartemen Margonda Residence, Depok. 29 September 2008 Ditemukan potongan tubuh tanpa kepala dalam 2 tas kresek warna merah di bus Mayasari Bakti jurusan Kalideres-Pulo Gadung. Korban adalah Hendra yang dibunuh istrinya sendiri, Sri Rumiyati. Kepada polisi Yati mengaku kesal karena korban kerap menganiayanya. 87 Pemberitaan media massa tentang kekerasan dan kriminal, seperti, Derap hukum, Tikam, Patroli dan sebagainya, sekilas dalam waktu pendek tak bermasalah, orang yang menonton acara itu tidak langsung melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilihatnya di televisi atau media massa lain. Namun dalam waktu yang lama, tanpa disadarinya, acara- acara macam itu akan menciptakan “jalan keluar” yang tak dikehendaki oleh dirinya sendiri, apabila ia mengalami masalah yang sama dengan yang dilihatnya di televisi. Jadi, efek media massa ini telah menciptakan “peta analog” mengenai jalan keluar dari masalah yang akan dihadapi di waktu yang akan datang. Sehingga apabila orang itu terkena musibah, maka dengan gampang saja ia menggunakan racun nyamuk untuk menghabisi hidupnya, karena “peta analog” penyelesaian masalah seperti itu telah lama hidup dalam “theater of the mind ”-nya. Menurut Steven M. Chaffee, ada lima jenis efek kehadiran media massa sebagai benda fisik, yaitu : efek ekonomis, efek sosial, efek pada penjadwalan kegiatan efek penyaluranpenghilangan perasaan tertentu, dan efek pada perasaan orang terhadap media. a. Efek Ekonomi Kehadiran media massa di tengah kehidupan manusia dapat menumbuhkan berbagai usaha produksi, distribusi dan konsumsi jasa media massa. Kehadiran surat kabar berarti menghidupkan pabrik yang mensuplai kertas koran; menyuburkan pengusaha percetakan dan grafika; membuka lapangan kerja bagi wartawan, perancang grafis, pengedar, pengecer, pencari iklan; dan sebagainya. 88 b. Efek Sosial Efek sosial berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai akibat dari kehadiran media massa. Sebagai contoh, misalnya kehadiran televisi dapat meningkatkan status sosial dari pemiliknya. c. Penjadwalan kegiatan sehari-hari Sebelum pergi ke kantor, masyarakat kota pada umumnya membaca koran terlebih dahulu. Anak-anak sekolah dasar yang biasanya selalu mandi pagi pada hari minggu, setelah kehadiran acara televisi untuk anak-anak pada pagi hari, mengubah jadwal mandi pagi menjadi jadwal menonton televisi. Pada waktu magrib, anak-anak yang biasanya mengaji setelah shalat menjadi lebih senang menonton televisi setelah stasiun televisi menyajikan acara hiburan tertentu pada waktu tersebut. d. Efek Hilangnya Perasaan Tidak Nyaman Orang menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman, misalnya untuk menghilangkan perasaan kesepian, marah, kesal, kecewa dan sebagainya. e. Efek Menumbuhkan Perasaan Tertentu Kehadiran media massa bukan saja dapat menghilangkan perasaan tidak nyaman pada diri seseorang, tetapi dapat juga menumbuhkan perasaan tertentu.Terkadang seseorang akan mempunyai perasaan negatif atau positif terhadap media tertentu. 10 10 Elvinaro, Lukiati. dkk. Komunikasi Massa “Suatu Pengantar”,..... h. 50. 89 Dari tingkat kekuatan dan kerusakan sosial yang diakibatkan oleh efek media massa maka dapat dijelaskan bahwa kerusakan sosial akibat efek media massa ini menjadi berikut : Tahap satu, efek merusak yang paling mudah terjadi adalah pada tahanan fisik dan perilaku individual perilaku organisme yang berdampak pada perilaku kelompok dan masyarakat. Efek ini terlihat dengan berbagai perilaku mulai dari perilaku menolak, menahan diri sampai dengan perilaku menerima. Ada juga efek emosional seperti kekuatan pobia, sampai dengan efek melawan. Tahap dua, efek merusak pada tahanan sikap normal personal dan norma-norma lain di sekitar sikap seperti merusak sistem sosial sampai dengan merusak sistem budaya serta lingkungan yang lebih bagus. Kerusakan tahap satu merupakan kerusakan pada medium pertama, yang secara teori dapat diatasi dalam waktu yang cepat. Efek media massa pada tahap ini kadang bersifat dasyat, namun akan mudah dilupakan orang seirama dengan berkurangnya pemberitaan tersebut di media massa. Namun apabila efek itu sudah menyentuh tahap dua, maka diperkirakan efek kerusakan yang diakibatkan oleh media massa terjadi pada dua atau tiga generasi masyarakat, di mana sistem sosial dan sistem budaya bahkan lingkungan yang lebih luas telah rusak akibat dari efek media yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. 11 11 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi “Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat”, ..... h. 321. 90 GAMBAR KERUSAKAN SOSIAL AKIBAT EFEK MEDIA MASSA 12 Kerusakan Tahap Satu → Merusak Sistem → ↔ ↔ Kerusakan Tahap Dua → → ↔ ↔ Dalam kode etik jurnalis televisi ditegaskan bahwa dalam menayangkan sumber dan bahan berita secara akurat, jujur, dan berimbang bagi jurnalis televisi Indonesia. Selalu mengevaluasi informasi semata-mata berdasarkan kelayakan berita, menolak sensasi, berita menyesatkan, memutarbalikan fakta, fitnah, cabul, dan sadis. Tidak merekayasa peristiwa, gambar maupun suara untuk dijadikan berita. Berita, melalui media apapun pada era informasi ini merupakan makan pagi, sarapan bagi tiap orang di rumah sampai di tempat kerja, di warung tegal sampai warung texas. Dari supir di darat sampai supir di udara, dari pegawai rendah sampai pegawai tinggi, dari rakyat sampai pejabat, dari pencari kerja sampai pemberi kerja. 12 Ibid, h. 322. Efek Media Massa Merusak Sistem Perilaku Merusak Perilaku Kelompok Perilaku Masyarakat Efek Media Massa Merusak Sikap dan Sistem Kepribadian Merusak Sistem Sosial, Sistem Budaya, dan Lingkungan yang lebih luas 91 Berita apa saja, sesuai daya nalar mereka. Dari berita ringan sampai berita berat; dari berita politik, ekonomi regional sampai berita kriminal sensasional; dari berita ekologi sampai astrologi; dari berita kabar burung sampai berita kabur si buyung ke luar negeri sambil bawa lari uang hasil KKN. Kalau kebebasan pers yang dituntut itu adalah kebebasan tanpa batas-batas yang disepakati bersama dikhawatirkan kelak umat ini akan mendapatkan makanan berupa berita, informasi yang terlihat enak menggiurkan tapi ternyata beracun, merusak, menghancurkan dan mematikan. Contoh, penjarahan pada 17 May yang disiarkan oleh media tv, dimana terlihat para penjarah itu melakukannya dengan cara terang-terangan, sukaria, baik anak kecil maupun dewasa tanpa ada satuan petugas keamanan yang bertindak padahal ditunjukkan saat itu ada petugas kemanan di sana. Berita ini kelihatannya berpengaruh pada pemirsa tv dimana seolah-olah penjarahan itu direstui oleh petugas, sehingga sampai esoknya penjarahan masih berlangsung dan malah menjalar ke beberapa tempat, baik di Jabotabek maupun di kota lain. Itulah salah satu bahaya bila pemberitaan pers itu tidak disaring dulu. Mungkin maksudnya baik yaitu menyampaikan berita hangat, aktual sesuai fakta yang ada, tetapi karena daya nalar, daya analisa serta kwalitas iman taqwa yang rendah ditambah pula dengan kondisi krismon krisis moneter dari si penerima, maka berita yang seharusnya diterima hanya sebatas sebagai informasi itu berubah menjadi stimulus rangsangan, menjadi bahan acuan bagi mereka untuk berbuat hal yang sama. 92 Apalagi kalau pembawa berita itu adalah orang fasik yang bermaksud mengacau suasana stabil, tentu sangat berbahaya akibatnya. Dalam Al Quran, Allah SWT berfirman:                   Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu orang fasik dengan suatu berita, maka selidikilah agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, kemudian kamu menyesal atas perbuatanmu itu ”. Al Hu-juraat : 6. Itulah sebabnya karena berita itu berdampak langsung kepada si penerima maka diperlukan batas-batas etika pers yang harus disepakati, dipatuhi oleh kalangan pers. Peran Jurnalistik Pers Islam Para jurnalistik Muslim yang bekerja pada media massa pers Islam maupun media pers umum, mempunyai beberapa tugas tambahan selain tugas dan peran yang umum dimainkan para jurnalis lainnya. Tugas dan peran tersebut dengan visi dan misi serta kewajiban agama Islam serta profesi yang melekat pada dirinya berhadapan langsung dengan kondisi faktual keterbelakangan umat Islam dalam penguasaan informasi dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Beberapa peran dan tugas para jurnalis Islam yang penting antara lain : 1. Mendidik masyarakat Islam. Dengan berbagai informasi yang dimilikinya, para jurnalis Muslim secara tidak langsung dapat mendidik dan mencerdaskan umat. 2. Mencari dan menggali informasi pengetahuan serta memberi dan menyebarkan informasi yang benar dan bermanfaat. 93 3. Melakukan seleksi, filterisasi dan chek terhadap informasi global untuk membentengi umat Islam dari pengaruh buruk informasi. 4. Mengajak dan menasehati umat dengan cara yang baik untuk mengikuti jalan hidup Islam yang diridhoi Allah SWT. 5. Menyampaikan dan membela kebenaran. 6. Membela dan menegakkan keadilan sosial bagi umat Islam dan bagi seluruh rakyat Indonesia dan dunia. 7. Memberi kesaksian mengungkap fakta dengan adil. 8. Memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. 9. Menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk. 10. Memberi peringatan kepada pelaku kejahatan, memberi kabar gembira kepada pelaku kebaikan. 11. Membela kepentingan kaum yang lemah, dan membebaskan umat dari beban yang memasung mereka. 12. Memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam. 13 Secara historis Hukum Islam sering mengalami format yang berbeda untuk objek tertentu. Perbedaan ini, antara lain, disebabkan karena terjadinya perubahan sosial. Ziarah kubur dilarang Rasulullah saw., kemudian dianjurkan. Umar bin al-Khaththab adalah figur yang sering melakukan modifikasi hukum Islam terkait dengan terjadinya perubahan sosial. Sejalan dengan terjadinya perubahan sosial yang semakin drastis sekarang ini menuntut umat Islam harus arif. Produk hukum yang ditetapkan tidak boleh hanya berfokus pada legal formal suatu tindakan, tetapi antisipasi terhadap dampak dari tindakan tersebut juga harus dipertimbangkan. Pengambilan keputusan dengan menitikberatkan pada akibat suatu tindakan dalam teori hukum Islam disebut sadd al- dzarî’ah. 14 13 Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islami Paduan Praktis Bagi Para Aktivis Muslim, Bandung : Mizan, 2002, h. 66. 14 http:fuadiqudwah.blogspot.com201004metode-sadd-al-dzariah-dalam-penetapan.html. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011. 94 Sadd al- Dzari’ah diartikan sebagai upaya mujtahid untuk menetapkan larangan terhadap satu kasus hukum yang pada dasarnya mubah. Larangan itu dimaksudkan untuk menghindari perbuatan atau tindakan lain yang dilarang. Nampaknya metode ini lebih bersifat preventif. Artinya, segala sesuatu yang mubah tetapi akan membawa kepada perbuatan yang haram maka hukumnya menjadi haram. Diantara kasus yang ditetapkan berdasarkan dalil ini adalah kasus pemberian hadiah kepada hakim. Seorang hakim dilarang menerima hadiah dari para pihak yang sedang berperkara sebelum perkara itu diputuskan, karena dikhawatirkan akan membawa kepada ketidakadilan dalam menetapkan hukum mengenai kasus yang tengah ditanganinya. Pada dasarnya menerima pemberian dari orang lain adalah mubah, tetapi, dalam kasus ini menjadi dilarang haram. 15 Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai penutup para Nabi dan Rasul dengan berbagai keistimewaah risalah-Nyaal-Islam. Diantara karakteristik atau keistimewaan tersebut adalah bahwa Islam merupakan agama yang universal. Sebagaimana dalam firman-Nya :              Artinya : “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui ”. QS. Saba : 34 : 28. 15 Lihat Al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul, Beirut : Dar al-Fikr, t.th, h. 246; dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, I’lam al-Muwaqqi’in „an Rabb al-Alamin, Beirut : dar al-Fikr, 1990, Jilid ke-3, h. 142, dan Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr, t.th, h. 290. 95 Kemudian, agama Islam juga adalah agama yang menyeluruh, ajaran yang mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan manusia; aspek ruh, jasad, dan akal.             Artinya : “Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab Al Quran untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri ”. QS. An-Nahl : 16 : 89. Selain itu juga Islam adalah agama yang fleksibel. Mampu menjawab tantangan dan pernyataan seiring dengan lajunya perkembangan zaman Shalihun likulli zaman wa makan. Sebagai salah satu upaya dalam merealisasikan aspek fleksibelitas Islam, maka Rasulullah Saw membolehkan kepada para sahabat untuk berijtihad. Hal inilah yang dijadikan salah satu landasan para mujtahid dalam berijtihad mengenai suatu hukum yang tidak terdapat dalam nash shorih mengenai penetapan hukumnya. Sebagaimana yang telah di ketahui bahwa Al- Qur’an, Sunah, Ijma, dan Qiyas merupakan sumber hukum Islam yang muhtalaf fiha yang merupakan produk ijtihad. Satu dari adillah mukhtalaf tersebut adalah sadd adz dzarai ’ 16 Imam Syatibi mendefinisikan dzari’ah dengan : “Melaksanakan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan untuk menuju kepada suatu kerusakan kemafsadatan”. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sadd adz- 16 http:pwkpersis.wordpress.com20080322sadd-adz-dzarai-dan-keabsahannya-sebagai- dalil. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011. 96 dzari’ah adalah perbuatan yang dilaksanakan seseorang yang sebelumnya mengandung kemaslahatan, tetapi berakhir dengan suatu kerusakan. Menurut Imam Syatibi, ada tiga kriteria yang menjadikan suatu perbuatan itu dilarang, yakni : 1. Perbuatan yang tadinya boleh dilakukan itu mengandung kerusakan. 2. Kemafsadatan lebih kuat dari pada kemaslahatan. 3. Perbuatan yang dibolehkan syara’ mengandung lebih banyak unsur kemafsadatan. 17 Beberapa ulama yang mendefinisikan dzarai ’ secara terminologi khusus, yaitu: a. al-Qadli Abdul Wahab, al- Baji’, dan Ibnu Rusyd mendefiniskan bahwa dzarai’ ialah sesuatu yang hukumnya boleh, tapi jika dilakukan kemungkinan besar akan mengantarkan kepada sesuatu yang haram. b. Menurut al-Qurthubi dzarai ’ ialah sesuatu yang hukumnya boleh, tapi jika dilakukan khawatir akan menjerumuskan kepada hal yang haram. c. Sementara menurut Imam Syathibi hakikat dzarai ’ ialah bertawasul dengan sesuatu yang maslahat kepada hal yang mengandung unsur mafsadat. Dari ketiga definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa para ulama sepakat dengan istilah dzarai ’ secara terminologi khusus adalah suatu perantara yang hukum 17 http:citrariski.blogspot.com201012sadd-adz-dariah.html. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011. 97 asalnya boleh. Adapun perantara yang hukumnya haram, bukanlah dzarai ’ yang dimaksud dalam definisi ini. 18 Secara terminologi umum, menurut al-Qarafi, sadd adz- dzari’ah adalah memotong jalan kerusakanmafsadah sebagai cara untuk menghindari kerusakan tersebut. Meski suatu perbuatan bebas dari unsur kerusakan mafsadah, namun jika perbuatan itu merupakan jalan atau sarana terjadi suatu kerusakan mafsadah, maka kita harus mencegah perbuatan tersebut. Dengan ungkapan yang senada, menurut asy-syaukani, adz- dzari’ah adalah masalah atau perkara yang pada lahirnya dibolehkan namun akan mengantarkan kepada perbutan yang dilarang al-mahzhur. Kata sadd adz- dzari’ah دس ةعير لا merupakan bentuk frase idhafah yang terdiri dari dua kata, yaitu sadd دس dan adz-dzari’ah ةعْير لا . Secara etimologis, kata as-sadd دّلا merupakan kata benda abstrak mashdar dari دس دّي اًدس . Kata as-sadd tersebut berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak dan menimbun lobang. Sedangkan adz- dzari’ah ةعْير لا merupakan kata benda isim bentuk tunggal yang berarti jalan, sarana wasilah dan sebab terjadinya sesuatu. Bentuk jamak dari adz- dzari’ah ةعْير لا adalah adz- dzara’i عئار لا . Karena itulah, dalam beberapa kitab usul fikih, seperti Tanqih al-Fushul fi Ulum al-Ushul karya al-Qarafi, istilah yang digunakan adalah sadd adz- dzara’i. 19 18 http:pwkpersis.wordpress.com20080322sadd-adz-dzarai-dan-keabsahannya-sebagai- dalil. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011. 19 http:racheedus.wordpress.commakalahkumakalah-nyoba. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011. 98 Para ulama ushul fiqh membagi dzari’at menjadi empat kategori. Pembagian ini punya signifikansi manakala dihubungkan dengan kemungkinan membawa dampak negatif mafsadah dan membantu tindakan yang telah diharamkan. Adapun pembagian itu adalah sebagai berikut : 20 a. Dzari’ah yang secara pasti dan meyakinkan akan membawa kepada mafsadah. Misalnya, menggali sumur di tengah jalan umum yang situasinya gelap. Terhadap dzariah semacam ini, para ulama ushul fiqh juga telah bersepakat menetapkan keharamannya; b. Dzari’ah yang berdasarkan dugaan kuat akan membawa kepada mafsadah. Misalnya, menjual buah anggur kepada orang atau perusahaan yang biasa memproduksi minuman keras. Terhadap dzari’ah semacam ini, para ahli ushul fiqh juga telah bersepakat menetapkan keharamannya; c. Dzari’ah yang jarangkecil kemungkinan membawa kepada mafsadah, seperti menanam dan membudidayakan tanaman anggur. Terhadap dzari’ah semacam ini, para ahli ushul fiqh bersepakat menetapkan kebolehannya; d. Dzari’ah, yang berdasarkan asumsi biasa bukan dugaan kuat, akan membawa kepada mafsadah. Misalnya, transaksi jual-beli secara kredit. Berdasarkan asumsi biasa transaksi demikian akan membawa kepada mafsadah, terutama bagi debitur. Mengenai dzari’ah semacam ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang 20 Lihat Al-Syaukani, ibid. ; dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, ibid. ; dan Muhammad Abu Zahrah, ibid. 99 berpendapat, perbuatan tersebut harus dilarang atau menjadi haram atas dasar sadd al- Dzari’ah; dan ada juga yang berpendapat sebaliknya. Terlepas dari kategori mana dzari’ah yang harus dilarangdiharamkan, yang jelas dapat dipahami ialah dalil Sadd al- Dzari’ah secara berhubungan dengan memelihara kemaslahatan dan sekaligus menghindari mafsadah.

B. Perspektif Undang-Undang Penyiaran

Dokumen yang terkait

Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Studi Pada Radio Most Fm Medan)

5 74 74

Tinjauan Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Lembaga Penyiaran Berlangganan Melalui Kriminalisasi Di Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

0 40 133

Kebebasan informasi menurut undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbuakaan informasi publik dalam perspektif hukum islam

1 4 104

Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam

0 6 177

PERAN DEWAN PENGAWAS LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TVRI DAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DALAM MENJAGA NETRALITAS ISI PROGRAM SIARAN TVRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN.

0 0 1

ASPEK HUKUM TAYANGAN PROGRAM REPORTASE INVESTIGASI DI TRANS TV YANG MEMPENGARUHI ANAK BERPERILAKU NEGATIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN.

0 0 2

IMPLEMENTASI KEWENANGAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI TENGAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN | KARATE | Legal Opinion 6671 22196 1 PB

0 0 18

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

0 0 20

BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN A. Peraturan Perundang-Undangan tentang Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran - Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lok

0 0 7

BAB IV ANALISIS PENGATURAN USIA PERKAWINAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERSPEKTIF POLITIK HUKUM ISLAM - Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam. - Ra

0 0 37