Pengaruh Karakteristik, Kebiasaan Dan Konsumsi Pangan Terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa

(1)

T E S I S

Oleh SUPRIYANTI 087032011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK, KEBIASAAN DAN KONSUMSI PANGAN TERHADAP KEBUGARAN ATLET SEPAKBOLA

PSBL LANGSA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUPRIYANTI 087032011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK, KEBIASAAN DAN KONSUMSI PANGAN TERHADAP KEBUGARAN ATLET SEPAKBOLA PSBL LANGSA

Nama Mahasiswa : Supriyanti Nomor Induk Mahasiswa : 087032011

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si 3. Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK, KEBIASAAN DAN KONSUMSI PANGAN TERHADAP KEBUGARAN ATLET SEPAKBOLA

PSBL LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2012

SUPRIYANTI 087032011/IKM


(6)

ABSTRAK

Permainan sepakbola membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktifitas secara terus menerus dalam waktu lama sehingga membutuhkan kebugaran fisik yang baik. PSBL Langsa merupakan klub sepakbola yang dalam pengelolaan makanan bagi pemain belum ada standar menu harian sehingga berdampak kepada jumlah zat gizi yang dikonsumsi dan kebugaran fisik.

Jenis penelitian adalah explanatory research, yang bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik, kebiasaan dan konsumsi pangan terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL. Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner, konsumsi pangan melalui food recall 24 jam, berat dan tinggi badan melalui pengukuran antropometri serta mengukur kebugaran melalui kekuatan otot, daya tahan otot, kecepatan, kelincahan, kelenturan, daya ledak otot dan daya tahan pernafasan. Data dianalisis dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa atlet berumur 18-24 tahun lebih berpeluang (7,281 kali) meningkatkan kebugaran dibandingkan responden umur < 18 tauun dan >24 tahun. Atlet yang status gizi baik lebih berpeluang (12,852 kali) meningkatkan kebugaran lebih besar dibandingkan dengan responden yang status gizinya tidak baik Atlet yang pernah merokok lebih berpeluang (0,010 kali) tidak bugar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah merokok. Atlet yang pernah minum alkohol lebih berpeluang (0,009 kali) tidak bugar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah minum alkohol. Atlet sepakbola yang mengkonsumsi energi ≥ 4.500 kalori lebih berpeluang (5,219 kali) meningkatkan kebugaran dibandingkan dengan responden yang konsumsi energinya < 4.500 kalori. Atlet sepakbola yang mengkonsumsi protein ≥ 60 gram lebih berpeluang (5,183 kali)

meningkatkan kebugaran dibandingkan dengan responden yang konsumsi protein < 60 gram.

Pengelolaan makanan klub PSBL Langsa hendaknya dilakukan oleh tenaga ahli gizi sehingga makanan memenuhi zat gizi sesuai kebutuhan atlet sepakbola. Atlet sepakbola pada klub PSBL Langsa perlu menjaga kebiasaan yang dapat meningkatkan kebugaran dengan menghindari kebiasaan merokok atau minum alkohol. Manajemen klub PSBL Langsa hendaknya memperhatikan status gizi atlet sepakbola sehingga dapat meningkatkan kebugaran.


(7)

ABSTRACT

Playing football needs a high physical stamina to do activity continously for a long time a good fitness is needed. PSBL Langsa is a football club which has not had a standard daily menu in managing the food for its players that brings an inpact of the nutriens consumed.

The design of study is explanatory research was to analyze the influence of characteristic, habit and food consumption on the fitness of the 38 players (athletes) of PSBL Langsa. The data for the study were obtained through questionnaire- based interviews, 24 hours food recall, antropometric measurement and check list to measure the football players fitness. The data analyzed through by multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the athletes of 18-24 years old had more (7,281) opportunity to increase their fitness compared to those of < 18 years and >24 years old. The athletes with good nutritional status had more (12,852) opportunity to increase their fitness compared to those without good nutritional status. The athletes with were smoking had more (0,010) opportunity to have no fitness compared to those who were not smoking. The athletes who drank alcoholic had more (0,009) opportunity to have no fitness compared to those who never drank alcoholic. The football athletes who consumed energy ≥ 4.500 calories had more (5,219) opportunity to increase their fitness compared to those who consumed energy < 4.500 calories. The football athletes who consumed protein ≥ 60 grams had more (5,183) opportunity to increase their fitness compared to those who consumed protein < 60 grams.

The dietary management of PSBL Langsa should be done by nutritionist so it meets the nutritional needs of football athlete. The football players of PSBL Langsa should to increase their fitness about habit smoke and drink alcoholic. The management of PSBL Langsa should nutritional status to increase their fitness. Keywords : Fitness, Phisical Endurance, Football Athletes


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis dengan judul " Pengaruh Karakteristik, Kebiasaan dan Konsumsi Pangan terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa" ini.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku ketua komisi pembimbing.


(9)

5. Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, dan Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S selaku

penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Direktur Poltekkes Kemenkes NAD yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahanda Drs. H. Zailani, MA, M.Kes dan Ibunda Hj. Sumartinah atas segala jasa dan do’a restunya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

10. Suami tercinta Mhd. Gazali, serta anakku M. Farras Arrasyidu, Syifa Farra Zaliyanti. Adik-adik tersayang dr. Supriyatni Z, M. Ihsani Z, AMK dan M. Firmansyah Z, AMF yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan serta do’a dan cinta dalam memberikan motivasi dan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.


(10)

Penulis menyadari atas segala keterbatasan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Harapan saya tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2012 Penulis

Supriyanti 087032011/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Supriyanti, dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1976 di Langsa, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. H. Zailani, MA, M.Kes dan Ibunda Hj. Sumartinah.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 17 Banda Aceh selesai tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Banda Aceh selesai tahun 1992, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Banda Aceh selesai tahun 1995, Program D.3 Keperawatan Depkes RI Banda Aceh selesai tahun 1998. Program Studi Keperawatan S.1 Universitas Syah Kuala Banda Aceh selesai tahun 2004.

Mulai bekerja sebagai staf pengajar di Akademi Keperawatan Bukit Rata Lhokseumawe, tahun 1998 sampai tahun 2001. Staf pengajar di Akademi Keperawatan Depkes RI Banda Aceh, tahun 2002 sampai 2004. Staf pengajar di Akademi Keperawatan Depkes RI Langsa, tahun 2005 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2008 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Teori tentang Kebugaran ... 9

2.2. Pengukuran Kebugaran ... 14

2.3. Makanan dan Kebugaran ... 19

2.4. Makanan, Kebugaran dan Prestasi... 20

2.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kebugaran dan Prestasi ... 24

2.5.1 Olahraga ... 24

2.5.2 Umur ... 25

2.5.3 Jenis Kelamin ... 26

2.5.4 Asupan Gizi ... 27

2.5.5 Status Gizi ... 29

2.5.6 Kebiasaan Merokok ... 30

2.5.7 Kebiasaan Minum Alkohol ... 30

2.6 Teori tentang Konsumsi Pangan. ... 31

2.6.1 Pengertian Makanan ... 31

2.6.2 Penilaian Konsumsi Pangan ... 33

2.7. Kebutuhan Gizi Atlet ... 35

2.7.1 Periode Latihan ... 37

2.7.2 Periode Pertandingan ... 39

2.8. Teori tentang Sepakbola ... 41


(13)

2.10. Landasan Teori ... 44

2.11. Kerangka Konsep Penelitian ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN... 47

3.1. Jenis Penelitian ... 47

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.3. Populasi dan Sampel ... 48

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48

3.4.1. Jenis Data... 48

3.4.2. Cara Pengumpulan Data ... 48

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.5.1. Variabel Bebas ... 49

3.5.2. Variabel Terikat ... 51

3.6. Metode Pengukuran ... 52

3.7. Metode Analisis Data ... 55

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 57

4.1.1 Sejarah Persatuan Sepak Bola Langsa ... 57

4.1.2 Kepengurusan PSBL Langsa ... 57

4.2 Karakteristik Individu ... 58

4.3 Kebiasaan ... 60

4.4 Konsumsi Pangan (Energi dan Protein) ... 60

4.5 Kebugaran ... 62

4.6 Analisis Bivariat ... 66

4.6.1 Hubungan Karakteristik dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL Langsa ... 67

4.6.2 Hubungan Kebiasaan dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL Langsa ... 68

4.6.3 Hubungan Konsumsi Pangan dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL Langsa ... 70

4.7 Analisis Multivariat Pengaruh Karakteristik, Kebiasaan dan Konsumsi Pangan terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 72

4.7.1 Pengaruh Umur terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 73

4.7.2 Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 73

4.7.3 Pengaruh Kebiasaan Minum Alkohol terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa... 73

4.7.4 Pengaruh Konsumsi Energi terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 74


(14)

4.7.5 Pengaruh Konsumsi Protein terhadap Kebugaran Atlet

Sepakbola PSBL Langsa ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1 Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 76

5.1.1 Kekuatan (Strenght) ... 76

5.1.2 Daya Tahan (Endurance) ... 77

5.1.3 Kecepatan (Speed)... 79

5.1.4 Kelincahan (Agility) ... 80

5.1.5 Kelenturan (Fleksibility)... 82

5.1.6 Daya Ledak Otot ... 83

5.1.7 Daya Tahan Pernafasan ... 85

5.2 Pengaruh Karakteristik terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 86

5.2.1 Pengaruh Umur terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 86

5.2.2 Pengaruh Status Gizi terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 86

5.3 Pengaruh Kebiasaan terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 87

5.3.1 Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 87

5.3.2 Pengaruh Kebiasaan Minum Alkohol terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa... 89

5.4 Pengaruh Konsumsi Pangan terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 90

5.4.1 Pengaruh Konsumsi Energi terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 90

5.4.2 Pengaruh Konsumsi Protein terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 92

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

6.1 Kesimpulan ... 94

6.2 Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 52 3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat (Kebugaran) ... 53 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu di PSBL

Langsa... 59 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh di PSBL Langsa 60 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan di PSBL Langsa ... 60 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Konsumsi Energi

di PSBL Langsa ... 61 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Protein di PSBL Langsa .... 61 4.6 Distribusi Tingkat Kebugaran Responden di PSBL Langsa ... 64 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebugaran di PSBL Langsa . 66 4.8 Hubungan Umur dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL Langsa ... 67 4.9 Hubungan Status Gizi dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL

Langsa... 68 4.10 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kebugaran Atlet Sepakbola

di PSBL Langsa ... 69 4.11 Hubungan Kebiasaan Minum Alkohol dengan Kebugaran Atlet

Sepakbola di PSBL Langsa ... 70 4.12 Hubungan Konsumsi Energi dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL

Langsa... 71 4.13 Hubungan Konsumsi Protein dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di

PSBL Langsa ... 71 4.14 Hasil Uji Regresi Logistik Berganda Pengaruh Karakteristik, Kebiasaan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 46 4.1 Struktur Organisasi PSBL Langsa ... 58


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 99

2. Uji Univariat ... 101

3. Uji Bivariat ... 124

4 Uji Multivariat ... 130


(18)

ABSTRAK

Permainan sepakbola membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktifitas secara terus menerus dalam waktu lama sehingga membutuhkan kebugaran fisik yang baik. PSBL Langsa merupakan klub sepakbola yang dalam pengelolaan makanan bagi pemain belum ada standar menu harian sehingga berdampak kepada jumlah zat gizi yang dikonsumsi dan kebugaran fisik.

Jenis penelitian adalah explanatory research, yang bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik, kebiasaan dan konsumsi pangan terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL. Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner, konsumsi pangan melalui food recall 24 jam, berat dan tinggi badan melalui pengukuran antropometri serta mengukur kebugaran melalui kekuatan otot, daya tahan otot, kecepatan, kelincahan, kelenturan, daya ledak otot dan daya tahan pernafasan. Data dianalisis dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa atlet berumur 18-24 tahun lebih berpeluang (7,281 kali) meningkatkan kebugaran dibandingkan responden umur < 18 tauun dan >24 tahun. Atlet yang status gizi baik lebih berpeluang (12,852 kali) meningkatkan kebugaran lebih besar dibandingkan dengan responden yang status gizinya tidak baik Atlet yang pernah merokok lebih berpeluang (0,010 kali) tidak bugar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah merokok. Atlet yang pernah minum alkohol lebih berpeluang (0,009 kali) tidak bugar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah minum alkohol. Atlet sepakbola yang mengkonsumsi energi ≥ 4.500 kalori lebih berpeluang (5,219 kali) meningkatkan kebugaran dibandingkan dengan responden yang konsumsi energinya < 4.500 kalori. Atlet sepakbola yang mengkonsumsi protein ≥ 60 gram lebih berpeluang (5,183 kali)

meningkatkan kebugaran dibandingkan dengan responden yang konsumsi protein < 60 gram.

Pengelolaan makanan klub PSBL Langsa hendaknya dilakukan oleh tenaga ahli gizi sehingga makanan memenuhi zat gizi sesuai kebutuhan atlet sepakbola. Atlet sepakbola pada klub PSBL Langsa perlu menjaga kebiasaan yang dapat meningkatkan kebugaran dengan menghindari kebiasaan merokok atau minum alkohol. Manajemen klub PSBL Langsa hendaknya memperhatikan status gizi atlet sepakbola sehingga dapat meningkatkan kebugaran.


(19)

ABSTRACT

Playing football needs a high physical stamina to do activity continously for a long time a good fitness is needed. PSBL Langsa is a football club which has not had a standard daily menu in managing the food for its players that brings an inpact of the nutriens consumed.

The design of study is explanatory research was to analyze the influence of characteristic, habit and food consumption on the fitness of the 38 players (athletes) of PSBL Langsa. The data for the study were obtained through questionnaire- based interviews, 24 hours food recall, antropometric measurement and check list to measure the football players fitness. The data analyzed through by multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the athletes of 18-24 years old had more (7,281) opportunity to increase their fitness compared to those of < 18 years and >24 years old. The athletes with good nutritional status had more (12,852) opportunity to increase their fitness compared to those without good nutritional status. The athletes with were smoking had more (0,010) opportunity to have no fitness compared to those who were not smoking. The athletes who drank alcoholic had more (0,009) opportunity to have no fitness compared to those who never drank alcoholic. The football athletes who consumed energy ≥ 4.500 calories had more (5,219) opportunity to increase their fitness compared to those who consumed energy < 4.500 calories. The football athletes who consumed protein ≥ 60 grams had more (5,183) opportunity to increase their fitness compared to those who consumed protein < 60 grams.

The dietary management of PSBL Langsa should be done by nutritionist so it meets the nutritional needs of football athlete. The football players of PSBL Langsa should to increase their fitness about habit smoke and drink alcoholic. The management of PSBL Langsa should nutritional status to increase their fitness. Keywords : Fitness, Phisical Endurance, Football Athletes


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Permainan sepakbola membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktifitas secara terus menerus dalam waktu lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Salah satu upaya untuk mendapatkan ketahanan fisik yang baik diperlukan status gizi yang baik dan tercukupi zat gizi dengan tepat. Pemanfaatan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi sepakbola modern mutlak harus sudah dilakukan dalam pembinaan sepakbola melalui penerapan ilmu gizi olahraga yang benar dan professional (Depkes RI, 2002).

Gizi yang tepat merupakan dasar utama bagi penampilan prima seorang olahragawan pada saat bertanding. Selain itu gizi dibutuhkan pula pada kerja biologik tubuh. Untuk penyediaan energi tubuh pada saat seorang olahragawan melakukan berbagai aktifitas fisik, misalnya pada saat latihan (training), bertanding dan saat pemulihan. Gizi juga dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti sel tubuh yang rusak (Ermita, 2004).

Sepakbola merupakan olahraga yang cukup berat, mengingat seorang pemain harus dapat bermain selama 90 menit dan juga sangat memerlukan koordinasi otot dan kaki. Untuk menjadi pemain sepakbola yang mempunyai prestasi, pemain tidak hanya mengandalkan bakat saja tetapi juga didukung konsumsi energi yang sesuai dengan kebutuhan (Sumosardjono, 1994).


(21)

Konsumsi energi adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi. Energi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi akan digunakan untuk aktivitas fisik (Depkes RI, 2002).

Menurut Khomsan (2003), faktor yang mempengaruhi seseorang memilih makanan adalah pengetahuan tentang gizi. Hal lain yang juga berpengaruh dalam mengambil keputusan adalah faktor kebiasaan. Fakta ini mengisyaratkan bahwa pembentukan pola konsumsi makan harus dimulai sejak dini agar menjadi kebiasaan di kemudian hari.

Menurut Depkes RI (2002), secara umum seorang pemain sepakbola memerlukan energi sekitar 4.500 kilo kalori per hari atau 1,5 kali kebutuhan energi orang dewasa normal dengan postur tubuh relatif sama, karena pemain sepakbola dikategorikan dengan seseorang yang melakukan aktivitas fisik yang berat.

Kebutuhan gizi atlet sepakbola pada periode latihan sama dengan kebutuhan individu secara umum, namun perlu diperhatikan makanan sumber energi yang digunakan adalah yang mudah dicerna untuk menghindari pencernaan masih bekerja pada waktu pelatihan sedang berlangsung (Depkes RI, 2002).

Demikian juga dengan kebutuhan gizi pada periode pertandingan, makanan sebaiknya mudah dicerna, rendah lemak, rendah serat, dan tidak menyebabkan masalah pada pencernaan atlet (tidak terlalu pedas, dan tidak mengandung bumbu-bumbu tajam serta tidak berlemak). Sedangkan makanan kecil/minuman (biskuit, teh manis, jus buah, dan lain-lain) bisa diberikan kira-kira 1-2 jam sebelum pertandingan.


(22)

Pada periode setelah pertandingan, atlet harus segera minum air dingin (suhu 10-15 0 C) sebanyak satu gelas. Kemudian dapat dilanjutkan dengan sari buah/air ditambah gula dan garam. Selanjutnya atlet dapat makan makanan biasa untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi fisik.

Menurut Kuantaraf (1992), pengertian bugar bukan hanya sehat atau bebas dari sakit, tetapi dalam konteks sepakbola pengertian kebugaran adalah kesanggupan dan kemampuan dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

Indikator kebugaran bagi olahragawan adalah : kelenturan (flexibility), kecepatan (speed), kekuatan otot (muscular strength), daya tahan otot (muscular endurance), kelincahan (agility), ketahanan kardiorespirasi (cardiorespiratory endurance). Pengukuran kebugaran dilakukan secara keseluruhan pada hari latihan selama 3 (tiga) hari ( KONI, 2003).

Per-Oleaf yang dikutip oleh Kuantaraf (1992), yang meneliti olahragawan balap sepeda olimpiade dari Swedia, menguji pencapaian mereka melalui beberapa makanan yang berbeda. Tiga hari pertama meraka diberikan makanan yang mempunyai kadar protein dan lemak yang tinggi dengan banyak daging di dalamnya. Ternyata mereka mempunyai daya tahan mengayuh sepeda tanpa berhenti dengan waktu 57 menit. Tiga hari berikutnya mereka diberikan makanan campuran, berupa kadar protein dan lemak yang rendah bercampur dengan karbohidrat. Ternyata daya tahan mereka mencapai 114 menit. Pada tiga hari berikutnya, makanan yang di berikan mempunyai kadar karbohidrat yang sangat tinggi bersama-sama dengan


(23)

sayuran dan ternyata daya tahan mereka mencapai 167 menit, ini menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang tinggi membuat olahragawan mempunyai tenaga yang lebih kuat.

Penelitian Ermita (2004), tentang gizi pada olahragawan menyimpulkan bahwa kebutuhan gizi olahragawan sangat perlu mendapat perhatian yang serius mengingat kebutuhan energi tubuhnya lebih tinggi dibandingkan non olahragawan. Kebutuhan gizi yang memadai dibutuhkan tidak hanya pada saat bertanding tetapi juga pada waktu latihan. Tidak ada yang khusus dalam asupan makanan atau diet saat latihan namun ada beberapa hal yang perlu diawasi yaitu makanan sebaiknya bervariasi, jumlah lemak dan karbohidrat dalam makanan disesuaikan dengan kebutuhan olahragawan. Selain itu perlu diperhatikan asupan serat yang membantu kelancaran sistem pencernaan dan minum air yang cukup agar tidak timbul keluhan bila latihan di lingkungan panas.

Penelitian Hasan (2000), mengungkapkan tentang kesegaran jasmani atlet sepakbola pra-pubertas (umur 8-12 tahun) di Makasar menunjukkan asupan makanan, aktifitas fisik dan status gizi dengan indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) tidak ada hubungan dengan tingkat kesegaran jasmani olahragawan sepakbola anak pra-pubertas dan status gizi dengan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) ada hubungan dengan tingkat kesegaran jasmani olahragawan.

Penelitian tentang kebugaran atlet menggunakan indikator di atas yang dilakukan Sudarmo (2007), yang meneliti kondisi fisik atlet hockey Tim Jawa Tengah, menyimpulkan bahwa kebugaran fisik atlet hockey putra tim Jawa Tengah Tahun 2007 dengan test kemampuan 60% dalam katagori sedang dan 40% dalam


(24)

katagori kurang dengan setelah dilakukan pengukuran kebugaran fisik. Penelitian menyarankan agar pelatih dan atlet hockey tim Jawa Tengah mempertahankan komponen kondisi fisik yang sudah baik yaitu kekuatan dan kelincahan dan meningkatkan komponen kondisi fisik yang masih kurang baik yaitu kecepatan, daya tahan, power dan kelenturan guna pencapaian prestasi.

Penelitian Wulandari (2004), tentang pengaruh asrama atlet sepakbola terhadap status gizi, aktivitas fisik dan kesegaran jasmani, menyimpulkan bahwa status gizi (IMT) atlet yang di asrama lebih baik daripada status gizi yang tidak di asrama dan terdapat perbedaan tingkat kesegaran jasmani (kebugaran) pada atlet sepakbola yang tinggal di asrama dengan di luar asrama.

Penelitian Rosidi (2000), pada atlet sepakbola PSIS Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan indeks massa tubuh, status kesehatan dan aktivitas fisik dengan kesegaran jasmani menggunakan indikator ACSPFT (Asian Committee on the Standardization of Physical Fitnes Test) yaitu : kelenturan, kecepatan, kekuatan otot, daya tahan otot, kelincahan dan ketahanan kardiorespirasi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kebugaran seorang atlet, yaitu olah raga (Moeloek, 1984), umur dan jenis kelamin, asupan gizi dan status Gizi (Depkes RI, 1997), kebiasaan merokok dan minum alkohol (Cooper, 1997). Kebugaran atlet sepakbola akan meningkat apabila mengonsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan serta menghindari kebiasaan yang dapat menurunkan ketahanan fisiknya. Apabila atlet sepakbola tidak memiliki kebugaran yang optimal, bukan saja menyebabkan tidak dapat melakukan pertandingan dengan baik, tetap juga dapat menyebabkan atlet menjadi sakit. Namun dalam manajemen pengelolaan suatu klub/persatuan sepakbola


(25)

tidak pernah seorang atlet sepakbola mengalami sakit, karena konsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan memungkinkan status kesehatan atlet senantiasa terjaga.

Perkembangan status gizi atlet sepakbola yang diuraikan secara berurut mulai dari global/internasional, regional, nasional sampai ke daerah, yang ditunjukkan dari beberapa penelitian, seperti penelitian Kuantaraf (1992), tentang olahragawan di Amerika Serikat menemukan bahwa banyak olahragawan dan pelatih yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang gizi dan hanya 11% dari pelatih pernah mengikuti pelatihan gizi serta dua pertiga dari olahragawan yang diteliti, tidak begitu mengetahui hubungan gizi dan pencapaian prestasi.

Peranan ahli gizi dalam kegiatan olahraga di Inggris telah dikembangkan sejak 5 tahun yang lalu dan semakin dibutuhkan untuk mengatur makanan dalam rangka menjaga kesehatan, adaptasi latihan, dan meningkatkan performa selama sesi latihan dan perlombaan. Bahkan Federasi Sepakbola dunia telah mengeluarkan pernyataan bahwasanya gizi sangat berperanan dalam keberhasilan suatu tim.

Penelitian yang dilakukan The National Academies (2005), menunjukkan bahwa asupan kalori yang kurang menyebabkan stamina atlet menurun, maka penelitian ini dirumuskan untuk menjawab pentingnya ketepatan terapi diit yang sesuai dengan kebutuhan kalori atlet sebagai salah satu faktor penting peningkatan stamina tubuh.

Prestasi sepakbola Indonesia yang menurun menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi kondisi olahragawan professional di Indonesia, untuk itu perlu sekali penanganan dan pengembangan dari pakar kesehatan agar olahraga tersebut dapat berhasil. Peranan gizi dalam olahraga terutama olahraga professional seperti


(26)

sepakbola menuntut tenaga ahli yang trampil untuk menjaga secara khusus dan intensif kebutuhan zat gizi dari para pemainnya.

Penelitian Kartika (2006), tentang hubungan tingkat konsumsi gizi dan status gizi dengan ketahanan fisik pada atlet sepak bola di PSIS Semarang, menyimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi protein, dengan ketahanan fisik.

Penelitian Penggalih (2004), tentang pengaruh ketepatan pemberian kalori diit pada atlit sepak bola secara individu dengan peningkatan stamina tubuh di PERSIBA Bantul, menyimpulkan bahwa stamina atlet meningkat setelah diberikan makanan sesuai kebutuhan.

Penelitian Hasan (2008), tentang kebugaran atlet sepakbola menyimpulkan bahwa status gizi berhubungan dengan kebugaran, maka disarankan kepada pelatih agar memberikan perhatian khusus terhadap olahragawan, terutama status gizi (asupan gizi), aktifitas fisik dan kebugaran.

Persatuan Sepakbola Langsa (PSBL) merupakan salah satu klub sepakbola yang terdapat di Kota Langsa. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan dikatahui bahwa pengelolaan menu makanan bagi atlet sepakbola selama masa latihan, menjelang pertandingan dan selama masa pertandingan belum ada yang standar namun yang berlaku selama ini adalah menu harian. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa.


(27)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh karakteristik (umur dan status gizi), kebiasaan (merokok dan minum alkohol) dan konsumsi pangan (energi dan protein) terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik(umur dan status gizi), kebiasaan (merokok dan minum alkohol) dan konsumsi pangan (energi dan protein) terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa.

1.4 Hipotesis

Karakteristik (umur dan status gizi), kebiasaan (merokok dan minum alkohol) dan konsumsi pangan (energi dan protein) berpengaruh terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen pengelola PSBL Langsa dalam pengelolaan makanan atlet sepakbola.

2. Sebagai wahana pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya tentang gizi pada olahragawan.

3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan konsumsi energi dan kebugaran pada olahragawan.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori tentang Kebugaran

Istilah kebugaran atau kebugaran berdasarkan dari hasil Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Direktorat Jendral Keolahragaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1971 di Jakarta dengan pertimbangan bahwa istilah tersebut telah umum digunakan di Indonesia sebelum diadakan seminar nasional. Istilah tersebut dikemukakan atas dasar terjemahan dari istilah physical fitness yang menurut Lawrens dan Ronald dapat disamakan dengan istilah organic fitness atau physiological fitness. Kemudian istilah physical fitness inilah dipakai sebagai dasar untuk pengertian kebugaran (Depkes RI, 1994).

Pengertian kebugaran adalah kesanggupan dan kemampuan dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Sharkey, 2003). Hal ini mengandung pengertian bahwa, semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan kebugaran secara fisik, sehingga masalah kebugaran merupakan faktor dasar bagi setiap aktifitas manusia, Bagi atlet sepakbola yang memiliki kebugaran yang baik akan mempunyai kemampuan fisik seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan, daya tahan jantung, daya tahan otot dan daya tahan paru-paru.


(29)

Kebugaran yang optimal dapat meningkatkan penampilan para olahragawan dan mengurangi kemungkinan terjadinya cedera. Unsur yang terpenting dalam kebugaran adalah daya tahan kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi adalah kesanggupan jantung dan paru serta pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal dalam keadaan istirahat serta latihan untuk mengambil oksigen kemudian mendistribusikannya ke jaringan yang aktif untuk digunakan pada pada proses metabolisme tubuh (Sharkey, 2003).

Salah satu cara untuk menilai kebugaran seseorang dalam melakukan aktifitas adalah dengan mengukur VO2 max. VO2 max adalah jumlah maksimum oksigen

dalam milliliter, yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan. Orang yang kebugarannya baik mempunyai nilai VO2 max yang lebih tinggi dan

dapat melakukan aktifitas lebih kuat daripada mereka yang tidak dalam kondisi baik (http://www.brianmac. demon.co.uk).

Menurut Giriwidjojo (2007), kebugaran adalah kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari-hari dengan gampang, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk melaksanakan kegiatan lain. Kebugaran banyak disebutkan dengan beberapa kata atau istilah lain yang mempunyai pengertian yang sama, misalnya istilah kesegaran untuk menyatakan kebugaran, sebagian lagi menggunakan istilah kemampuan jasmani. Dalam beberapa buku juga menggunakan kata kesanggupan dan kemampuan dengan pengertian bahwa orang dapat menyanggupi sesuatu tetapi belum tentu dapat melaksanakan kesanggupan tersebut. Jadi kesanggupan sesuatu yang belum ada


(30)

kenyataannya sedangkan kemampuan sudah ada kenyataannya. Kemampuan ini dari usaha otot melakukan kerja.

Golding Lawrence dan Roland R yang dikutip Sajoto (1988), menggunakan istilah organic fitness atau psysiological fitness, dengan penjelasan bahwa kebugaran adalah kemampuan seseorang menyelesaikan tugas sehari-hari dengan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, dengan pengeluaran energi yang cukup besar guna memenuhi kebutuhan geraknya dan menikmati waktu luang serta untuk memenuhi keperluan darurat bila sewaktu-waktu dibutuhkan.

Menurut Sharkey (2003), kebugaran dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu :

1) Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau skill meliputi a) Speed atau kecepatan, adalah kemampuan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dengan waktu yang sesingkat mungkin, b) Kelincahan atau Agility adalah kemampuan untuk merubah arah atau posisi tubuh dengan singkat dan dimulai dari satu gerakan, c) Daya Ledak atau Power adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimal yang dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya, d) Koordinasi atau Coordination adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dengan syaraf gerak dalam suatu pola gerakan secara efisien dan efektif. Dengan dimilikinya koordinasi yang baik maka tugas akan dapat dilaksanakan dengan mudah dan efektif. e) Keseimbangan atau balance adalah kemampuan mempertahankan sikap tubuh yang tepat pada saat melakukan gerakan dalam keadaan statis atau dinamis.


(31)

2) Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan meliputi : a) Daya Tahan Jantung atau Cardiovasculer Endurance adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan sistem paru dan peredaran darah secara efisien dan efektif untuk menjalankan kerja. b) Kekuatan otot atau muscular strenght adalah kemampuan otot untuk mengatasi beban pada suatu kontraksi maksimal. c) Keseimbangan tubuh atau body composition tergantung pada ratio perbandingan ketebalan lemak dalam tubuh dengan serabut-serabut otot serta tulang. d) Daya tahan otot atau muscular endurance adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan ototnya untuk berkontraksi secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu. e) Kelentukan atau fleksibility adalah keefektifan seseorang dalam dirinya untuk melakukan aktifitas tubuh secara maksimal.

Istilah kebugaran hampir semua mengarah pada pengertian physical fitness sebagai salah satu dari aspek total fitness. Seseorang yang memiliki kebugaran dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai kesanggupan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dengan effisien tanpa kelelahan yang berarti. Jadi kebugaran adalah untuk meningkatkan manusia dari segi fungsi tubuh manusia atau the functioning of the human body (Sharkey, 2003).

Menurut Giriwardojo (2007), kelelahan berarti mengarah kepada unsur fisiologis yaitu pengembangan fungsi tubuh atau pengembangan ergosistem yang antara lain skeleto-neuro-musculair dan respirasi-cardio-sirculatoir, oksigen akan banyak diedarkan bilamana diperlukan dan dalam waktu yang lebih lama tanpa


(32)

menjadi lelah dalam batas-batas fisiologis, kemudian diperoleh pemulihan yang sempurna sebelum datang kerja yang akan datang. Sedangkan menimbulkan kelehan berarti mengarah kepada pathologi, ialah tidak dapat tercukupinya oksigen yang diperlukan sehingga pekerjaan jantung yang sifatnya menyesuaikan keadaan kebutuhan badan akan bekerja terlalu keras dengan menambah out-putnya.

Giriwardojo (2007), mengatakan bahwa dengan latihan yang lebih baik maka secara anatomis perkembangan tubuh juga lebih baik, karena latihan fisik juga salah satu cara untuk mengembangkan tubuh secara fisiologis, maka tidak perlu dilakukan secara tersendiri untuk mengembangkan secara anatomis. Karena itu untuk memperoleh tingkat kebugaran yang cukup tinggi, seseorang dituntut untuk melakukan latihan fisik dengan teratur dan terprogram. Latihan fisik ini erat hubungannya dengan mempertahankan kondisi fisik yang mutlak diperlukan bagi seseorang yang ingin menjaga dan meningkatkan kebugarannya.

Kebugaran merupakan fenomena yang menunjukkan kemampuan faal atau fungsi sistem-sistem dalam tubuh, dan hal itu dapat mewujudkan suatu peningkatan kwalitas hidup dalam setiap aktifitas fisik. Kebugaran dapat berupa kemampuan aerobik ataupun anaerobik, serta dapat dilatih melalui program latihan fisik. Kemampuan aerobik antara lain dapat diketahui dari kemampuan sistem kardiorespirasi untuk menyediakan kebutuhan oksigen sampai ke dalam mitokondria,


(33)

sedangkan kemampuan anarobik dapat diketahui dari kekuatan kontraksi otot (Giriwardojo, 2007).

2.2 Pengukuran Kebugaran

Pengukuran atau test kebugaran dilakukan dengan mengacu kepada KONI (2003), meliputi:

1. Pengukuran kekuatan

Koni (2003), pengukuran kekuatan dalam hal ini adalah kekuatan otot terbagi atas 3 (tiga) bagian sebagai berikut:

a. Otot lengan dan bahu dengan menggunakan alat hand dynamometer. Caranya adalah orang yang dites kebugarannya menekan hand dynamometer dengan kedua tangannya secara bersama-sama, kemudian pada alat akan terlihat angka atau nilai dalam satuan centimeter yang menunjukkan kekuatan otot lengan dan bahu. Tes ini biasanya dilakukan 2 kali kesempatan dan digunakan nilai tertinggi.

b. Otot punggung dengan menggunakan alat back dynamometer. Caranya adalah orang yang dites kebugarannya dalam posisi berdiri, panggul rapat ke dinding, badan dibungkukkan ke depan. Kedua tangan lurus memegang back dynamometer sehingga menuju kepada sikap berdiri tegak. Pada alat akan terlihat angka atau nilai dalam satuan centimeter yang menyatakan kekuatan otot punggung.


(34)

c. Otot tungkai dengan menggunakan alat leg dynamometer. Caranya adalah orang yang dites kebugarannya memakai pengikat pinggang, kemudian berdiri dengan membengkokkan kedua lututnya hingga bersudut 45 derajat, lalu ikat pinggang dikaitkan pada leg dynamometer, lalu berusaha sekuat-kuatnya meluruskan kedua tungkainya, pada saat sudah maksimum melururkan kedua tungkainya, lalu lihat jarum alat yang menunjukkan kekuatan daya tahan otot tungkai dalam posisi berdiri, panggul rapat ke dinding, badan dibungkukkan ke depan. Kedua tangan lurus memegang back dynamometer sehingga menuju kepada sikap berdiri tegak. Pada alat akan terlihat angka atau nilai dalam satuan centimeter yang menyatakan kekuatan otot tungkai.

2. Pengukuran daya tahan

Pengukuran daya tahan dalam hal ini adalah daya tahan otot terbagi atas 3 (tiga) bagian sebagai berikut:

a. Otot perut dengan teknik sit-up, berapa kali (satuan frekuensi) kemampuan orang yang dites kebugarannya melakukan sit-up menyatakan daya tahan otot perut. b. Otot lengan dan bahu dengan teknik push-up, berapa kali (satuan frekuensi)

kemampuan orang yang dites kebugarannya melakukan push-up menyatakan daya tahan otot lengan dan bahu.

c. Otot tungkai dengan menggunakan teknik squat-jumps. Berapa kali (satuan frekuensi) kemampuan orang yang dites kebugarannya melakukan squat-jumps menyatakan daya tahan otot tungkai


(35)

Pengukuran kecepatan dalam hal ini adalah dengan melakukan lari 50 meter. Berapa waktu (satuan detik) tempuh yang dicapai atlet menunjukkan tingkat kecepatan.

4. Pengukuran Kelincahan

Pengukuran kelincahan dalam hal ini adalah dengan melakukan shuttle-run, yaitu melakukan lari 6 x 10 meter, yang dilakukan secara berulang (hilir mudik) sebanyak 6 kali dalam lintasan sepanjang 10 meter. Berapa waktu (satuan detik) tempuh yang dicapai atlet menunjukkan tingkat kelincahan

5. Pengukuran Kelenturan (Fleksibilitas)

Pengukuran kelenturan (fleksibilitas) dalam hal ini adalah dengan flexometer. Caranya adalah orang yang dites kebugarannya berdiri tegak di atas alat ukur dengan kedua kaki rapat dan kedua ujung jari kaki rata dengan pinggir alat ukur. Badan dibungkukkan ke bawah, tangan lurus, bungkukkan (renggutkan) badan perlahan-lahan, kedua tangan menelusuri alat ukur dan berhenti pada jangkauan terjauh. Jarak jangkauan terjauh menunjukkan tingkat fleksibilitas dalam satuan centimeter.

6. Daya ledak otot tungkai (power)

Pengukuran daya ledak otot tungkai dengan cara melakukan lompat vertilal (vertical jumps). Selisih terbesar (dalam satuan centimeter) antara tinggi jangkauan sesudah melompat dengan tinggi jangkauan sebelum melompat menunjukkan kekuatan daya ledak otot tungkai.


(36)

7. Pengukuran Daya Tahan Pernafasan (Kardiovaskuler)

Pengukuran daya tahan pernafasan (kardiovaskuler) dengan cara melakukan lompat vertilal lari selama 15 menit. Jarak yang ditempuh selama 15 menit menunjukkan daya tahan kardiovaskuler (satuan VO2 max/Kg).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kebugaran seorang atlet, seperti dalam sepakbola adalah: Status gizi, untuk menentukan status gizi seseorang, metode yang digunakan dalam penilaian status gizi yaitu pengukuran Antropometri dan asupan makanan. Parameter antropometri dan asupan makanan merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi beberapa parameter antropometri disebut indeks. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002). Faktor lainnya adalah: umur, status kesehatan, kebiasaan hidup (mis: merokok, minum alkohol) serta aktifitas fisik (diluar latihan sepakbola), aktifitas fisik yang dilakukan oleh atlet di luar jadwal latihan sepakbola yaitu: (a) di sekolah; (b) di perjalanan; dan (3) di rumah yang membuat atlet berkeringat atau lelah.

Per-Oleaf, (1984) yang dikutip oleh Kuantaraf (1992), yang meneliti olahragawan balap sepeda olimpiade dari Swedia, menguji pencapaian mereka melalui beberapa makanan yang berbeda. Tiga hari pertama meraka diberikan makanan yang mempunyai kadar protein dan lemak yang tinggi dengan banyak


(37)

daging di dalamnya. Ternyata mereka mempunyai daya tahan mengayuh sepeda tanpa berhenti dengan waktu 57 menit. Tiga hari berikutnya mereka diberikan makanan campuran, berupa kadar protein dan lemak yang rendah bercampur dengan karbohidrat. Ternyata daya tahan mereka mencapai 114 menit. Pada tiga hari berikutnya, makanan yang di berikan mempunyai kadar karbohidrat yang sangat tinggi bersama-sama dengan sayuran dan ternyata daya tahan mereka mencapai 167 menit, ini menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang tinggi membuat olahragawan mempunyai tenaga yang lebih kuat. Dari hasil penelitian ternyata kebutuhan nutrisi olahragawan sangat perlu mendapat perhatian yang serius mengingat kebutuhan energi tubuhnya lebih tinggi dibandingkan non olahragawan.

2.3. Makanan dan Kebugaran

Kebugaran juga tidak lepas dari faktor makanan. Sebab bahan makanan diperlukan tubuh untuk sumber energi, pembangun sel-sel tubuh, komponen biokatalisator dan metabolisme. Proses metabolisme penyediaan energi dalam tubuh dibagi dua ialah : metabolisme anaerobik dan aerobik. Penyediaan energi melalui metabolisme anaerobik berasal dari ATP, ATP Creatin phosphat dan glikolisis anaerobik dalam sitoplasma tanpa oksigen sedangkan melalui metabolisme aerobik berasal dari pemecahan karbohidrat dan lemak dalam mitokondria yang dibutuhkan oksigen (Ermita, 2004).


(38)

Makanan harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan tubuh baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, artinya perbandingan jumlah karbohidrat, lemak dan protein yang dimakan harus disesuaikan dengan aktifitas seseorang. Pada orang normal dibutuhkan protein 1 gram/kilogram berat badan, sedangkan pada atlet dapat diberikan 10-15 persen dari total kalori. Untuk karbohidrat diberikan 55-60 persen, lemak diberikan 25-30 persen dari total kalori. Kualitatif artinya bahan-bahan harus selalu ada dalam makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air dan jumlahnya dapat diberikan lebih banyak apabila diperlukan. Misalnya vitamin A, vitamin C, vitamin E dan beberapa mineral seperti khromium mangaan, magnesium pada atlet harus ditambahkan lebih banyak. Sebab beberapa vitamin tersebut di atas dapat bertindak sebagai antioksida atau anti radikal bebas. Bahan radikal bebas hampir selalu dihasilkan dalam metabolisme sel tubuh, apalagi pada atlet metabolisme yang dipacu lebih besar, maka bahan radikal bebas akan dihasilkan lebih banyak (Ermita, 2004).

Energi kita berasal dari makanan yang kita makan kemudian dipecah menjadi senyawa kimia yang disebut adenosine triphosphate atau ATP. Sel-sel otot menggunakan molekul ATP ini sebagai sumber langsung dan utama untuk melakukan kegiatan otot. Untuk memperoleh tingkat kebugaran yang cukup tinggi, seseorang dituntut untuk melakukan latihan fisik dengan teratur dan terprogram. Oleh karena itu baiklah apabila pada kesempatan ini akan kita bicarakan juga tentang prinsip-prinsip dasar latihan fisik (Ermita, 2004).


(39)

Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi kondisi olahragawan profesional di Indonesia. Untuk membina seorang atlet yang berprestasi memang diperlukan suatu sistem yang melingkupi atlet, pelatih, sarana latihan, dan kondisi kesehatan yang optimum. Menangani suatu tim memang lebih sulit daripada sebuah olahraga individu, karena di dalamnya melibatkan banyak orang yang memiliki berbagai tingkat kesadaran dan kedisiplinan baik dalam kesehatan maupun latihan. Untuk itu perlu sekali penanganan dan pengembangan dari pakar kesehatan agar olahraga tersebut dapat berhasil (Ermita, 2004).

Pemenuhan asupan gizi merupakan kebutuhan dasar bagi atlet olahraga. Hasil pengamatan pada beberapa atlet dengan latar belakang berbagai cabang olahraga menunjukkan bahwa gizi dan latihan fisik secara bersama-sama menghasilkan prestasi yang baik. Namun demikian, saat ini perhatian terhadap pengaturan gizi atlet masih sangat kurang, apalagi di tingkat daerah. Diperhatikan lebih dalam, persoalan gizi ini tidak kalah penting dalam pencapaian prestasi olahraga. Jika asupan gizi kurang, latihan berat pun akan menjadi kurang bermanfaat. Hal ini bukan saja disebabkan rendahnya gizi makanan atlet, melainkan buruknya kebiasaan atlet dalam pengaturan makanan. Makanan yang sesuai dengan selera belum tentu memenuhi kebutuhan gizi atlet, sehingga atlet tidak menghasilkan prestasi dan stamina yang maksimal (Depkes RI, 2002).


(40)

Peranan gizi dalam olahraga terutama olahraga profesional seperti sepakbola menuntut tenaga ahli yang terampil untuk menjaga secara khusus dan intensif kebutuhan zat gizi dari para pemainnya. Peranan ahli gizi dalam kegiatan olahraga telah dikembangkan sejak lima tahun yang lalu di Inggris dan semakin dibutuhkan untuk mengatur karbohidrat, protein, lemak, serat, cairan dan asupan zat gizi mikro dalam rangka menjaga kesehatan, adaptasi latihan, dan meningkatkan performa selama sesi latihan dan perlombaan. Bahkan Federasi Sepakbola Dunia telah mengeluarkan pernyataan bahwasannya gizi sangat berperan dalam keberhasilan suatu tim (Depkes RI, 2002).

Survei yang dilakukan di beberapa negara Eropa menunjukkan bahwa rekomendasi asupan gizi yang diberikan untuk para pemain sepakbola masih kurang tepat. Sebagian dari masalah ini dikarenakan asupan zat gizi tambahan (suplemen) yang berlebihan. Seorang atlet yang baik harus makan makanan tinggi karbohidrat, cukup protein, rendah lemak, dan cukup vitamin dan mineral serta cairan (Hapsari, 2009).

Secara umum seorang pemain sepakbola memerlukan energi sekitar 4.500 Kkal atau 1,5 kali kebutuhan energi orang dewasa normal dengan postur tubuh relatif sama. Permainan sepakbola ini merupakan permainan yang berlangsung sangat cepat, dalam waktu yang relatif lama. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pemain berupa lari, tendang, loncat dan sprint-sprint pendek yang prestasinya cukup besar (Depkes RI, 2002).


(41)

Kebutuhan gizi atlet meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Kebutuhan akan zat gizi makro meliputi karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat kompleks atau makanan dari padi-padian merupakan sumber energi yang zat gizinya paling banyak. Jenis karbohidrat ini menyediakan energi yang lebih aman dibandingkan gula sebab diserap perlahan dalam sistem pencernaan, mengeluarkan energi besar ke pembuluh darah dan hanya sedikit gula darah meningkat. Ini lebih bermanfaat bagi kesehatan dan dapat meningkatkan stamina tubuh (Khomsan, 2008). Atlet sepakbola sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein yang berasal dari hewani dan nabati (Depkes RI, 2002). Secara umum kebutuhan protein adalah 0,8 sampai 1,0 gram/Kg BB/hari, tetapi bagi mereka yang bekerja berat kebutuhan protein bertambah. Penelitian membuktikan bahwa kegiatan olahraga yang teratur meningkatkan kebutuhan protein. Atlet dari olahraga yang memerlukan kekuatan dan kecepatan perlu mengonsumsi 1,2-1,7 gram protein/Kg BB/hari (kurang lebih 100-212% dari yang dianjurkan) dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gram/Kg/BB/hari (100-175% dari anjuran). Jumlah protein tersebut dapat diperoleh dari diet yang mengandung 12-15% protein (Irianto, 2007).

Lemak merupakan sumber energi yang paling tinggi. Walaupun begitu, para atlet tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak berlebihan. Karena energi lemak tidak dapat langsung dimanfaatkan untuk latihan maupun bertanding. Latihan olahraga meningkatkan kapasitas otot dalam menggunakan lemak sebagai sumber energi. Peningkatan metabolisme lemak pada waktu melakukan kegiatan olahraga yang lama mempunyai efek ”melindungi” pemakaian glikogen (glycogen sparing


(42)

effect) dan memperbaiki kapasitas ketahanan fisik (endurance capacity) (Irianto, 2007).

Untuk mencapai prestasi yang optimal, para pemain sepakbola memiliki beberapa karakteristik seperti bentuk tubuh yang ideal yaitu, sehat, kuat, tinggi dan tangkas. Seorang pemain sepakbola harus mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas rata-rata. Komposisi tubuh harus proporsional antara massa otot dan lemak (Depkes RI, 2002).

Menurut Herwin (2006), permainan sepakbola saat ini merupakan permainan yang atraktif dan menarik untuk ditonton. Dengan durasi waktu permainan 2 kali 45 menit, banyak kemampuan teknik dan gaya permainan ditampilkan oleh seorang pemain. Permainan sepakbola modern dewasa ini banyak diperagakan oleh pemain yang memiliki kemampuan teknik yang baik. Di samping itu kemampuan fisik merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh pemain untuk menunjang kemampuan lainnya. Pemain akan lebih memiliki rasa percaya diri yang tinggi apabila memiliki kemampuan fisik yang prima.

Kemampuan fisik, merupakan komponen biomotor yang diperlukandalam permainan sepakbola untuk disusun dalam program latihan. Kondisi fisik tidak dapat ditingkatkan dan dikembangkan hanya dalam waktu sesaat atau dalam beberapa pertemuan saja, melainkan perlu dilakukan dalam jangka waktu yang relatif lama. Untuk mencapai kondisi fisik yang baik diperlukan latihan yang kontinyu dan progresif. Hal ini berarti latihan kondisi fisik perlu dilakukan sejak usia dini, tergantung cabang olahraga yang dilakukan. Demikian pula dengan cabang olahraga


(43)

sepakbola, perlu ditingkatkan dan dikembangkan sejak usia dini dengan memperhatikan proses pertumbuhan (Herwin, 2006).

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebugaran adalah faktor demografi, meliputi: umur, jenis kelamin. Faktor perilaku meliputi: kebiasaan olah raga, kebiasaan minum alkohol, kebiasaan merokok Faktor status gizi, meliputi: asupan gizi, IMT, adapun faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

2.5.1 Olah Raga

Olahraga adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang ternyata telah diakui memberikan pengaruh baik terhadap tingkat kemampuan fisik manusia bila dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Dalam arti bahwa telah diperhitungkan pelaksanaannya berdasarkan adanya keterbatasan tubuh manusia menghadapi beban kerja fisik dan keletihan tubuh manusia menghadapi tekanan-tekanan (stress) yang semakin meningkat (Moeloek, 1984).

2.5.2 Umur

Meningkatnya umur harapan hidup di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, memberikan pengaruh terhadap tingkat kebugaran seseorang, pada usia diatas 40 tahun jika kurang melakukan aktivitas olah raga akan menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah, jika upaya-upaya pencegahan tidak dilakukan sebelumnya.


(44)

Garuda Mas (2002), menyatakan bahwa pengelompokan umur dalam olahraga sepakbola yang mencapai prestasi puncak adalah umur 18-24 tahun seperti digambarkan pada piramid berikut :

Sumber: Garuda Mas, 2002

Gambar 5.1 Piramida Perkembangan Latihan Sepak Bola Berdasar Usia Sharkey (2003), menyatakan bahwa umur sangat besar pengaruhnya terhadap kebugaran, misalnya:

a Daya tahan jantung dan pembuluh darah

Mulai anak-anak meningkat sampai usia sekitar 20 tahun, mencapai maksimal sampai usia 20-30 tahun, kemudian menurun sesuai dengan umur, sehingga pada umur 70 tahun hanya memiliki daya tahan jantung dan pembuluh darah sekitar 50 % saja.

b.Kekuatan Otot

Kekuatan maksimal dicapai pada umur kira-kira 25 tahun, setelah itu terjadi penurunan, sehingga pada umur 65 tahun kekuatannya hanya sekitar 65-70 % dari


(45)

kekuatan yang dimiliki pada usia 25 tahun, sesudah umur 65 tahun penurunannya akan lebih cepat lagi. Pada anak-anak berusia 15-19 tahun kekuatan ototnya baru mencapai 70-85 % maksimal. Selain itu seluruh nilai komponen kebugaran.

2.5.3 Jenis Kelamin

Sharkey (2003), menyatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhasap kebugaran, sampai usia pubertas biasanya nilai kebugaran laki-laki hampir sama dengan perempuan, tetapi setelah itu laki-laki mempunyai nilai yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan oleh:

1.Pengaruh hormon seks laki-laki mempunyai hormon testoteron 10 x lebih banyak dari perempuan, hormon ini adalah suatu anabolik steroid yang membuat otot jadi lebih besar dan lebih kuat (rata-rata kekuatan otot perempuan hanya sekitar 2/3 dari kekuatan otot laki-laki) dan bersifat lebih agresif.

2.Pengaruh jumlah haemoglobin, kapasitas paru-paru, luas permukaan tubuh dan sebagainya.

2.5.4 Asupan Gizi

Zat-zat makanan mutlak diperlukan agar kebugaran baik karena zat-zat tersebut digunakan untuk:

1. Tenaga atau kalori;

2. Pembentukan sel-sel atau pertumbuhan;

3. Menggiatkan atau mengatur proses-proses dalam tubuh. 1. Tenaga


(46)

Kelancaran pekerjaan alat-alat tubuh kita, baik yagn di bawah kesadaran ataupun tidak, dapat berlangsung dengan sempurna berkat adanya tenaga yang diperoleh dari zat-zat makanan hidrat arang, lemak dan protein. Melalui proses pembakaran, ketiga macam zat makanan tersebut dapat diolah menjadi tenaga. Itulah sebabnya dalam makanan kita sehari-hari harus ada zatzat semacam itu dalam jumlah yang cukup.

2. Pembentukan sel-sel atau pertumbuhan

Selama hidup dibutuhkan secara terus menerus pembentukan sel untuk: a. mengganti atau memperbaiki sel-sel yang mati atau rusak (luka); b. pertumbuhan badan pada anak-anak atau bayi;

c. pertumbuhan janin yang masih dalam kandungan.

Adapun zat pembangunan yang diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel tersebut terdiri atas protein, garam dan air. Proses pengolahannya dapat berjalan lancar dengan adanya macam-macam vitamin.

3. Menggiatkan atau Mengatur Proses-proses dalam Tubuh

Berbagai vitamin, garam dan air merupakan zat-zat yang menggiatkan dan mengatur segala proses biologis dalam tubuh kita. Faal tubuh akan sangat terganggu, bilamana terdapat kekurangan bahan-bahan tersebut dalam hidangan makanan sehari-hari. Dapat ditambahkan, bahwa fungsi zat-zat tersebut juga untuk menguatkan jaringan tubuh atau sebagai perlindungan.

Jadi, tingkat gizi kita dipengaruhi oleh pelbagai macam zat kebutuhan dan selalu harus ada dalam jumlah yang cukup pada hidangan kita sehari-hari, yaitu:


(47)

a. hidrat arang (zat tepung); b. lemak;

c. protein (zat putih telur); d. macam-macam vitamin;

e. macam-macam garam anorganik dan zat organik yang mengandung unsur-unsur mineral;

f. air (Depkes RI, 1997).

2.5.5 Status Gizi

Status gizi sangat mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang, karena status gizi menyebabkan tingkat kesehatan seseorang baik, tingkat kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh kecukupan makanan yang dikonsumsi yang dapat dinilai dengan ukuran atau parameter antropometri. Dengan status gizi yang baik akan menjadikan organ tubuh melakukan fungsi secara optimal sehingga akan menghasilkan tingkat kebugaran seseorang (Depkes RI, 1997).

Status gizi adalah fungsi dari kesenjangan gizi atau selisih antara konsumsi gizi dan kebutuhan zat gizi. Kesenjangan gizi bermanifestasi menurut tingkatan berupa (Supariasa, 2002).

a. Mobilisasi cadangan zat gizi, yaitu supaya menutup kesenjangan yang masih kecil dengan menggunakan cadangan zat gizi dalam tubuh.

b. Deplesi jaringan tubuh yang terjadi jika kesenjangan tersebut tidak dapat ditutupi dengan pemakaian cadangan.


(48)

c. Perubahan biokimiawi, suatu kelainan yang terlihat dalam cairan tubuh. d. Perubahan fungsional, suatu kelainan yang terjadi dalam tata kerja faali. e. Perubahan anatomi, suatu perubahan yang bersifat lebih menetap. 2.5.6 Kebiasaan Merokok

Cooper (1997), menyatakan kebiasaan merokok berpengaruh terhadap kebugaran, karena di dalam rokok terdapat bermacam-macam zat yang merugikan tubuh, yaitu karbon monoksida, nikotin, tar, dan beberapa zat lainnya. Jika ditinjau dari fungsi oksigen dan pembentukan energi, hal tersebut dapat diterangkan. Oksigen secara normal sampai ke jaringan otot dibawa oleh hemoglobin di dalam sel-sel darah merah. Pada saat orang bernafas, udara yang dihisap terdiri dari oksigen, nitrogen, dan beberapa zat lain termasuk karbon monoksida yang memiliki afinitas 200 kali lebih besar dari oksigen. Karbon monoksida akan menyingkirkan hemoglobin yang akan digunakan untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Ini disebabkan oleh ikatan hemoglobin dengan oksigen secara oksigenasi, sehingga karbon monoksida bersama asap rokok dapat menyingkirkan 7 % hemoglobin yang dapat digunakan, dengan demikian kemampuan hemoglobin akan merosot.

2.5.7 Kebiasaan Minum Alkohol

Asupan alkohol berlebihan cenderung memiliki efek negatif terhadap kemampuan seorang atlet. Ada sejumlah fitur unik terkait dengan konsumsi alkohol, memiliki efek secara psikologis, perilaku dan efek pada fungsi fisiologis serta metabolisme (Burke dan Maughan, 2003).


(49)

2.6 Teori tentang Konsumsi Pangan

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, karena perannya sangat penting untuk sumber tenaga, pertumbuhan tubuh, serta melindungi tubuh dari penyakit. Makanan sehat dan aman akan meningkatkan produktivitas kerja seseorang. Makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia tetapi makanan juga menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatan manusia, yang berupa unsur yang secara alamiah telah menjadi bagian dari makanan, maupun masuk ke dalam makanan dengan cara tertentu (Suryana. 2003). 2.6.1 Pengertian Makanan

Pengertian makanan menurut Departemen Kesehatan adalah semua bahan makanan baik dalam bentuk alami maupun dalam bentuk buatan yang dimakan manusia kecuali air dan obat-obatan (Khomsan, 2003).

Konsumsi pangan adalah informasi pangan yang dimakan (dikonsumsi) oleh seseorang atau kelompok, baik berupa jenis maupun jumlahnya pada waktu tertentu, artinya konsumsi pangan dapat dilihat dari aspek jumlah maupun jenis pangan yang dikonsumsi. Konsumsi pangan berkaitan erat dengan gizi dan kesehatan, kesejahteraan, pengupahan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan (Khomsan, 2003). Ruang lingkup konsumsi pangan menurut Suryana (2003), meliputi : kecukupan, keragaman, mutu gizi, serta keamanan pangan.

Tiga tujuan seseorang mengkonsumsi pangan yaitu tujuan fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah untuk memenuhi rasa lapar atau


(50)

keinginan memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosional ataupun selera seseorang. Tujuan sosiologis adalah berhubungan dengan upaya pemeliharaan hubungan antar manusia dalam kelompok kecil maupun kelompok besar (Riyadi, 2004).

Hoddinott (1999), menjelaskan konsumsi pangan individu sebagai sejumlah kalori atau zat gizi yang dikonsumsi oleh individu pada periode tertentu atau umumnya dalam 24 jam. Terdapat dua cara yang umum digunakan untuk mengukur konsumsi individu yaitu dengan metode observasi dan recall. Metode observasi merupakan metode penilainan konsumsi pangan individu yang dilakukan oleh enumerator selama satu hari penuh, yaitu menilai jumlah makanan yang disajikan bagi setiap orang dan jumlah makanan yang disediakan tetapi tidak dikonsumsi (sisa makanan). Selain itu dalam metode observasi enumerator juga mencatat jenis dan jumlah makanan yang dimakan sebagai selingan (snack) diantara waktu makan ataupun makanan yang diperoleh dari luar rumah. Metode recall merupakan metode yang lebih mudah, karena enumerator hanya perlu mewawancarai anggota rumah tangga dan mengingat kembali makanan yang mereka konsumsi selama 24 jam, termasuk jenis makanan, jumlah dan makanan selingan (snack) atau makanan lain yang diperoleh dari luar rumah.


(51)

2.6.2 Penilaian Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan juga dapat diukur dengan menggunakan FFQ (Food Frequency Questionaire). FFQ merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam mengkonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi makanan dilihat dalam satu hari atau minggu atau bulan atau tahun. Kuesioner terdiri dari susunan jenis makanan dan minuman (Departemen Gizi Masyarakat FKM- UI 2007 dalam Hildawati 2008).

Penggunaan FFQ sebagai instrumen penilaian konsumsi memiliki kelebihan yaitu relatof murah, dapat digunakan untuk melihat hubungan antara diet dan penyakit, dan lebih representatif. Keterbatan penggunaan FFQ adalah adanya kemungkinan tidak menggambarkan porsi yang dipilih oleh responden, tergantung pada kemampuan responden untuk mendeskripsikan dietnya.

Terdapat tiga jenis FFQ yaitu :

1. Semi or non quantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang porsi yang biasa dikonsumsi, sehingga menggunakan standar porsi

2. Semi quantitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi, misalnya sepotong roti, secangkir kopi.

3. Quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi responden, seperti kecil, sedang, atau besar.

Pada prinsipnya penilaian jumlah konsumsi zat gizi berdasarkan pada konsumsi pangan dan data kandungan zat gizi bahan makanan atau Daftar Konsumsi


(52)

Bahan Makanan (DKBM). DKBM menunjukkan kandungan berbagai kandungan berbagai zat gizi dari berbagai jenis pangan atau makanan dalam seratus gram Bagian yang Dapat Dimakan (BDD) (Supariasa, 2002).

Dengan menggunakan DKBM, jumlah dan komposisi zat gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dapat dihitung dengan atau dinilai. Secara umum, penilaian zat gizi tertentu yang dikonsumsi dapat dapat dihitung dengan rumus :

BPj x Bddj x KGij Gij =

100 Keterangan :

KGij = kandungan zat gizi tertentu (i) dari pangan (j) atau makanan yang dikonsumsi dengan satuannya.

BPj = berat pangan atau makanan (j) yang dikonsumsi

Bddj = bagian yang dapat dimakan (dalam persen atau gram dari 100 gram pangan atau makanan (j)

Gij = zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan (j)

Penilaian konsumsi pangan rumah tangga atau secara perorangan merupakan cara pengamatan langsung dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk menurut daerah, golongan sosial ekonomi dan sosial budaya. Konsumsi pangan lebih sering digunakan sebagai salah satu teknik untuk memajukan tingkat keadaan gizi (Suhardjo dalam Supariasa, 2002).


(53)

2.7 Kebutuhan Gizi Atlet

Kebutuhan akan zat gizi mutlak bagi tubuh agar dapat melaksanakan fungsi normalnya. Pada dasarnya kebutuhan makanan bagi olahragawan tidak atau sedikit berbeda dari yang bukan olahragawan. Dalam hal ini makanan yang diperlukan tubuh adalah makanan yang seimbang dengan kebutuhan tubuh sesuai dengan umur dan jenis pekerjaaan yang dilakukan sehari-harinya. Untuk olahragawan karena aktifitas sehari-harinya lebih berat dari orang bukan olahragawan, maka porsi makanannya harus lebih besar disesuaikan dengan jenis olahraganya (ringan, sedang, berat) (Primana, 2002).

Kebutuhan akan energi dan zat gizi, terutama karbohidrat dan protein, harus dipenuhi pada saat melakukan aktifitas fisik tinggi untuk memelihara berat badan, melengkapi penyimpanan glikogen, dan menyediakan protein yang cukup untuk membangun dan memperbaiki jaringan. Pemasukan lemak harus cukup untuk memberi asam lemak yang esensial (essential fatty acids) dan lemak yang dapat larut (fat-soluble), vitamin dan untuk memberi kontribusi kepada energi untuk pemeliharaan bobot. Walaupun penampilan saat latihan dapat dipengaruhi oleh bobot dan komposisi tubuh, pengukuran fisik ini tidak seharusnya menjadi suatu standar untuk penampilan pada olahraga dan tidak disarankan untuk menimbang berat badan setiap hari. Makanan dan cairan cukup harus dikonsumsi sebelum, pada saat, dan sesudah melakukan latihan untuk membantu memelihara konsentrasi glukosa darah pada saat melakukan latihan memaksimumkan kualitas latihan dan dan memperbaiki waktu pemulihan setelah latihan (www.acsm-msse, 2010).


(54)

Menurut Primana (2002), makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan juga harus mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan untuk aktifitas olahraga. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin atlet, umur, berat badan, serta jenis olahraga. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan.

Menurut Komariyah dan Giriwijoyo (2007), saat ini tata-gizi yang dianjurkan untuk berbagai latihan, latihan dayatahan dan latihan prakompetisi pada umumnya adalah modifikasi dari tata gizi seimbang dasar (basic balanced diet). Atlet tidak memerlukan makanan khusus, suplemen atau berbagai tata-gizi khusus untuk memenuhi kebutuhan latihan atau untuk meningkatkan penampilannya. Tata gizi seimbang dapat memenuhi hampir semua kebutuhan atlet.

Tata gizi yang dianjurkan untuk atlet olahraga kompetisi hendaknya memenuhi:

a. Karbohidrat 55 %, umumnya karbohidrat kompleks (padi-padian, roti, beras, sayuran dan buah-buahan). Bila durasi olahraganya > 60-90 men/hari maka diperlukan karbohidrat sebanyak 60-70 % atau setara dengan asupan 9-10 g karbohidrat /kg BB/hari dari kebutuhan daya (energi) total 4.500 Kkal, yaitu sebesar 750 gr.


(55)

b. Lemak < 30 % energi total, yaitu < 1350 Kkal. Kandungan lemak tinggi terdapat pada daging gemuk, minyak-minyak, margarine, kiju, mentega, produk-produk susu full cream, kue-kue kering dan makanan yang digoreng. c. Protein meliputi 12-15 % energi total, yaitu 540-675 Kkal dan terdapat dalam

daging yang memiliki protein tinggi, ikan, ayam, telur dan kacang-kacangan. Kebutuhan protein olahragawan memang lebih besar dari pada pesantai, tetapi asupan protein sebesar 12-15 % energi total biasanya cukup memenuhi kebutuhan minimum 1.200 kkal untuk wanita dan 1.500 kkal untuk pria. Kebutuhan atlet sepakbola berbeda pada saat latihan, sebelum bertanding, saat bertanding dan setelah bertanding (Irianto, 2007). Rata-rata kebutuhan energi sebesar 4.500 Kkal, protein 60 gram dan lemak 70 gram. Sedangkan zat gizi lainnya mengacu kepada kebutuhan normal sesuai dengan umur dan berat badannya (Depkes RI, 2002). 2.7.1 Periode Latihan

Pengaturan makanan periode latihan selain dilaksanakan di Pusat Pelatihan juga harus dilakukan pada saat berada di rumah. Prinsip utama pengaturan makanan pada periode ini adalah tersedianya energi yang cukup untuk berlatih dan untuk menghindari pencernaan masih bekerja pada waktu pelatihan sedang berlangsung. Selain memperhatikan kandungan zat gizi dari makanan, pengaturan makanan juga harus memperhatikan pola latihan yang diterapkan (Depkes RI, 2002).

Selain sebagai sumber energi, bahan makanan yang dipilih harus juga mengandung berbagai macam vitamin dan mineral, sehingga kebutuhan zat gizi lainnya juga dapat terpenuhi. Seusai latihan, makanan yang dikonsumsi harus


(56)

mengandung energi yang cukup, terutama makanan yang mengandung karbohidrat, mineral dan air untuk mengganti cadangan energi yang telah dipakai selama latihan. Atlet harus menjaga berat badan yang normal, hindari berat badan berlebih. Atlet juga harus diperkenalkan dengan berbagai macam hidangan yang disediakan (Depkes RI, 2002).

Kandungan gizi yang dibutuhkan sebelum latihan berlawanan dengan melakukan latihan dalam keadaan berpuasa, telah dibuktikan memperbaiki penampilan. Makan atau snack yang dimakan sebelum pertandingan atau suatu latihan yang intensif harus membuat para atlet siap untuk aktifitas yang akan datang dan meninggalkan para individu tidak lapar atau tanpa ada makanan dalam perut yang tidak dicerna. Dengan demikian, bimbingan umum berikut untuk makan dan snak harus dipakai: cairan cukup harus dikonsumsi untuk memelihara hidrasi, makanan harus secara relative rendah lemak dan serat untuk memfasilitasi pengosongan gastric dan mengurangi penderitaan gastrointestinal, tinggi dalam karbohidrat untuk memelihara glukosa darah dan memaksimumkan penyimpanan glycogen, protein yang sedang, dan para atlet yang terbiasa (Depkes RI, 2002).

Meskipun beberapa studi telah menunjukkan bahwa suplementasi protein dalam sebelumnya dewasa terlatih melakukan perlawanan latihan tidak memberikan manfaat dalam hal peningkatan jaringan atau kekuatan fisik (Hoffman, 2007), bukti tidak dukungan kebutuhan protein lebih besar untuk kekuatan dan atlet daya dibandingkan dengan atlet ketahanan dan penduduk menetap (Lemon dalam Hoffman, 2007).


(57)

Ukuran waktu dari makan sebelum melakukan latihan bersangkut paut. Karena sebagian atlet tidak suka untuk bertanding dalam keadaan perut kenyang, makan lebih sedikit harus dilakukan mendekati pertandingan untuk mengosongkan lambung, di mana makan dengan jumlah yang lebih besar bisa dilakukan jika waktunya cukup sebelum melakukan latihan atau pertandingan. Jumlah dari karbohidrat yang dapat meningkatkan penampilan sekitar 200 hingga 300 g dari karbohidrat untuk makan biasa yang dilakukan 3–4 jam sebelum melakukan latihan (Depkes RI, 2002).

2.7.2 Periode Pertandingan

Makanan untuk atlet diatur agar tidak mengganggu pencernaan sewaktu pertandingan. Selain itu, makanan yang dihidangkan harus mengandung gizi seimbang dan sudah dikenal oleh atlet (atlet sudah biasa mengkonsumsi makanan tersebut).

Menurut Schinke et.al (2009) manfaat dari konsumsi karbohidrat dalam jumlah yang diberikan pada minuman sport (6%–8%) terhadap daya tahan pada pertandingan yang berlangsung 1 jam atau kurang, terutama pada atlet yang melakukan exercise pada pagi hari sesudah berpuasa salam malam pada saat tingkat glisogen hati dikurangi. Dengan memberi karbohidrat pada saat melakukan pertandingan membantu memelihara tingkat flukosa dan memperbaiki penampilan. Untuk pertandingan yang lebih lama, mengkonsumsi 0,7 g karbohidrat telah menunjukkan penampilan dengan jelas adanya daya tahan yang diperpanjang.


(58)

a. Pra Pertandingan

Kira-kira 3-4 jam sebelum pertandingan, atlet dapat mengkonsumsi makanan lengkap. Makanan sebaiknya mudah dicerna, rendah lemak, rendah serat, dan tidak menyebabkan masalah pada pencernaan atlet (tidak terlalu pedas, dan tidak mengandung bumbu-bumbu tajam serta tidak berlemak). Sedangkan makanan kecil/ minuman (biskuit, teh manis, jus buah, dll) bisa diberikan kira-kira 1-2 jam sebelum pertandingan (Schinke et.al, 2009).

b. Selama Pertandingan

Minum air sebanyak 1-1,5 gelas 1 jam sebelum pertandingan dan saat istirahat (waktu jeda) sangat dianjurkan. Minum air selama pertandingan juga harus dilakukan setiap ada kesempatan, jangan menunggu sampai timbul rasa haus. Air minum dapat ditambah 1 sendok teh gula dan 1/4 sendok teh garam dalam 1 gelas air (Depkes RI, 2002).

c. Pasca Pertandingan

Segera setelah selesai pertandingan, atlet harus segera minum air dingin (suhu 10-15 Celcius) sebanyak satu gelas, dapat dilanjutkan dengan sari buah/air + gula + garam. Kemudian dapat diberikan makanan padat yang mudah dicerna seperti biskuit atau bubur halus dalam porsi kecil. Setelah rasa letih berkurang, atlet dapat diberikan makanan biasa dengan gizi seimbang sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2002). d. Periode Pemulihan (Recovery)

Periode setelah pertandingan atau periode istirahat aktif, atlet dapat makan makanan biasa untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi fisik. Pada


(1)

Status Gizi * Kebugaran Crosstabulation

2 12 14

5.5 8.5 14.0 14.3% 85.7% 100.0%

13 11 24

9.5 14.5 24.0 54.2% 45.8% 100.0%

15 23 38

15.0 23.0 38.0 39.5% 60.5% 100.0% Count

Expected Count % wit hin Status Gizi Count

Expected Count % wit hin Status Gizi Count

Expected Count % wit hin Status Gizi Tidak Baik

Baik St at us Gizi

Total

Tidak bugar Bugar Kebugaran

Total

Chi-Square Tests

5.886b 1 .015

4.335 1 .037

6.395 1 .011

.020 .017

5.731 1 .017

38 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only f or a 2x2 table a.

0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 5.53.

b.


(2)

kebiasaan merokok * Kebugaran

Crosstab

4 21 25

9.9 15.1 25.0 16.0% 84.0% 100.0%

6 2 8

3.2 4.8 8.0

75.0% 25.0% 100.0%

5 0 5

2.0 3.0 5.0

100.0% .0% 100.0%

15 23 38

15.0 23.0 38.0 39.5% 60.5% 100.0% Count

Expected Count % wit hin kebiasaan merokok

Count

Expected Count % wit hin kebiasaan merokok

Count

Expected Count % wit hin kebiasaan merokok

Count

Expected Count % wit hin kebiasaan merokok

Tidak pernah

Jarang

Sering kebiasaan

merokok

Total

Tidak bugar Bugar Kebugaran

Total

Chi-Square Tests

17.658a 2 .000

20.001 2 .000

16.557 1 .000

38 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

4 cells (66.7%) hav e expected count less t han 5. The minimum expected count is 1.97.


(3)

kebiasaan minum alkohol * Kebugaran

Crosstab

10 22 32

12.6 19.4 32.0

31.3% 68.8% 100.0%

2 1 3

1.2 1.8 3.0

66.7% 33.3% 100.0%

3 0 3

1.2 1.8 3.0

100.0% .0% 100.0%

15 23 38

15.0 23.0 38.0

39.5% 60.5% 100.0%

Count

Expected Count % wit hin kebiasaan minum alkohol Count

Expected Count % wit hin kebiasaan minum alkohol Count

Expected Count % wit hin kebiasaan minum alkohol Count

Expected Count % wit hin kebiasaan minum alkohol Tidak pernah

Jarang

Sering kebiasaan

minum alkohol

Total

Tidak bugar Bugar Kebugaran

Total

Chi-Square Tests

6.434a 2 .040

7.414 2 .025

6.264 1 .012

38 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

4 cells (66.7%) hav e expect ed count less t han 5. The minimum expected count is 1.18.

a.


(4)

Konsumsi Energi * Kebugaran

energi * Kebugaran Crosstabulati on

14 5 19

7.5 11.5 19.0 73.7% 26.3% 100.0%

1 18 19

7.5 11.5 19.0 5.3% 94.7% 100.0%

15 23 38

15.0 23.0 38.0 39.5% 60.5% 100.0% Count

Expected Count % wit hin energi Count

Expected Count % wit hin energi Count

Expected Count % wit hin energi < 4.500 kal

>= 4.500 kal energi

Total

Tidak bugar Bugar Kebugaran

Total

Chi-Square Tests

18.614b 1 .000

15.861 1 .000

21.246 1 .000

.000 .000

18.125 1 .000

38 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only f or a 2x2 table a.

0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 7.50.


(5)

Konsumsi protein * Kebugaran

Crosstab

14 5 19

7.5 11.5 19.0 73.7% 26.3% 100.0%

1 18 19

7.5 11.5 19.0 5.3% 94.7% 100.0%

15 23 38

15.0 23.0 38.0 39.5% 60.5% 100.0% Count

Expected Count % wit hin prot ein Count

Expected Count % wit hin prot ein Count

Expected Count % wit hin prot ein Tidak baik

Baik protein

Total

Tidak bugar Bugar Kebugaran

Total

Chi-Square Tests

18.614b 1 .000

15.861 1 .000

21.246 1 .000

.000 .000

18.125 1 .000

38 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only f or a 2x2 table a.

0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 7.50.

b.


(6)

Logistic Regression

Block 1: Method = Enter

Model Summary

11.296 .648 .877 Step

1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

14 1 93.3

2 21 91.3

92.1 Observ ed

Tidak bugar Bugar Kebugaran

Ov erall Percentage St ep 1

Tidak bugar Bugar

Kebugaran Percentage Correct Predicted

The cut v alue is .500 a.

Variables i n the Equation

1.185 1.827 4.036 1 .045 7.281 1.928 1.850 4.153 1 .048 12.852 -4.375 2.004 4.311 1 .032 .010 -2.367 1.797 5.134 1 .047 .009

1.575 .746 4.313 1 .039 5.219

1.426 .813 4.219 1 .041 5.183

-5.749 2.691 4.754 1 .033 .000 UMUR

STGIZI ROKOK ALKOHOL ENERGI PROTEN Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on st ep 1: UMUR, STGIZI, ROKOK, ALKOHOL, ENERGI, PROTEN. a.