Pengukuran Citra Merek Kajian Teori

c. Uniqueness of Brand Associations Untuk dapat bertahan di pasaran, merek haruslah memiliki keunikannya sendiri, sehingga konsumen memiliki alasan yang menarik untuk membeli produk atau jasa. Pemasar dapat membuat diferensisasi yang unik secara eksplisit melalui perbandingan langsung dengan pesaing. Atau secara implisit dengan menyorot merek tersebut. Keunikan merek dapat berupa nilai lebih dan ciri khas yang dimiliki merek dan pesaing tidak miliki. Keunikan yang dimiliki merek menjadi sangat pentingbagi merek untuk membedakan diri dari pesaing dan membatasi ruang lingkup persaingan dengan pesaing. Keunikan asosiasi merek bergantung pada dua faktor, yakni titik perbedaan asosiasi dan titik persamaan asosiasi. Titik perbedaan asosiasi point of differences associations adalah atribut dan mafaat yang konsumen asosiasikan dengan merek, mengevaluasinya secara positif dan mempercayai bahwa mereka tidak dapat menemukan hal yang sama dengan merek pesaing. Sedangkan titik persamaan asosiasi point of parity associations adalah sejauh mana asosiasi merek memiliki kesamaan dan tidak perlu memiliki keunikan jika dibandingkan dengan merek pesaing. 1 Point of Differences PODs Associations Untuk membuat titik perbedaan pada asosiasi merek membutuhkan dua hal, yakni rencana penjualan yang unik unique selling proposition dan keunggulan dalam bersaing sustanaible competitive advantages. 23 Unique selling proposition atau rencana penjualan yang unik adalah keadaan dimana iklan harus memberikan alasan yang menarik yang pesaing tidak dapat menyamainya dengan tujuan agar konsumen membeli produk atau menggunakan jasa merek. Iklan ini didesain untuk mengomunikasikan kekhasan produk dan manfaat produk yang unik kepada konsumen. Sedangkan sustanaible competitive advantages atau keunggulan bersaing yang berkelanjutan adalah kemampuan dalam 23 Ibid., p. 107-109. menyampaikan keunggulan merek dalam pasar untuk jangka waktu yang lama. 2 Point of Parity POPs Association Titik persamaan asosiasi memiliki dua tipe, yakni titik persamaan kategori merek category points of parity dan titik persamaan kompetitif merek competitive points of parity. 24 Category points of parity atau titik persamaan kategori mewakili kondisi yang diperlukan bagi pilihan merek. Merek paling tidak memiliki produk pada level produk umum generic product dan kemungkinan besar pada level produk yang diharapkan expected product. Kategori titik persamaan dapat berubah dari waktu ke waktu karena kemajuan teknologi, perkembangan hukum, dan tren konsumen. Jadi, sangat memungkinkan bagi suatu merek untuk memperluas produk dengan menggunakan satu nama merek. Competitive points of parity atau titik persamaan kompetitif adalah asosiasi yang didesain untuk meniadakan titik perbedaan dengan pesaing. Merek haruslah dalam posisi yang kuat dan tidak terkalahkan agar mampu bersaing dengan merek lainnya. Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa untuk menciptakan citra merek yang positif maka pemasar harus menghubungkan merek ke dalam memori konsumen melalui asosiasi yang kuat, menguntungkan dan unik. Dengan kata lain, untuk mengukur citra merek maka kekuatan, keuntungan dan keunikan asosiasi merek adalah dimensi dari citra merek. Melalui dimensi ini, maka peneliti dapat mengetahui citra merek melalui persepsi konsumen tentang merek. Menurut Aaker, citra merek sangatlah bergantung dengan identitas merk yang dibangun oleh perusahaan. Identitas merek dapat diukur melalui persepsi yang dimiliki oleh konsumen terhadap merek, yakni merek sebagai produk brand as product, merek sebagai organisasi brand as organization, 24 Ibid., p. 109-110. merek sebagai pribadi brand as person, dan proposisi nilai value proposition. 25 a. Brand as Product Konsumen memandang merek adalah sebuah produk berupa barang ataupun jasa, oleh karena itu diperlukan asosiasi yang terkait dengan produk product related association. Terdapat beberapa aspek yang terkait dengan produk, di antaranya adalah ruang lingkup produk the product scope, fungsi produk product functions, kualitaskinerja qualityperformance, penggunaan uses, pengguna users dan negara asal country of origin. Pertama, aspek ruang lingkup produk product scope adalah kelas atau kelompok yang akan dikaitkan dengan merek. Misalnya, ketika konsumen mendengar nama Al-Azhar maka konsumen akan mengaitkannya dengan sekolah swasta Islam, Santa Ursula dengan sekolah Katolik, dan seterusnya. Atau ketika konsumen diminta untuk menyebutkan nama sekolah swasta Islam, maka konsumen akan menyebutkan Al-Azhar. Kedua, aspek fungsi produk product function adalah sejauh mana produk dapat memberikan manfaat baik fungsional maupun emosional kepada konsumen. Konsumen akan berpikir bahwa produk ini baik ketika kebutuhan mereka dapat terpenuhi oleh produk. Misalnya, sejauh mana sekolah Al-Azhar dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak baik pendidikan agama dan pendidikan secara umum. Ketiga, aspek kualitaskinerja qualityperformances adalah seberapa baik dan seberapa konsistennya manfaat fungsional dan emosional disediakan oleh merek. Merek akan dianggap baik jika mampu memenuhi kebutuhan konsumen secara konsisten dan memuaskan konsumen sehingga merasa senang dengan merek, maka merek telah dianggap memiliki kualitas atau kinerja yang baik. 25 Kai Yang, Voice of the Customer: Capture and Analysis, New York: McGraw Hill, 2008, p. 264-272. Keempat, aspek penggunaan uses adalah penggunaan tertentu atau aplikasi yang terkait dengan merek. Contoh seperti Al-Azhar, sekolah spesialis untuk membentuk akhlak siswa namun tidak mengesampingkan ilmu-ilmu pengetahuan umum. Jadi aspek penggunaan ini adalah spesialisasi yang ingin dibentuk merek sebagai identitas merek. Kelima, aspek pengguna users adalah tipe konsumen yang ditargetkan oleh merek tertentu. Misalnya, sekolah Al-Azhar yang memiliki target konsumen yakni untuk orang tua muslim yang ingin menyekolahkan anaknya. Aspek pengguna sangat penting mengingat adanya spesialisasi merek, sehingga merek harus memiliki target konsumen dan pasar yang tepat sesuai dengan identitas merek mereka. Keenam, aspek negara asal country of origin adalah usaha untuk mengaitkan merek dengan negara asalnya. Dengan mengaitkan negara asal, maka kredibilitas merek akan bertambah. Aspek ini akan sangat bergantung pada reputasi negara itu sendiri, misalnya sekolah-sekolah swasta yang memiliki kerjasama dengan negara-negara asal Eropa akan dinilai lebih kredibel dibandingkan dengan sekolah-sekolah swasta yang memiliki kerjasama dengan negara-negara asal Asia, terutama Asia Tenggara. Hal ini sangat berkaitan erat dengan status negara Eropa yang dikenal sebagai negara maju, sedangkan negara Asia khusunya Asia Tenggara adalah negara berkembang. b. Brand as Organization Merek sebagai organisasi terdiri dari atribut merek yang menampilkan organisasi yang memproduksi merek, baik bertentangan dengan produk atau layanan yang terkait dengan merek product related attributes maupun yang tidak. Atribut merek sebagai organisasi haruslah mampu menggambarkan citra organisasi secara tepat dan sesuai dengan yang diinginkan. Penggambaran citra ini harus sesuai dengan keinginan pemimpin organisasi, karena akan dilihat oleh masyarakat umum. Atribut organisasi biasanya adalah visi perusahaan, keyakinan, nilai yang dianut dalam perusahaan, inovasi dan lain sebagainya. Atribut organisasi akan jauh lebih tahan lama dan tahan terhadap persaingan dibanding dengan atribut produk, karena atribut organisasi lebih susah untuk ditiru oleh pesaing. c. Brand as Person Merek sebagai pribadi adalah atribut merek yang menambahkan komponen kepribadian, seperti semangat, jiwa muda, energik, kasual dan seterusnya. Atribut pribadi ini akan jauh lebih hidup dan lebih personal dibandingkan dengan atribut terkait produk dan organisasi. Konsep dari merek sebagai pribadi dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari karakter manusia terkait dengan merek tertentu. Penggunaan kepribadian merek dapat membentuk sebuah merek yang kuat. Pertama, kepribadian merek dapat membantu pelanggan untuk mengekspresikan kepribadian diri mereka. Kedua, kepribadian merek dapat menjadi dasar hubungan antara pelanggan dan merek. Ketiga, kepribadian merek dapat mengomunikasikan atribut produk. Kepribadian merek yang dirasakan oleh konsumen tercipta oleh banyak faktor, beberapa faktor yang terkait dengan merek dan yang tidak terkait dengan merek. Karakteristik yang terkait dengan produk merupakan pembentuk utama kepribadian merek. Adapun karakter yang terkait produk, di antaranya adalah kelas product product class, kemasan package, harga price, dan atribut attributes. Sedangkan karakteristik yang tidak terkait dengan merek namun juga pembentuk kepribadian merek, di antaranya adalah citra pengguna user image, sposorship, simbol symbol, usia merek age, gaya iklan ad style, negara asal country of origin, citra perusahaan company image, CEO, dan dukungan selebriti selebrity endorsement. d. Proposisi Nilai Value Proposition Proposisi nilai adalah perbedaan manfaat yang ditawarkan oleh setiap merek. Secara spesifik, proposisi nilai merek adalah pernyataan manfaat fungsional, emosional dan ekspresi diri yang ditawarkan oleh merek. Maka terdapat tiga jenis proposisi nilai, yakni manfaat fungsional functional benefits, manfaat emosional emotional benefits dan manfaat ekspresi diri self-expressive benefits. Pertama, manfaat fungsional adalah sejumlah fungsi produk yang produk sediakan untuk pelanggannya. Contohnya mobil, manfaat fungsional dari mobil adalah untuk bergerak dari poin A ke poin B, mengubah arah dan kecepatan, menyediakan suasana mengemudi yang menyenangkan, memberikan gaya dan seterusnya. Manfaat fungsional menjadi sangat penting dalam memenangkan persaingan. Merek harus mampu memilih manfaat fungsional yang tepat, yang mampu menarik perhatian konsumennya. Karena menyampaikan manfaat fungsional saja tidaklah cukup, pelanggan akan membeli produk berdasarkan kualitas dan keunggulan fungsional yang dimiliki merek. Kedua, manfaat emosional adalah perasaan positif yang dirasakan pelanggan saat membeli atau menggunakan merek tertentu. Manfaat menjadi sangat penting bagi merek, bahkan melebihi manfaat fungsionalnya. Ketika sebuah merek hanya memiliki manfaat fungsional saja, maka merek itu akan menjadi rentan untuk bertahan. Karena manfaat fungsional sangat mudah untuk ditiru oleh produsen lain dengan harga yang lebih rendah, sehingga sangat memungkinkan bagi pelanggan untuk beralih. Sedangkan manfaat emosional lebih kompleks dan sulit untuk ditiru. Ketiga, manfaat ekspresi diri adalah keadaan dimana konsumen menggunakan merek untuk pamer. Merek menjadi media atau sarana bagi konsumen untuk memamerkan baik sebagai bentuk keberhasilan atau jati diri mereka. Contohnya, para pembisnis sukses mengendarai Licoln, Lexus atau Mercedes-Benz sebagai bentuk pencapaian keberhasilan mereka. Dari penjelasan tersebut, kedua pandangan ini memiliki beberapa kemiripan secara konsep. Terdapat kemiripan secara konsep antara strenght brand association dengan brand as product dan value proposition. Kekuatan asosiasi merek dapat diketahui dengan mengukur sejauh mana konsumen memikirkan merek melalui asosiasi atribut merek product-related attributes dan non-product-related attribute dan manfaat merek brand benefits. Dalam penjelasan Aaker, atribut merek dijelaskan dalam poin brand as product sedangkan manfaat merek dijelaskan dalam poin value proposition. Dalam poin value proposition maupun manfaat merek, keduanya memiliki kesamaan konsep, yakni membagi manfaat kedalam tiga jenis, yakni manfaat fungsional, manfaat pengalamanemosional, dan manfaat simbolikekspresi diri. Sedangkan pada poin brand as product, Aaker menjelaskan enam aspek yang terkait dengan product related attributes sehingga dapat melengkapi konsep yang dijelaskan oleh Keller sebelumnya. Sedangkan pada poin brand as organization dan brand as person masih termasuk ke dalam bentuk atribut merek. Organisasi dan kepribadian merek merupakan salah satu atribut yang terkait dengan merek, dan sangat berpengaruh pada pembentukan citra merek. Maka dapat disimpulkan penjelasan dari konsep Aaker adalah atribut- atribut baik yang terkait langsung maupun tidak terkait langsung dengan merek. Model Aaker belum cukup untuk mengukur dan mengetahui bagaimana citra merek di mata konsumen, apakah positif atau negatif. Konsep Aaker hanya mampu mengungkap citra merek secara tunggal, artinya model Aaker hanya mampu mendeskripsikan citra merek tanpa mampu mengetahui positif atau tidaknya citra merek. Selain itu model ini hanya membahas citra merek secara tunggal tanpa membandingkannya dengan merek pesaingnya. Dengan demikian, penjelasan konsep ini hanya akan digunakan sebagai tambahan dalam atribut merek untuk memperjelas asosiasi merek. Sedangkan untuk mengukur citra merek, apakah positif atau negatif di mata konsumen, maka digunakan dimensi dari konsep Keller. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa citra merek adalah kesan, persepsi dan penilaian konsumen tentang suatu produk atau jasa sebagai hasil dari asosiasi merek yang dilakukan oleh pemasar. Adapun hal-hal yang diasosiakan adalah atribut merek product related attributes dan non-product related attributes dan manfaat merek manfaat fungsional, manfaat pengalamanemosional, dan manfaat simbolikekspresi diri. Untuk mengetahui kesan, persepsi dan penilaian konsumen terhadap merek dapat diukur melalui asosiasi mereknya, yakni atribut dan manfaat mereknya. Citra merek yang positif akan menunjukkan asosiasi merek yang kuat, menguntungkan dan unik. Sehingga dengan kata lain dimensi citra merek adalah kekuatan asosiasi merek, keunikan asosiasi merek dan asosiasi merek yang menguntungkan.

5. Pengertian Loyalitas Konsumen

Secara harfiah, loyalitas diartikan sebagai kesetiaan, yakni kesetiaan terhadap objek tertentu. Konsumen sendiri adalah orang yang membeli atau menggunakan produk atau jasa. Konsumen yang loyal atau lebih dikenal sebagai pelanggan customer. Maka loyalitas konsumen dapat diartikan sebagai pelanggan yang setia menggunakan produk tertentu secara terus menerus. Menurut Bennet dan Bove, loyalitas dapat didefinisikan sebagai “the relationship between an individual’s attitudinal predisposition towards an object and the repeat patronage of that object ”. 26 Yang artinya loyalitas adalah hubungan antara kecenderungan sikap individu terhadap sebuah objek dan pelanggan berulang yang tetap dari objek tersebut. Pengertian ini menggambarkan bahwa loyalitas adalah sebuah hubungan, dimana ada keterikatan antara individu dengan objek. Hubungan dan keterikatan yang dimiliki individu dengan objek didasari oleh dua hal yang digambarkan dengan sikap kecenderungan individu untuk memilih objek tertentu dan perilaku yang berulang dan tetap terhadap objek tertentu. Menurut Griffin, “pelanggan yang loyal adalah orang yang melakukan pembelian berulang secara teratur, membeli antar lini produk dan jasa, merefrensikan kepada orang lain dan menunjukkan kekebalan terhadap tarikan pesaing”. 27 Berdasarkan pengertian tersebut, loyalitas digambarkan 26 Rebekah Bennett dan Liliana Bove, Identifying The Key Issues for measuring Loyalty, Australasian Journal of Marketing Research, 2002, p. 3. 27 Jill Griffin, Customer Loyalty: Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesetiaan Pelanggan, Terj. dari Customer Loyalty: How to Earn It, How to Keep It oleh Dwi Kartini Yahya, Jakarta: Erlangga, 2003, h.31. secara jelas ciri perilaku konsumen yang setia. Pelanggan yang loyal dapat dilihat melalui perilaku pembelian yang berulang pada merek tertentu secara teratur. Artinya pelanggan adalah orang yang selalu menggunakan produk dari merek tertentu dan masih menggunakannya secara kontinu. Selain itu, kesetiaan pelanggan dapat ditunjukkan melalui kecenderungannya untuk membeli produk lain yang memiliki manfaat yang berbeda namun merek atau pembuatnya sama. Selain perilaku pembelian, kesetiaan juga dapat dilihat melalui kecenderungan konsumen terhadap merek tertentu. Kecenderungan ini ditunjukkan melalui tidakan konsumen untuk merefrensikan dan merekomendasikan merek kepada orang lain. Selain itu, kecenderungan konsumen terhadap merek tertentu dapat dilihat melalui tidak terpengaruhnya konsumen terhadap tawaran pesaing. Dick dan Basu melihat loyalitas pelanggan sebagai “ the strength of the relationship between an individuals relative attitude and repeat patronage ”. 28 Pengertian tersebut menggambarkan loyalitas pelanggan adalah kekuatan suatu hubungan antara sikap relatif individu dengan pelanggan berulang yang tetap. Maka dengan kata lain terdapat dua hal yang saling berhubungan satu sama lain dalam membentuk loyalitas pelanggan, yakni sikap relatif pelanggan sebagai individu dan pelanggan yang berulang dan tetap. Dalam hal ini, pelanggan yang berulang dan tetap, dapat dimaknai sebagai individu yang selalu melakukan pembelian berulang dan mereka melakukan pembelian secara tetap atau berkala. Maka dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa loyalitas konsumen adalah orang yang memiliki hubungan yang kuat dengan objek tertentu. Kekuatan hubungan ini terbentuk oleh dua hal yakni sikap individu yang menunjukkan kecenderungannya terhadap objek tersebut dan perilaku berulang dan tetap terhadap objek tersebut. 28 Alan S. Dick dan Kunal Basu, Customer Loyalty: Toward an Integrated Conceptual Framework, Journal of The Academy of Marketing Science, 1994, p. 99.

6. Jenis Loyalitas Konsumen

Loyalitas yang dimiliki konsumen terhadap merek tentu akan berbeda- beda tingkatannya, sangat bergantung pada faktor yang mempegaruhinya. Ada konsumen yang memiliki loyalitas yang tinggi terhadap merek tertentu, namun ada juga yang tidak memiliki loyalitas sama sekali terhadap merek. Perbedaan tingkatan loyalitas kemudian menjadi dasar pembagian jenis loyalitas konsumen berdasarkan hasil pengukuran tingkat loyalitas yang dimiliki konsumen. Menurut Griffin ada empat jenis loyalitas berdasarkan tingkatan keterikatan konsumen dan pembelian yang berulang, yakni tanpa loyalitas, loyalitas lemah, loyalitas tersembunyi dan loyalitas premium. 29 a. Tanpa Loyalitas Pada tingkat ini, konsumen tidak memiliki loyalitas sama sekali pada merek tertentu. Konsumen memiliki keterikatan yang rendah dan dikombinasikan dengan tingkat pembelian berulang yang rendah. Tantangan perusahan selanjutnya adalah menghindari membidik konsumen seperti ini karena tidak memiliki potensi loyalitas yang baik. Sehingga perusahaan lebih baik untuk fokus mengembangkan loyalitas pelanggan yang berpotensial. b. Loyalitas Lemah Konsumen dengan loyalitas yang lemah biasanya memiliki tingkat pembelian berulang yang tinggi namun tingkat keterikatannya rendah. Dengan kata lain, konsumen membeli produk atau jasa tertentu karena kebiasaan saja, tanpa memiliki tingkat kepuasan atau ketidakpuasan pada merek tertentu. Konsumen tidak memiliki kesan tersendiri selama proses pembelian atau pemakaian merek sehingga tidak memiliki keterikatan dengan merek. Konsumen dengan loyalitas yang lemah, sangat rentan untuk beralih ke produk atau jasa pesaing. Karena konsumen menganggap semua merek adalah sama, tidak memiliki persepsi bahwa merek tertentu lebih baik atau tidak lebih menguntungkan dari merek lain. 29 Jill Griffin, op.cit., h. 22-24. c. Loyalitas Tersembunyi Pada tingkat ini konsumen memiliki tingkat keterikatan yang relatif tinggi dengan tingkat pembelian berulang yang rendah. Pada tingkat ini, faktor situasi biasanya yang menentukan perilaku konsumen untuk membeli produk atau jasa tertentu. Konsumen dapat menunjukkan keterikatannya dengan merek melalui kecenderungannya terhadap merek tertentu. Namun karena faktor lain, konsumen memiliki tingkat pembelian berulang yang rendah. Konsumen dengan jenis loyalitas ini lebih berpotensi untuk dikembangkan tingkat loyalitasnya terhadap merek. d. Loyalitas Premium Loyalitas premium merupakan jenis loyalitas yang dapat dikembangkan dengan maksimal. Pada tingkat ini, konsumen menunjukkan tingkat preferensi yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi juga. Konsumen dengan loyalitas premium biasanya merasa bangga menggunakan produk atau jasa tertentu dan mereka akan merekomendasikan merek tersebut kepada rekan dan keluarga. Menurut Dick dan Basu konsep sikap relatif dengan pembelian yang berulang dapat menghasilkan empat kondisi tertentu terkait dengan loyalitas, yakni tanpa loyalitas no loyalty, loyalitas palsu spurious loyalty, loyalitas tersembunyi latent loyalty dan loyalitas loyalty. 30 a. Tanpa Loyalitas No Loyalty Kondisi konsumen tanpa loyalitas adalah kombinasi dari rendahnya sikap relatif dan rendahnya pembelian berulang. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa sebab. Pertama, rendahnya sikap relatif bisa jadi diindikasi oleh sedikitnya pengenalan atau ketidakmampuan dalam mengomunikasikan perbedaan keuntungan yang dimiliki oleh produk dengan pesaing. Dengan kata lain kondisi ini dapat terjadi karena lemahnya rencana komunikasi pemasaran. Maka solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi ini adalah dengan meningkatkan kesadaran dan kecenderungan konsumen melalui manajemen elemen 30 Alan S. Dick dan Kunal Basu, op.cit., p. 101-102. bauran yang tepat. Kedua, rendahnya sikap relatif disebabkan oleh dinamikan pasar dimana kebanyakan merek baru dianggap sama saja oleh konsumen. Akibatnya, manajer merasa tidak mungkin untuk menciptakan sikap relatif yang tinggi tapi langsung berupaya untuk menghasilkan loyalitas palsu. Loyalitas palsu dapat dihasilkan melalui manipulasi keadaan yang urgensi atau norma sosial. Keadaan urgensi ini dapat dicapai melalui lokasi toko yang strategis, promosi pemasaran yang agresif dan menambah jumlah ruang pajang. b. Loyalitas Palsu Spurious Loyalty Loyalitas palsu adalah keadaan dimana sikap relatif yang rendah dikombinasikan dengan pembelian berulang yang tinggi. Secara konseptual, loyalitas palsu sama dengan konsep inersia dimana konsumen merasakan sedikit diferensiasi antar merek, seperti rendahnya keterlibatan kategori merek dan melakukan pembelian berulang karena alasan situasional atau kebiasaan. Dalam kondisi seperti ini, merek dapat berusaha untuk meningkatkan diferensisasi melalui produk atau perbaikan iklan dan meraih loyalitas. c. Loyalitas Tersembunyi Latent Loyalty Loyalitas tersembunyi mencerminkan sikap relatif yang tinggi namun tingkat pembelian berulang yang rendah. Hal ini mungkin terjadi karena lingkungan pasar dimana pengaruh non sikap seperti norma subjektif dan efek situasional setidaknya sama, sehingga berpengaruh dalam menentukan perilaku pembelian. Dalam kondisi seperti ini, manajemen lebih baik untuk berupaya sebaik mungkin dalam melayani dengan menangani kendala situasi secara langsung dan menyelesaikannya dengan gaya yang efektif. d. Loyalitas Loyalty Loyalitas menandakan korespondensi yang menguntungkan antara sikap relatif dan pembelian berulang. Loyalitas dapat dicapai jika sikap relatif pada tingkat yang rendah maupun tinggi, asalkan konsumen merasakan perbedaan yang signifikan antar merek. Perbedaan yang