Pertanian, Pertambangan Industri Listrik, Gas dan Bangunan Perdagangan, Pengangkutan Keuangan Jasa-Jasa

4 pengangkutan, keuangan, jasa-jasa, industri manufaktur adalah penyumbang terbesar 25 dalam produk domestik bruto PDB sebagaimana terlihat dari tabel 1.3. 3 Tabel 1.3 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Milyar Rupiah Periode 2009-2013 Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013

1. Pertanian,

Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 857.196 985.470 1.091.447 1.193.452 1.310.427

2. Pertambangan

dan Penggalian 592.060 719.710 876.983 972.458 1.026.297

3. Industri

Manufaktur 1.477.541 1.599.073 1.806.140 1.972.523 2.152.802

4. Listrik, Gas dan

Air Bersih 46.680 49.119 55.882 62.271 70.339

5. Bangunan

555.192 660.890 753.554 844.090 907.267

6. Perdagangan,

Hotel dan Restoran 744.513 882.487 1.023.724 1.148.791 1.301.175

7. Pengangkutan

dan Komunikasi 353.739 423.172 491.287 549.105 635.302

8. Keuangan

405.162 466.563 535.152 598.433 682.973

9. Jasa-Jasa

574.116 660.365 785.014 889.798 1.000.691 Total PDB 5.606.203 6.446.851 7.419.187 8.230.925 9.087.276 Sumber: Badan Pusat Statistik Tabel diatas menunjukkan peningkatan jumlah Produk Domestik Bruto PDB yang dihasilkan di Indonesia selama periode 2009-2013 setiap tahun dengan sektor Industri Manufaktur sebagai penyumbang terbesar bagi peningkatan PDB sebesar 1,4 Triliun Rupiah pada tahun 2009, tahun 2010 sebesar 1,6 Triliun Rupiah, 2011 sejumlah 1,8 Triliun Rupiah, 2012 sebesar 1,9 Triliun Rupiah dan 2013 sebesar 2,1 Triliun Rupiah. 3 Diakses pada 20 Oktober 2014 pada laman http:komunitas.yellowpages.co.idkompetisi- di-sektor-industri 5 Sedangkan sektor penyumbang terbesar kedua bagi PDB Indonesia pada tahun 2013 secara berturut-turut adalah sektor pertanian sejumlah 1,31 Triliun Rupiah, perdagangan 1,30 Triliun Rupiah, pertambangan 1,02 Triliun Rupiah, jasa 1 Triliun Rupiah, bangunan 907 Milyar Rupiah, keuangan 682 Milyar Rupiah, pengangkutan dan komunikasi 635 Milyar Rupiah, dan listrik, gas dan air bersih sejumlah 70 Milyar Rupiah. Peningkatan produktivitas industri manufaktur akan berdampak besar pada perekonomian. Sebagai traded sector, sektor industri manufaktur akan meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia di pasar dunia. Hampir semua negara maju mencapai tingkat kematangan perekonomiannya karena pertumbuhan industri yang pesat. Seiring dengan meningkatnya pembiayaan industri manufaktur pihak Bank tidak boleh lengah dalam melakukan analisa kelayakan dan pengawasan terhadap pembiayaan pada sektor industri manufaktur sehingga dapat meminimalisir pembiayaan bermasalah yang dapat terjadi di kemudian hari. Pembiayaan bermasalah sendiri terjadi saat pihak nasabah sebagai penerima pembiayaan tidak dapak memenuhi kewajibannya kepada pihak Bank. 6 Tabel 1.4 Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah Periode 2009-2013 Dalam Milyar Rupiah Industri Manufaktur BUS UUS Industri Manufaktur BUS UUS Januari 2009 296 September 2011 160 Mei 2009 294 Januari 2012 131 September 2009 183 Mei 2012 176 Januari 2010 190 September 2012 140 Mei 2010 186 Januari 2013 125 September 2010 190 Mei 2013 78 Januari 2011 102 September 2013 208 Mei 2011 140 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Tabel diatas memaparkan mengenai jumlah Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sepanjang periode 2009-2013 dimana mengalami fluktuasi. Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur terlihat tinggi pada awal tahun 2009 sebesar 296 Milyar Rupiah hal ini seiring dengan terjadinya krisis ekonomi global pada tahun 2008 yang diawali kredit macet perumahan subprime mortgage di Amerika Serikat yang kemudian diikuti dengan kenaikan harga minyak dunia. Resesi karena kekacauan ini memiliki pengaruh besar dalam menjungkalkan perekonomian global, sebab aliran kredit dan pinjaman antar-bank tersendat, termasuk pinjaman untuk konsumsi, sedangkan transaksi perdagangan terganggu. Sedangkan dampak yang terjadi dari krisis global tersebut di Indonesia ditandai dengan nilai tukar Rupiah yang terkoreksi hingga Rp. 10.950USD di awal tahun 2009. Selain itu krisis ekonomi tersebut mengakibatkan adanya defisit neraca 7 pembayaran disertai anjloknya kinerja ekspor, merosotnya harga berbagai komoditi ekspor hingga kesulitan likuidasi yang terjadi. 4 Sehingga pada akhirnya krisis ekonomi turut berimbas pada sektor industri manufaktur yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor terutama bagi perusahaan industri manufaktur yang melakukan pembiayaan pada bank-bank syariah. Lebih lanjut keadaan ekonomi yang semakin membaik di tahun 2010 juga mempengaruhi menurunnya Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur. Akan tetapi pada akhir tahun 2013 Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur mengalami kenaikan dari Mei 2013 sebesar 78 Milyar Rupiah menjadi 208 Milyar Rupiah pada September 2013. Kenaikan tersebut seiring dengan kenaikan harga- harga pasca naiknya harga bahan bakar minyak yang diumumkan pemerintah pada Juni 2013. Pembiayaan bermasalah menurut Siswanto disebabkan oleh faktor internal seperti rendahnya kemampuan bank dalam melakukan analisis kelayakan pembiayaan, pengikatan jaminan pembiayaan yang kurang sempurna, serta kurangnya pengalaman nasabah penerima pembiayaan dalam bidang usaha yang dijalani. Akan tetapi faktor internal tersebut bukanlah satu-satunya penentu yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah. Oleh karena itu ia menambahkan 4 Bank Indonesia. 2009-2014. Outlook Ekonomi Indonesia. Hlm.55 8 bahwasanya terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah yakni faktor eksternal berupa kondisi ekonomi. 5 Berdasarkan studi literatur tersebut memberikan penjelasan bahwasanya Pembiayaan Bermasalah yang terjadi pada Industri Manufaktur turut dipengaruhi faktor eksternal. Oleh karena itu pihak Bank Syariah dalam melakukan analisa kelayakan pembiayaan pada industri manufaktur didasarkan tidak hanya dari faktor internal akan tetapi faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pembiayaaan bermasalah sektor perindustrian. Faktor eksternal tersebut berupa kondisi perekonomian yang bersifat makro yang terjadi disuatu negara. Tabel 1.5. Pergerakan Variabel Makro Ekonomi Nilai Tukar, Inflasi, BI Rate, dan Pertumbuhan Ekspor Periode 2009-2013 Nilai Tukar Rupiah Inflasi BI Rate Ekspor Milyar USD Jan 2009 11.355 9,17 8,75 7,3 Mei 2009 10.340 6,04 7,25 9,3 Sep 2009 9.681 2,83 6,50 9,8 Jan 2010 9.365 3,72 6,50 11,6 Mei 2010 9.180 4,16 6,50 12,6 Sep 2010 8.924 5,80 6,50 12,2 Jan 2011 9.057 7,02 6,50 14,6 Mei 2011 8.537 5,98 6,75 18,3 Sep 2011 8.823 4,61 6,75 17,5 Jan 2012 9.000 3,65 6,00 15,6 Mei 2012 9.565 4,45 5,75 16,8 Sep 2012 9.590 4,31 5,75 15,9 Jan 2013 9.698 4,57 5,75 15,4 Mei 2013 9.802 5,47 5,75 16,1 Sep 2013 11.613 8,40 7,25 14,7 Sumber: Data Olahan Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia 5 Sutojo Siswanto. Management Kredit Bermasalah Konsep dan Kasus, Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka, 2008, hlm.18 9 Tabel 1.5 Pergerakan Variabel Makro Ekonomi diatas memaparkan fluktuasi dari beberapa variabel yang ada antara lain Nilai Tukar Rupiah yang pada awal tahun 2009 sebesar Rp 11.355 turun menjadi kisaran Rp.8500-Rp.9500 selama tahun 2010- 2012, akan tetapi pada September 2013 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar mengalamikenaikan. Begitupun yang terjadi dengan tingkat Inflasi pada awal tahun 2009 sebesar 9,17 meski sempat mengalami penurunan akan tetapi pada September 2013 kembali mengalami kenaikan menjadi 8,40. Sedangkan BI Rate sempat mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2010-2012 dari tahun 2009 sebesar 8,75. Namun suku bunga BI kembali naik pada triwulan akhir 2013 menjadi 7,25. Lebih lanjut kinerja ekspor Indonesia mengalami kenaikan secara bertahap dibanding setahun setelah terjadi krisis ekonomi global dimana januari tahun 2009 ekspor Indonesia naik dari 7,3 Milyar hingga 18,3 Milyar US pada Mei 2011, meskipun ekspor kembali mengalami fluktuasi di tahun 2012 dan penurunan di akhir 2013 namun penurunan tidak begitu besar. Berdasarkan temuan dimana Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah mengalami fluktuasi dengan pola yang sama seiring pergerakan nilai dari variabel-variabel makro ekonomi akibat kondisi ekonomi yang terjadi, selain itu variabel makro ekonomi sebagai faktor eksternal memiliki kekuatan dibanding faktor internal karena variabel makro ekonomi dapat mempengaruhi penentuan kebijakan internal yang diambil pihak manajemen Bank Syariah seperti 10 dalam penentuan tingkat marjin murabahah dan bagi hasi mudharabah. 6 Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “PENGARUH VARIABEL MAKRO EKONOMI TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2009-2013 ”.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH VARIABEL EKONOMI MAKRO DAN VARIABEL SEKTOR PERBANKAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTOINDONESIA

0 3 24

Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, Pertumbuhan Pembiayaan, dan Ukuran Bank terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor UKM pada Perbankan Syariah di Indonesia (Periode Tahun 2009-2012)

0 4 146

Pengaruh perubahan variabel ekonomi makro terhadap perubahan kesehatan perusahaan manufaktur

0 11 126

Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Pertambangan Periode 2003-2012.

0 3 52

ANALISIS PENGARUH VARIABEL EKONOMI MAKRO TERHADAP SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA (Periode 2006-2013)

0 3 96

PENGARUH FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL BANK TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PASCA KRISIS EKONOMI GLOBAL

0 2 125

PENGARUH VARIABEL MAKRO DAN MIKRO EKONOMI TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA (Studi pada Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2011-2015)

8 29 153

PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PROFITABILITAS PERBANKAN SYARIAH Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2010-2013.

0 2 17

PENGARUH ALOKASI PEMBIAYAAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI OLEH PERBANKAN SYARIAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) PROVINSI JAWA TIMUR : PERIODE TRIWULANAN TAHUN 2010-2015.

3 7 133

PENGARUH PEMBIAYAAN SEKTOR EKONOMI TERHADAP NON PERFORMING FINANCING (NPF) PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2010-2015 (MARET) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 18