79
2.2 Goodness of Fit
2.2.1 Uji F Tabel. 4.8. Uji F
ANOVA
b
Model Sum of
Squares Df
Mean Square F
Sig. 1
Regression 1241.780
4 310.445
26.869 .000
a
Residual 635.483
55 11.554
Total 1877.262
59 a. Predictors: Constant, LnNT, Eks, Inf, BI_R
b. Dependent Variable: NPF_Ind
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.8 di atas nilai F
hitung
diperoleh 26,869 α5. Numerator adalah jumlah variabel bebas
– 1 atau 4-1 = 3 dan Denumerator adalah jumlah kasus
– jumlah variabel bebas atau 60-4 = 56 maka F
tabel
adalah 2,77. Sementara nilai sig sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha 0,000 0,05. Hal ini berarti bahwa secara simultan bersama-sama terdapat pengaruh
variabel Makro Ekonomi Nilai Tukar, Inflasi, BI Rate, dan Pertumbuhan Ekspor terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur pada
Perbankan Syariah di Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis H1 pada hipotesis pertama yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara Nilai Tukar, BI Rate, Inflasi, Ekspor, secara simultan terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri
Manufaktur pada Perbankan Syariah.
80
2.2.2 Uji t
Tabel. 4.9. Hasil Uji t
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error
1 Constant
-43.332 5.770
-7.510 .000
LnNT .001
.001 1.328
.190 Inf
-1.979 .329
-6.019 .000
BI_R 8.195
.901 9.094
.000 Eks
.023 .039
.581 .564
a. Dependent Variable: NPF_Ind
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan tabel di atas, besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual parsial terhadap variabel dependen dapat
dijelaskan sebagai berikut: a.
Nilai t hitung variabel Nilai Tukar t tabel 1,328 2,004 dan tingkat signifikasinya sebesar 0,190 lebih besar
dari taraf signifikasi α 5 0,05 sig α. Dengan demikian, secara parsial hipotesis H0 diterima
dan H1 ditolak. Artinya, Nilai Tukar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri
Manufaktur. Sedangkan koefisien regresi sebesar 0,001 menunjukan hubungan yang positif.
b. Nilai t hitung Inflasi t tabel -6,019 2,004 dan tingkat
signifikasinya sebesar 0,000 lebih kecil d ari taraf α 5 0,05 sig α.
81 Dengan demikian, secara parsial hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima.
Artinya, inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur. Sedangkan
koefisien regresi sebesar -1,979 menunjukan hubungan yang negatif. Artinya jika terjadi kenaikan Inflasi sebesar 1 maka rasio Pembiayaan
Bermasalah Sektor Industri Manufaktur akan mengalami penurunan sebesar 1,979.
c. Nilai t hitung BI Rate t tabel 9,094 2,004 dan tingkat
signifikasinya sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf α 5 0,05 sig α. Dengan demikian, secara parsial hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima.
Artinya, BI Rate mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur. Sedangkan
koefisien regresi sebesar 8,195 menunjukan hubungan yang positif. Artinya jika terjadi kenaikan BI Rate sebesar 1 maka rasio
Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur akan mengalami peningkatan sebesar 8,195.
d. Nilai t hitung variabel Pertumbuhan Ekspor t tabel 0,581 2,004 dan
tingkat signifikasinya sebesar 0,564 lebih besar dari taraf signifikasi α
5 0,05 sig α. Dengan demikian, secara parsial hipotesis H0
diterima dan H1 ditolak. Artinya, Pertumbuhan Ekspor tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio Pembiayaan
82 Bermasalah Sektor Industri Manufaktur. Sedangkan koefisien regresi
sebesar 0,023 menunjukan hubungan yang positif. e.
Hasil uji t menunjukkan variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur adalah BI
Rate dengan nilai koefisien sebesar 8,195 sedangkan variabel yang
berpengaruh terbesar kedua adalah variabel Inflasi dengan nilai koefisien sebesar -1,979.
2.2.3 Uji R